40 Tahun Belajar Diam [Bag. 1]
40 Tahun Belajar Diam [Bag. 1]
Rabu, 26 Rajab 1437 H - 04 Mei 2016
Beberapa ulama berkumpul
bersama Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Salah satu Ulama berkata kepada sang Khalifah; "Diam karena ilmu, seperti orang yang berbicara karena ilmu.
"
Kemudian Umar bin Abdul Aziz
menanggapi; "Kalau aku menilai,
orang yang berbicara karena ilmu lebih baik keadaannya di hari Kiamat karena
manfaat yang diberikan kepada manusia. Sedangkan diam hanya bermanfaat bagi
diri sendiri. "
Ulama tersebut pun membalas
dengan bertanya; "Wahai Amirul
Mukminin, bagaimana dengan bencana orang yang berbicara?"
Mendengar pernyataan tersebut,
Umar bin Abdul Aziz menangis tersedu-sedu.
***
Terkadang kita memang perlu
berbicara, ketika ada kebaikan yang di peroleh. Namun di kesempatan lain kita
perlu diam, jika kebaikan bisa di peroleh dengan cara menahan bicara.
Hingga, kedua-duanya, baik
diam atau berbicara memiliki derajat kebaikan yang sama jika bermanfaat.
Namun, jikalau ditinjau dari
segi keburukan, diam lebih kecil keburukannya daripada yang ditimbulkan lantaran
ucapan.
Abu Nu'aim meriwayatkan perkataan ahli
hikmah; "Aku tidak menyesal terhadap
apa yang tidak aku katakan, namun aku menyesal terhadap apa yang telah aku
katakan. "
Sebab itulah Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam banyak memilih diam dibanding
berbicara.
Dalam sebuah Hadits
disebutkan, "Rasulullah Shallahu
Alaihi Wassalam banyak memilih diam. " (Riwayat At-Thayalisi, Al-Haitsami menyatakan bahwa para perawinya
tsiqah).
Islam sendiri hanya memberikan
dua pilihan terhadap lisan, yakni berkata dengan perkataan baik atau diam.
Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam : "Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya berkata baik atau diam.
" (Riwayat Muslim)
Dalam kitab Al-Adzkar,
Imam As-Syafi'i berkata, "Jika
seseorang ragu -ragu apakah perkataannya mengandung kebaikan atau tidak, maka
ia tidak perlu berbicara sampai nampak kepadanya kebaikan itu. "
Sehingga seorang Mukmin akan berpikir dahulu sebelum
berbicara dan bukannya berbicara baru berpikir, karena hal yang demikian tidak
ada gunanya.
Tepatlah apa yang disampaikan
oleh Imam Hasan Al-Bashri; "Lisannya ahli hikmah berada di
belakang hatinya.
Jika ia hendak berkata, maka dikontrol oleh hatinya. Jika
hati setuju, maka lisan berucap.
Sedangkan orang bodoh, hatinya berada di pihak lisannya. Apa
yang dikatakan lisan terlewat oleh hati. (Riwayat Ahmad). [Bersambung]
No comments