Marahlah Kepada Pelaku Homoseksual
Marahlah Kepada Pelaku Homoseksual
Selasa, 21 Mei 2013 / 11 Rajab 1434 H
“Siapa
saja yang engkau dapati melakukan perbuatan kaum Luth (kaum
homoseksual) maka bunuhlah pelaku dan korbannya (bila tanpa paksaan)”(Riwayat Ahmad)
Seorang pakar komunikasi membuka diskusi di sebuah milis di internet pertengahan Mei 2012 lalu. Katanya, “Kalaulah seseorang itu (dijangkiti penyakit) homoseksual, mengapa orang lain harus marah?”
Ia kemudian melanjutkan “Kalau sebagian orang menggap homoseksual itu dikutuk Tuhan, ya biarkan Tuhan yang nanti menghukumnya.”
Diskusi itu berlangsung hangat. Kita tahu, diskusi semacam ini tak sekadar ada dimilis yang diikuti oleh pakar komunikasi tersebut. Ada banyak sekali diskusi serupa di jejaring sosial lainnya. Dan, kita pun tak sulit menebak, siapa homoseksual yang dimaksud sang pakar tadi. Orang itu adalah Irshad Manji.
Lantas, betulkah kita tak boleh marah kepada pelaku homoseksual, atau setidaknya mewaspadai mereka yang telah terjangkiti penyakit ini?
Jika kita hanya berpedoman kepada aturan HAM (Hak Asasi Manusia), maka jawaban kita tak boleh marah kepada mereka. Sebab, pilihan menjadi homo, yang kemudian mempraktekkan perilaku homo tersebut, adalah hak yang harus dihormati, bahkan dibela dan dilindungi.
Namun, bila kita berpedoman kepada tuntunan Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wassalam, maka jelas harus marah kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan melaknat para pelaku homoseksual tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah SAW Bersabda: “Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual).” Nabi SAW bahkan mengulang sampai tiga kali pernyataan ini.
Para ulama pun telah sepakat tentang satu hal menyangkut perilaku kaum homo ini, dan belum bersepakat tentang hal lainnya. Yang telah disepakati adalah bahwa pelaku homoseksual harus dibunuh, sesuai petunjuk Rasulullah SAW.
Dari Abbas RA, Rasulullah SAW Bersabda: “Siapa saja yang engkau dapati melakukan perbuatan kaum Luth (kaum homoseksual) maka bunuhlah pelaku dan korbannya (bila tanpa paksaan).”(Riwayat Ahmad).
Sedang yang belum disepakati adalah bagaimana cara mereka dibunuh. Ada ulama berpendapat, pelakunya harus dirajam sampai mati. Adapula yang berpendapat, pelakunya harus dibakar hidup-hidup. Sedang yang lain meyakini bahwa pelakunya harus dijatuhkan dari atas gedung paling tinggi di kota tersebut dengan posisi kepada di bawah.
Melihat bagaimana Islam begitu melaknat perilaku homoseksual ini, masihkah kita tidak marah kepada pelakunya? Masihkah kita tidak ngeri membayangkan anak-anak kita kelak bisa tertulari penyakit sosial ini bila kita tidak mencegahnya sedini mungkin?
Dalam sebuah talkshow yang dipandu Oprah Winfrey belum lama ini diperlihatkan rekaman video seseorang yang menuding dan marah-marah kepada pelaku homoseksual di Negeri Paman Sam di era tahun 1970an.
Lalu, orang yang menuding dan sang homoseksual yang dituidng tersebut –setelah 30 tahun berselang—sama-sama dipertemukan di studio.
Ternyata, orang yang menuding tersebut telah bersikap sangat berbeda dengan 30 tahun lalu. Ia kini bisa memaklumi dan menerima perilaku homoseksuial dan –tentu saja-tak marah-marah lagi.
Akankah Indonesia pada era 30 tahun ke depan akan mengalami hal yang sama dengan Amerika Serikat? Akankah kita biarkan negeri yang kita cintai ini suatu saat kelak dilaknat oleh Allah Ta’ala sebagaimana kaum Luth? Naudzubillahi min dzalik! Wallahu a’alam.*
Ia kemudian melanjutkan “Kalau sebagian orang menggap homoseksual itu dikutuk Tuhan, ya biarkan Tuhan yang nanti menghukumnya.”
Diskusi itu berlangsung hangat. Kita tahu, diskusi semacam ini tak sekadar ada dimilis yang diikuti oleh pakar komunikasi tersebut. Ada banyak sekali diskusi serupa di jejaring sosial lainnya. Dan, kita pun tak sulit menebak, siapa homoseksual yang dimaksud sang pakar tadi. Orang itu adalah Irshad Manji.
Lantas, betulkah kita tak boleh marah kepada pelaku homoseksual, atau setidaknya mewaspadai mereka yang telah terjangkiti penyakit ini?
Jika kita hanya berpedoman kepada aturan HAM (Hak Asasi Manusia), maka jawaban kita tak boleh marah kepada mereka. Sebab, pilihan menjadi homo, yang kemudian mempraktekkan perilaku homo tersebut, adalah hak yang harus dihormati, bahkan dibela dan dilindungi.
Namun, bila kita berpedoman kepada tuntunan Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wassalam, maka jelas harus marah kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan melaknat para pelaku homoseksual tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah SAW Bersabda: “Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual).” Nabi SAW bahkan mengulang sampai tiga kali pernyataan ini.
Para ulama pun telah sepakat tentang satu hal menyangkut perilaku kaum homo ini, dan belum bersepakat tentang hal lainnya. Yang telah disepakati adalah bahwa pelaku homoseksual harus dibunuh, sesuai petunjuk Rasulullah SAW.
Dari Abbas RA, Rasulullah SAW Bersabda: “Siapa saja yang engkau dapati melakukan perbuatan kaum Luth (kaum homoseksual) maka bunuhlah pelaku dan korbannya (bila tanpa paksaan).”(Riwayat Ahmad).
Sedang yang belum disepakati adalah bagaimana cara mereka dibunuh. Ada ulama berpendapat, pelakunya harus dirajam sampai mati. Adapula yang berpendapat, pelakunya harus dibakar hidup-hidup. Sedang yang lain meyakini bahwa pelakunya harus dijatuhkan dari atas gedung paling tinggi di kota tersebut dengan posisi kepada di bawah.
Melihat bagaimana Islam begitu melaknat perilaku homoseksual ini, masihkah kita tidak marah kepada pelakunya? Masihkah kita tidak ngeri membayangkan anak-anak kita kelak bisa tertulari penyakit sosial ini bila kita tidak mencegahnya sedini mungkin?
Dalam sebuah talkshow yang dipandu Oprah Winfrey belum lama ini diperlihatkan rekaman video seseorang yang menuding dan marah-marah kepada pelaku homoseksual di Negeri Paman Sam di era tahun 1970an.
Lalu, orang yang menuding dan sang homoseksual yang dituidng tersebut –setelah 30 tahun berselang—sama-sama dipertemukan di studio.
Ternyata, orang yang menuding tersebut telah bersikap sangat berbeda dengan 30 tahun lalu. Ia kini bisa memaklumi dan menerima perilaku homoseksuial dan –tentu saja-tak marah-marah lagi.
Akankah Indonesia pada era 30 tahun ke depan akan mengalami hal yang sama dengan Amerika Serikat? Akankah kita biarkan negeri yang kita cintai ini suatu saat kelak dilaknat oleh Allah Ta’ala sebagaimana kaum Luth? Naudzubillahi min dzalik! Wallahu a’alam.*
Suara Hidayatullah | Juni 2012 / Rajab 1433 Hal 4
No comments