Nikmat Dinul Islam
Jumat, 11 Februari 2011 / 8 Rabiul Awwal 1432




ِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا



  “Pada hari ini [397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al Maidah (5): 3)

   Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) telah menurunkan al Islam sebagai din yang lengkap. Sebab, kata din (dal-ya-nun) itu sendiri telah membawa makna keberhutangan manusia kepada Tuhan.

   Din juga berarti struktur kekuasaan, susunan hukum, dan kecenderungan manusia untuk membentuk masyarakat yang menaati hukum dan mencari pemerintah yang adil. Ini sejiwa dengan kecenderungan manusia yang secara fitrah kembali kepada ikrar dengan Tuhannya.



وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ


    “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al A'raf (7): 172)

     Dari din muncul berbagai kata turunan, daana (berhutang), da’in (pemberi hutang), dayn (kewajiban), dayunah (hukuman/ pengadilan), idanah (keyakinan). Artinya, dalam istilah din itu tersirat sistem kehidupan.

     Dinul Islam berarti pola kehidupan yang dibingkai oleh spirit Islam. Atau memahami perilaku dan kultur kehidupan yang diserap dari nilai-nilai ilahiyah (ketuhanan).

     Oleh sebab itu, ketika din (agama) Allah SWT yang bernama Islam itu telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama Madinah.

    Dari akar kata din dan Madinah ini lalu dibentuk akar kata baru; madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan memartabatkan.

   Maka, seseorang yang memeluk Islam secara benar, akan mensucikan, memartabatkan dan memakmurkan dirinya baik secara hissiy (material) dan ma’nawiy (imaterial). Islam adalah din yang menghapus dosa dan mengangkat derajatnya menuju kedudukan yang tinggi (maqaman mahmuda).

  Juga bisa mendatangkan kebahagiaan kehidupan di dunia dan mengantarkannya selamat di akhirat.



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ


   “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu [605], ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya [606] dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”. (QS. Al Anfaal (8): 24)

[605] Maksudnya: menyeru kamu berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang dapat membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan muslimin. Juga berarti menyeru kamu kepada iman, petunjuk jihad dan segala yang ada hubungannya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

[606] Maksudnya: Allah-lah yang menguasai hati manusia.

   Kalimat “yuhyiikum” dalam ayat di atas maksudnya adalah ‘yuhyin-nufus’ (menghidupkan jiwa), yuhyil-qulub (menghidupkan hati), yuhyidh-dhamir (menghidupkan suara dhamir).

   Jadi, berislam adalah memberdayakan fitrah kita. Senang kepada makruf (kebaikan yang dikenali hati) dan membenci munkar (keburukan yang diingkari hati). Mendorong pemeluknya untuk hidup maju secara lahir dan batin serta bermartabat. Inilah yang dimaksud nikmat berlimpah dalam Islam.

   Dunia dan seisinya akan diberikan kepada siapa saja tanpa pandang bulu, baik yang meminta itu hamba-Nya yang kafir ataupun Muslim. Tetapi nikmat dinul Islam hanya diberikan kepada hamba yang dipilihNya.



كُلاًّ نُّمِدُّ هَـؤُلاء وَهَـؤُلاء مِنْ عَطَاء رَبِّكَ وَمَا كَانَ عَطَاء رَبِّكَ مَحْظُورًا


  Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu [849] Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi”. (QS. Al Israa' (17): 20)

   [849] Yang dimaksud "baik golongan ini maupun golongan itu" ialah mereka yang tersebut dalam ayat 18 dan 19 di atas.

   Yang dimaksud baik golongan ini maupun golongan itu ialah mereka yang memburu dunia dan memburu akhirat.


مَّن كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاء لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَّدْحُورًا


   “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir”. (QS. Al Israa' (17): 18)



وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُم مَّشْكُورًا


  “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik”. (QS. Al Israa' (17): 19)

Janji yang Pasti

    Orang yang menolong agama Allah SWT, maka Dia pasti akan menolongnya dan meneguhkan langkah-langkahnya.



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ


   “Hai orang-orang mu'min, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad (47): 7)

    Abu A’la Al Maududi dalam tafsirnya Tafhimul Quran menjelaskan tentang makna ayat ini bahwa Allah SWT akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, kesehatan, kedudukan, kemudahan, kelapangan dari kesempitan, jalan keluar dari berbagai kesulitan yang melilit kehidupan di dunia.

   Dinul Islam telah sukses mendamaikan bangsa Arab jahiliyah yang berjiwa kerdil, memiliki fanatisme golongan yang kokoh, sulit diatur, terlibat konflik yang berkepanjangan. Dan menelan korban dalam jumlah yang tidak sedikit.


وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ


    “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran (3): 103)

    Dari akar kata Madana lahir kata benda Tamaddun yang secara literal (teks) berarti Peradaban (civilization) yang berarti juga kota berlandaskan kebudayaan (city base culture) atau kebudayaan kota (culture of of the city).

    Di kalangan penulis Arab, perkataan Tamaddun digunakan –kalau tidak salah- untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam sebuah judul buku Tarikh al Tamaddun al Islami (Sejarah Peradaban Islam), terbit tahun 1902-1906.

   Sejak itu, perkataan Tamaddun digunakan secara luas di kalangan Umat Islam. Di dunia Melayu Tamaddun digunakan untuk pengertian Peradaban. Adapun kata Hadharah digunakan oleh orang Arab sekarang untuk makna Peradaban, namun kata tersebut tidak banyak diterima Umat Islam non Arab yang kebanyakan lebih menyukai istilah tamaddun.

Penutup

   Sebagai din yang sempurna, Islam menawarkan konsep kehidupan yang utuh. Konsep itu secara apik tertata dalam al Qur’anul Karim dan Hadits Nabi SAW. Konsep itu memberikan keseimbangan interaksi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan penciptanya.

   Keberpihakan pada konsep ini akan mendatangkan manfaat yang besar bagi berbagai segi kehidupan. Sebaliknya, melalaikan apalagi menentangnya, akan mendatangkan kemudharatan dan petaka.*


Sholih Hasyim / Suara Hidayatullah


Suara Hidayatullah | Agustus 2009 / Sya’ban 1430, Hal 64 - 65