Breaking News

Akibat Berlaku Durhaka

Akibat Berlaku Durhaka
Jumat, 15 Oktober 2010 / 7 Zulqaidah 1431




وَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ عَتَتْ عَنْ أَمْرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِ فَحَاسَبْنَاهَا حِسَابًا شَدِيدًا وَعَذَّبْنَاهَا عَذَابًا نُّكْرًا


       “Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan [1485]. (8)

[1485] Yang dimaksud dengan hisab dan azab di sini adalah hisab dan azab di akhirat.


فَذَاقَتْ وَبَالَ أَمْرِهَا وَكَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهَا خُسْرًا

    “Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar”. (QS. Ath Thalaaq (65): 8-9)

     Dalam melihat kejadian yang menimpa suatu negeri, semestinya harus dikaitkan dengan perilaku penduduknya. Sebab, ada keterkaitan erat antara keduanya. Perilaku penduduknya yang taat kepada syariah, mengantarkan mereka mendpat kebahagiaan.

       Sebaliknya, perilaku durhaka terhadp syariah akan berujung pada penderitaan. Ayat diatas salah satu di antara yang memberitakan keterkaitan tersebut.

Hisab yang Keras

      Allah SWT Berfirman: Wakaayyin min qaryah ‘atat ‘an amri Rabbiha wa rusulihi (dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasulNya).

      Sebagaimana dinyatakan Al Alusi dan al Jazairi, pengertian kata kaayin disini adalah katsir (banyak). Kata qaryah (negeri) bermakna majazi, artinya Ahl al qaryah(penduduk negeri).

       Hal ini seperti pada Firman Allah SWT: Wa (i)s’al al qaryah, (dan tanyalah (penduduk) negeri itu).


وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا وَالْعِيْرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا وَإِنَّا لَصَادِقُونَ

      “Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada disitu, dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar". (QS. Yusuf (12): 82)

      Sedangkan kata ‘Atat merupakan al fi’l al madhi dari kata al ‘ututww. Dituturkan Al Samarqandi, menurut ahli bahasa, al ‘utuww berarti Mujawaz al hadd fi al ma’shiyah (melampaui batas dalam kemaksiatan).

      Ibnu Zaid, sebagaimana dikutip Ibnu Jarir, menyatakan bahwa al ‘utuww dalam ayat ini bermakna al kufr wa al ma’shiyah (kekufuran dan kemaksiatan). Al Nasafi dan al Syaukani juga memaknainya dengan ashat (maksiat, durhaka) dan a’radhat (berpaling).

     Ibnu Katsir menafsirkannya sebagai Tamarradat wa thaghat wa(i) stakbarat’an ittiba’i amril-Lah wa mutaba’ah rusulihi (membangkang, melampaui batas dan sombong untuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-rasulNya).

     Penafsiran para Mufassir lainnya, seperti al Zamakhsyari, al Qurthubi, al Razi, al Baghawi, al Samarqandi, al Baidhawi dan lain-lain tak jauh berbeda. Bahwa penduduk negeri yang disebutkan itu melakukan pengingkaran, penolakan, dan pelanggaran terhadap perintah Allah SWT dan para RasulNya.

     Atas ulah mereka itu, mereka pun harus menerima akibatnya. Allah SWT Berfirman: Fahasabnaha hisab(an) syadid(an) (maka Kami hisab yang keras). Menurut al Zamakhsyari, Hisab yang keras itu terjadi di akhirat.

     Di akhirat kelak, manusia dihisab atas seluruh amalnya. Sehingga, pada hari itu juga dikenal dengan sebutan Yawm al hisab (hari perhitungan).

     Dalam hisab tersebut, di antara manusia ada yang diberi kemudahan. Mereka dihisab dengan Hisab (an) Yasir (an), hisab yang ringan


فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا

“Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah”, (QS. Al Insyiqaaq (84): 8)

      Bahkan ada yang masuk surga tanpa dihisab (HR. al Bukhari dari Ibnu ‘Abbas dan Muslim dari Abu Hurairah). Mereka adalah orang-orang yang mendapatkan balasan baik atas amal perbuatan mereka selama hidup di dunia.

      Sebaliknya, di antara mereka ada yang dihisab dengan hisab yang keras sebagaimana disebutkan ayat ini. Dalam hisab itu tidak ada ampunan buat pelakunya; kemudian pelakunya harus menerima azabNya.

Azab yang Mengerikan

      Selanjutnya Allah SWT Berfirman: Wa ‘adzdzabnaha adzab(an) nukr(an) (dan Kami adzab mereka dengan adzab yang mengerikan). Menurut al Wahidi dan al Jazairi, makna adzab (an) nukr(an) disini adalah adzab fazhi(an) (mengerikan, menakutkan).

     Menurut al Kalbi, al ‘adzab al nakir itu di dunia, berupa kelaparan, paceklik, dan kemiskinan. Jika dikaitkan dengan ayat lainnya. Memang ada di antara penduduk negeri yang membangkang itu diberikan azab di dunia sebagaimana diberitakan dalam FirmanNya.


فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ

      “Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi”, (QS. Al Hajj (22): 45)

     Ada pula yang azabnya ditangguhkan di akhirat kelak. Dalam QS. Al Mujadilah (58) : 8 diberitakan mengenai adanya kaum yang berbuat maksiat dan neraka cukup menjadi balasan bagi mereka.

      Dalam QS. Al Hasyr (59): 3 juga diberitakan mengenai kaum dari ahli kitab yang tidak diazab di dunia. Mereka ditetapkan mendapatkan azab neraka.

      Kemudian Allah SWT Berfirman: Fadzaqat wabala amriha (maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya). Menurut Ibnu Zaid, kata al wabal berarti al aqibah (akibat).

      Artinya, merasakan akibat atas perbuatan buruk mereka. Ibnu ‘Abbas dan Mujahid mengartikannya jaza amrina (balasan terhadap perbuatannya). Demikian kutip Ibnu Jarir dalam tafsirnya.

      Bahwa akibat buruk akan dirasakan oleh pelakunya, juga disebutkan dalam beberapa ayat lainnya, seperti QS. Al Taghabun (64): 5 dan al Hasyr (59): 15. setelah merasakan pedihnya azabNya, mereka pun menyesal dan mengakui kesalahan mereka.

      Akan tetapi, pengakuan dan penyesalan mereka sudah tidak berguna (lihat QS. Al Mulk (67): 10-11).


وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

      “Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (10)


فَاعْتَرَفُوا بِذَنبِهِمْ فَسُحْقًا لِّأَصْحَابِ السَّعِيرِ

     “Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni- penghuni neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al Mulk (67): 11)

     Selain itu, mereka juga merasakan kerugian besar yang mereka terima. Allah SWT Berfirman: Wa kana ‘aqibatu amriha khusyr [an] (dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar).

     Frasa ini memberikan penegasan bahwa perbuatan mereka hanya berakibat kepada khusyr(an). Mereka dinyatakan merugi, karena mereka telah tertipu yakni menjual kenikmatan akhirat dengan kehinaan dunia yang sedikit; lebih memilih hawa nafsu mereka daripada mengikuti perintah Allah. Demikian Ibnu Jarir dalam tafsirnya.

    Dikemukakan oleh al Qurthubi, kerugian mereka itu berupa kehancuran mereka di dunia dan siksa jahannam di akhirat. Hal itu dijelaskan dalam ayat selanjutnya:

أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُوْلِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ آمَنُوا قَدْ أَنزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا

     “Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu”, (QS. Ath Thalaaq (65): 10)

Kembali kepada Syariah


      Bertolak dari paparan di atas, jelaslah perilaku penduduk sebuah negeri yang mengingkari, menolak dan meninggalkan syariah akan membuahkan akibat buruk bagi pelakunya di dunia dan akhirat.

Hal ini juga ditegaskan dalam beberapa ayat lainnya, seperti Firman Allah SWT:

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللّهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

     “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al Maidah (5) 49)

     Musibah yang menimpa kaum yang menolak syariah itu harus dipandang sebagai peringatan agar segera kembali kepada syariahNya. Allah SWT Berfirman

وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّبِيٍّ إِلاَّ أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ

     “Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri”. (QS. Al A'raf (7): 94)

     Jika mereka segera sadar dan kembali kepada syariahNya, mereka akan menuai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam QS al A’raf (97): 96 ditegaskan, seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya akan dilimpahkan Allah SWT kepada mereka berkah dari langit dan bumi.

     Pandangan ini pula yang harus kita gunakan untuk menilai berbagai musibah menimpa negeri ini. Namun jika semua musibah itu masih dianggap sepi dan tidak segera menyadarkan penduduknya untuk kembali kepada syariahNya, lalu peringatan apalagi yang ditunggu? Kita berlindung kepada Allah dari semua musibah dan azabNya. Amiin.

Wal Lah a’lam bi al shawab.



Rokhmat S. labib, M.E.I.


Media Umat Edisi 22, 5-18 Dzulqaidah 1430 H/23 Oktober – 5 November 2009, Hal 11

No comments