Membersihkan Kehidupan dari Perzinaan
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’ (17) : 32)
Dalam ideologi sekularisme-kapitalisme, perbuatan zina sepanjang dilakukan suka sama suka tidak terkategori sebagai tindak kejahatan. Perbuatan tersebut baru dianggap sebagai tindak pidana manakala ada pihak yang merasa dirugikan.
Lebih dari itu, perzina bisa dijadikan sebagai lahan mengeruk keuntungan materi. Berbagai kegiatan dan usaha yang mengeksplotasi seksual juga dianggap sebagai profesi dan usaha yang legal.
Pandangan tersebut jelas kontradiksi dalam Islam. Dalam pandangan Islam, perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan tercela sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. Sebagai layaknya tindak kejahatan, pelakunya harus dijatuhi hukuman tegas berupa cambuk atau rajam.
Harus dijauhi
Allah SWT Berfirman: Wala taqrabu al zina (dan janganlah kamu mendekati zina). Zina adalah hubungan badan antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan di luar akad syar’i. Menurut Ibnu Jarir al Thabari, seruan ayat ini berlaku untuk seluruh manusia. Mereka di larang Mendekati Perbuatan Tersebut.
Dikemukakan Abu Hayyan al Andalusi, larangan mendekati zina meniscayakan larangan mengerjakannya. Bahkan, menurut Sihabuddin al Alusi, larangan mendekati tersebut merupakan Mubalaghah (peringatan) pada larangan melakukannya.
Dituturkan Al Qaffal, sebagaimana dikutip Fakhruddin al Razi dalam Mafatih al Ghayb, apabila dikatakan kepada manusia, “Janganlah kamu dekati ini”, maka itu lebih kuat dibandingkan dengan ungkapan, “Jangan kamu kerjakan ini !”
Seruan senada dapat dijumpai dalam QS. Al Maidah (5): 90
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah [434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah (5) :90)
Ketika melarang khamr, judi, berkorban untuk berhala, dan mengundi nasib. Terhadap semua perbuatan itu, kaum Mukmin diperintahkan untuk: Fa (i) jatanibuhu (maka jauhilah).
Cakupan qurb al zina (mendekati zina) meliputi semua perbuatan yang dapat mengantarkan kepada perzinaan, seperti ciuman, berpelukan, berpegangan, dan semacamnya. Karenanya semua perbuatan itu dilarang berdasarkan ayat ini.
Ada pula beberapa kegiatan pengantar zina yang dilarang secara sharih (jelas) dengan dalil tersendiri. Seperti khulwah atau berduaan laki-laki dengan perempuan di tempat yang sepi dan tidak disertai dengan mahram.
Perbuatan tersebut bisa dimasukkan ke dalamnya karena memberikan peluang besar terjadinya perzinaan. Terlebih, sebagaimana diberitakan Rasulullah SAW, pihak ketiga dari mereka berdua adalah syetan. Padahal, tidak ada yang dibisikkan kepada manusia kecuali maksiat.
Selain itu, ada beberapa perbuatan yang dapat menjadi bibit awal pendorong terjadinya perzinaan. Di antaranya adalah pandangan terhadap lawan jenis yang diliputi dengan syahwat.
Dalam QS. Al Nur (24): 30-31,
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (30)
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nur (24) 30-31)
Kaum Mukmin dan Mukminat diperintahkan untuk ghadhadh al basher (menundukkan pandangan). Dari Ali ra, bahwa Rasulullah SAW Bersabda: “Janganlah kalian ikuti pandangan pertama dengan dengan pandangan yang kedua. Karena pandangan pertama adalah untukmu, sedangkan pandangan berikutnya bukan untukmu.” (HR. Ahmad).
Di sisi tampilan yang membangkitkan syahwat juga dilarang. Syara’ pun memerintahkan manusia menutup aurat. Bagi wanita diperintahkan mengenakan kerudung dan jilbab (lihat QS an Nur : 31 (kutipan diatas)) dan al Ahzab (33): 59)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya [1233] ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab (33): 59)
Dan dilarang Tabarruj (QS. Al Nur (24): 60 dan al Ahzab (33): 33.
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاء اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian [1051] mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nur (24): 60)
Dan
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu [1216] dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu [1217] dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta'atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait [1218] dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab (33):33)
Semua ketentuan tersebut, jika dipatuhi akan menutup rapat terjadinya perzinaan. Pada umumnya, perzinaan dilakukan setelah melanggar sejumlah ketentuan syara’ yang menghalangi terjadinya perzinaan.
Perbuatan Keji dan Jalan yang Buruk
Selanjutnya Allah SWT memberitakan rahasia larangan tersebut dengan FirmanNya: Innahu kana fahisyah (Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji). Kata fahisyah berarti Ma ‘azhuma qabhuhu min al af’al wal al aqwal (semua perbuatan dan perkataan yang amat tercela).
Zina merupakan perbuatan amat tercela, hingga akal sehat dan fitrah manusia pun bias merasakannya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu ‘Umamah bahwa ada seorang pemuda yang meminta izin kepada Nabi untuk berzina.
Beliau SAW mempersilahkan pemuda itu duduk, lalu bertanya: “Apakah kamu suka jika (yang dizinai itu) adalah ibumu?” Pemuda itu menjawab,”Tidak, demi Allah. Semoga Allah menjadikan sebagai tebusannya.”
Beliau kemudian Bersabda; “Dan, tidak seorang pun manusia menyukai itu terjadi pada ibu mereka.” Beliau melanjutkan pertanyaan serupa jika itu menimpa pada anak perempuan, saudara perempuan, atau bibinya.
Semua pertanyaan itu dijawab dengan jawaban yang sama; dia tidak suka. Rasulullah SAW pun menimpali dengan perkataan yang sama bahwa semua orang juga bersikap demikian.
Itu menunjukkan bahwa fitrah dan akal sehat manusia dapat merasakan tercelanya perbuatan zina.
Penyebutan zina sebagai perbuatan Fahisyah menjadi qarinah (indikasi) bahwa larangan melakukannya bersifat jazim (tegas dan pasti) sehingga berhukum haram. Sebab, dalam Al Qur’an cukup banyak ayat yang melarang manusia berbuat Fahisyah, Fahsya atau fawahisy seperti QS. Al A’raf (7): 28, 33 dan al Nahl (16): 90.
وَإِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً قَالُواْ وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءنَا وَاللّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاء أَتَقُولُونَ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji [532] , mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (28)
[532] Seperti: syirik, thawaf telanjang di sekeliling Ka'bah dan sebagainya.
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُواْ بِاللّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (Al A'raf (7) :28, 33)
Indikasi itu kian dikukuhkan dengan FirmanNya: Wa saa sabil(an) (dan suatu jalan yang buruk). Frasa dimaknai al Syaukani dalam Fath al Qadir dengan ungkapan bi’sa thariq(an) thariquhu (seburuk-buruk jalan adalah jalannya).
Yang demikian itu karena mengantarkan pelakunya ke neraka. Dan tidak ada perbedaan tentangnya sebagai salah satu dosa besar.
Rasulullah SAW Bersabda: …”Tidak berzina orang yang berzina ketika berzina padahal dia seorang Mukmin…(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Beliau juga Bersabda: “ Tiga orang yang tidak diajak bicara Allah pada hari kiamat, tidak disucikan, dan tidak dilihat, serta baginya azab yang pedih adalah orang tua yang berzina, raja pendusta, dan orang miskin yang sombong.” (HR Ahmad,, Muslim, al Nasa’i, dan al Baihaqi dari Abu Hurairah).
Hukuman bagi Pelakunya
Meskipun amat tercela dan termasuk dosa besar, namun tidak serta merta membuat zina lenyap dari kehidupan. Bagi orang jahat, celaan atas perbuatan tersebut itu tidak mencegahnya untuk berbuat.
Demikian juga bagi orang-orang yang tidak yakin dengan siksa akhirat. Jika orang seperti ini dibiarkan, apalagi menjadi penguasa, bukan tidak mungkin perbuatan zina akan tersebar luas.
Berikutnya, negeri itu pun layak mendapat azab. Rasulullah SAW Bersabda: “Apabila riba dan zina telah tampak di suatu negeri, maka mereka telah menghalalkan diri mereka dengan azab Allah” (HR al Hakim dan al Thabarani dari Ibnu ‘Abbas).
Selain memberikan celaan dan ancaman siksa bagi pelakunya, Islam juga mewajibkan sanksi amat berat di dunia. Para pelaku perzinaan jika telah memenuhi bukti-bukti sesuai ketentuan syara’ harus dicambuk seratus kali dan harus disaksikan oleh sekumpulan kaum Mukmin (lihat QS al Nur (24): 2).
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS. An Nuur (24): 2).
Hukuman itu masih bisa ditambah dengan diasingkan selama setahun (HR. Bukhari dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid). Bagi yang sudah menikah, hukumannya lebih berat lagi: dirajam atau dilempari batu hingga meninggal.
Ketentuan itu diberlakukan kepada semua rakyat Daulah Khilafah: Muslim maupun kafir. Dengan sanksi demikian berat, akan membuat kecut hati orang-orang yang hendak melakukannya.
Walhasil, jika kita ingin membersihkan kehidupan dari perzinaan, kita harus mengganti sistem sekularisme-kapitalisme dengan ditegakkannya syariah dan khilafah dalam kehidupan. Wal-lah a’lam bi al shawab.
Rokhmat S. Labib, M.E.I.
Media Umat | 13, 26 Jumadil Awwal – 10 Jumadil Akhir 1430 H / 22 Mei – 4 Juni 2009 , Hal 13
[434] Lihat not 396.
[1051] Maksudnya: pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat.
[1216] Maksudnya: Isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. Perintah ini juga meliputi segenap mu'minat.
[1217] Yang dimaksud "Jahiliyah yang dahulu" ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad r Dan yang dimaksud "Jahiliyah sekarang" ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.
[1218] "Ahlul bait" di sini, yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah r
[1233] Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
No comments