Riba Pesona Tersembunyi Kapitalis
Sistem Ekonomi Riba; Pasti Musnah
Jumat, 17 Juli 2009 / 24 Rajabالَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا
سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba [174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila [175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu [176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah [177]. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa [178.” (QS. Al Baqarah (2) : 275-276)
Notes:
[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[175] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
Tafsir Ayat Riba
Muhammad Ali As Shabuni dalam Tafsir Ayatul Ahkam mengatakan bahwa maksud “makan” pada ayat di atas adalah mengambil dan membelanjakannya. Di gunakannya kata makan di sini mengingat maksud utama mengambil dan membelanjakan riba adalah untuk di makan.
Sebab makan adalah memenuh kebutuhan pokok. Membelanjakan untuk keperluan lain adalah memenuhi kebutuhan sekunder. Selain itu, kata “makan” ini sering dipakai dengan arti mempergunakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.
Para pemakan riba pada ayat di atas di persamakan dengan orang-orang yang kesurupan, merupakan ungkapan yang halus sekali. Yakni, Allah SWT memasukkan riba ke dalam perut mereka itu sehingga memberatkan mereka. Hingga akan menjadi tanda mereka nanti di hari kiamat sehingga semua orang mengenalinya.
Para pemakan riba itu keterlaluan dalam menganggap riba dengan jual beli yang halal, yakni mereka menghalalkan riba seperti jual beli dan mengharamkan riba.
Allah SWT akan memusnahkan riba dan menumbuhkan shadaqah atau zakat. Para pemakan riba mencari keuntungan dengan muamalah riba. Sedangkan para penolak bayar zakat hendak mencari keuntungan dengan menolak membayar zakat yang telah disyariatkan Allah SWT agar diambil dari sebagian harta orang muslim untuk disucikan.
Allah SWT justru menerangkan bahwa riba itu menyebabkan kurangnya harta dan menjadi sebab tidak berkembangnya harta. Sedangkan zakat adalah penyebab tumbuhnya harta dan bukan penyebab berkurangnya harta.
Hukum Riba
Dalam ayat di atas jelas haramnya riba. Allah SWT Berfirman: “Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Keharaman riba itu ditegaskan kembali oleh Allah SWT dalam Firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Al Baqarah (2):278)
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al Baqarah (2):279)
Riba dengan segala macamnya di haramkan berdasarkan nash-nash yang tegas di atas, sedikit ataupun banyak hukumnya sama. Tepat sekali apa yang difirmankan Allah: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
Riba yang di haramkan oleh Islam itu ada dua macam: riba nasiah dan riba fadhl. Riba nasiah adalah seorang menghutangi uang dalam jumlah tertentu, misalnya sebulan atau setahun, dengan syarat berbunga sebagai imbalan batas waktu yang diberikan itu.
Ibnu Jarir berkata : Di zaman jahiliyyah, biasa terjadi seseorang meminjami uang kepada orang lain untuk waktu tertentu. Kemudian apabila batas waktu yang diberikan itu sudah habis, ia minta uang tersebut untuk dikembalikan. Lalu orang yang berhutang tadi mengatakan kepada yang memberi hutang: “Berilah aku waktu, dengan uangmu itu akan ku bayar lebih. Lalu keduanya sepakat untuk melaksanakan. Itulah riba yang berlipat ganda. Kemudian mereka masuk Islam dan dilarangnya praktek semacam itu”.
Riba semacam inilah yang kini berlaku di bank-bank dimana mereka mengambil keuntungan tertentu, sebesar sekian persen-sekian persen.
Riba fahdl adalah manakala seorang menukarkan barangnya dengan barang sejenis dengan suatu tambahan. Misalnya gandum 1 kg dengan gandum 2 kg. dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gnadum, beras dengan beras, kurma dengan kurma,, garam dengan garam, harus ditukar dengan setara dan kontan. Siapa saja yang menambah atau minta tambah berarti telah berbuat riba. Yang menerima dan membei adalah sama”. (HR. Muslim).
Dalam hadits lain dikatakan: “Tetapi kalau jenis-jenis itu berbeda maka juallah/tukarlah sesukamau, asal secara kontan”. (HR. Muslim).
Riba fadhl itu kini terjadi pada bursa-bursa barang (future trading) maupun bursa-bursa uang.
Bahaya Sistem Riba
Apapun jenisnya, riba dilaknat oleh Allah dan RasulNya. Diriwayatkan bahwa sahabat Jabir r.a berkata:
“Rasulullah saw melaknat orang yang makan riba, yang memberi makan riba dengan harta riba, penulis riba, dan saksi riba dan dia bersabda semuanya sama”.
Dan perbankan ribawi inilah yang kini mengendalikan sistem perekonomian dunia. Bahkan bank-bank sentral di berbagai negara pun kini tidaklah di bawah kendali kepala negara, tetapi justru di bawah kendali IMF dan Bank Dunia yang merupakan alat dari para rentenir kelas dunia.
Di samping itu, sistem perekonomian dunia dikendalikan dengan online-nya sistem bursa di seluruh dunia dan berbagai perundangan yang meliberalkan sistem keuangan dan modal yang kerap menimbulkan krisis keuangan dan sangat rentan dengan pelarian modal (capital flight).
Sistem pasar saham dan pasar uang yang merupakan riba (riba fadhl) inilah yang telah menjatuhkan bursa saham dari bank-bank pada tahun 1930an (great depression) sehingga menjadi krisis global selama 10 tahun yang menyebabkan terjadinya perang dunia kedua (1939).
Dan inilah yang terjadi pada krisis global hari ini di mana bank-bank dan perusahaan skuritas di AS berjatuhan.
Kesimpulan
Sistem perekonomian ribawi yang dilaknat Allah adalah sistem yang menguntungkan segelintir konglomerat dan para bankir, namun menyengsarakan mayoritas penduduk dunia.
Sistem ekonomi tersebut secara siklik akan mengalami krisis karena hakikat dari sistem ribawi adalah tidak mendorong pertumbuhan harta tapi sekedar pertumbuhan modal yang itu lebih merupakan permainan angka-angka karena mayoritas sistem ekonomi ribawi itu adalah sector riil
Lebih dari itu, sistem tersebut adalah sistem yang diharamkan dan dilaknat oleh Allah SWT sehingga tidak ada keberkahan di dalamnya. Wallahu’alam
Notes:
[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[175] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
Tafsir Ayat Riba
Muhammad Ali As Shabuni dalam Tafsir Ayatul Ahkam mengatakan bahwa maksud “makan” pada ayat di atas adalah mengambil dan membelanjakannya. Di gunakannya kata makan di sini mengingat maksud utama mengambil dan membelanjakan riba adalah untuk di makan.
Sebab makan adalah memenuh kebutuhan pokok. Membelanjakan untuk keperluan lain adalah memenuhi kebutuhan sekunder. Selain itu, kata “makan” ini sering dipakai dengan arti mempergunakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.
Para pemakan riba pada ayat di atas di persamakan dengan orang-orang yang kesurupan, merupakan ungkapan yang halus sekali. Yakni, Allah SWT memasukkan riba ke dalam perut mereka itu sehingga memberatkan mereka. Hingga akan menjadi tanda mereka nanti di hari kiamat sehingga semua orang mengenalinya.
Para pemakan riba itu keterlaluan dalam menganggap riba dengan jual beli yang halal, yakni mereka menghalalkan riba seperti jual beli dan mengharamkan riba.
Allah SWT akan memusnahkan riba dan menumbuhkan shadaqah atau zakat. Para pemakan riba mencari keuntungan dengan muamalah riba. Sedangkan para penolak bayar zakat hendak mencari keuntungan dengan menolak membayar zakat yang telah disyariatkan Allah SWT agar diambil dari sebagian harta orang muslim untuk disucikan.
Allah SWT justru menerangkan bahwa riba itu menyebabkan kurangnya harta dan menjadi sebab tidak berkembangnya harta. Sedangkan zakat adalah penyebab tumbuhnya harta dan bukan penyebab berkurangnya harta.
Hukum Riba
Dalam ayat di atas jelas haramnya riba. Allah SWT Berfirman: “Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Keharaman riba itu ditegaskan kembali oleh Allah SWT dalam Firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Al Baqarah (2):278)
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al Baqarah (2):279)
Riba dengan segala macamnya di haramkan berdasarkan nash-nash yang tegas di atas, sedikit ataupun banyak hukumnya sama. Tepat sekali apa yang difirmankan Allah: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
Riba yang di haramkan oleh Islam itu ada dua macam: riba nasiah dan riba fadhl. Riba nasiah adalah seorang menghutangi uang dalam jumlah tertentu, misalnya sebulan atau setahun, dengan syarat berbunga sebagai imbalan batas waktu yang diberikan itu.
Ibnu Jarir berkata : Di zaman jahiliyyah, biasa terjadi seseorang meminjami uang kepada orang lain untuk waktu tertentu. Kemudian apabila batas waktu yang diberikan itu sudah habis, ia minta uang tersebut untuk dikembalikan. Lalu orang yang berhutang tadi mengatakan kepada yang memberi hutang: “Berilah aku waktu, dengan uangmu itu akan ku bayar lebih. Lalu keduanya sepakat untuk melaksanakan. Itulah riba yang berlipat ganda. Kemudian mereka masuk Islam dan dilarangnya praktek semacam itu”.
Riba semacam inilah yang kini berlaku di bank-bank dimana mereka mengambil keuntungan tertentu, sebesar sekian persen-sekian persen.
Riba fahdl adalah manakala seorang menukarkan barangnya dengan barang sejenis dengan suatu tambahan. Misalnya gandum 1 kg dengan gandum 2 kg. dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gnadum, beras dengan beras, kurma dengan kurma,, garam dengan garam, harus ditukar dengan setara dan kontan. Siapa saja yang menambah atau minta tambah berarti telah berbuat riba. Yang menerima dan membei adalah sama”. (HR. Muslim).
Dalam hadits lain dikatakan: “Tetapi kalau jenis-jenis itu berbeda maka juallah/tukarlah sesukamau, asal secara kontan”. (HR. Muslim).
Riba fadhl itu kini terjadi pada bursa-bursa barang (future trading) maupun bursa-bursa uang.
Bahaya Sistem Riba
Apapun jenisnya, riba dilaknat oleh Allah dan RasulNya. Diriwayatkan bahwa sahabat Jabir r.a berkata:
“Rasulullah saw melaknat orang yang makan riba, yang memberi makan riba dengan harta riba, penulis riba, dan saksi riba dan dia bersabda semuanya sama”.
Dan perbankan ribawi inilah yang kini mengendalikan sistem perekonomian dunia. Bahkan bank-bank sentral di berbagai negara pun kini tidaklah di bawah kendali kepala negara, tetapi justru di bawah kendali IMF dan Bank Dunia yang merupakan alat dari para rentenir kelas dunia.
Di samping itu, sistem perekonomian dunia dikendalikan dengan online-nya sistem bursa di seluruh dunia dan berbagai perundangan yang meliberalkan sistem keuangan dan modal yang kerap menimbulkan krisis keuangan dan sangat rentan dengan pelarian modal (capital flight).
Sistem pasar saham dan pasar uang yang merupakan riba (riba fadhl) inilah yang telah menjatuhkan bursa saham dari bank-bank pada tahun 1930an (great depression) sehingga menjadi krisis global selama 10 tahun yang menyebabkan terjadinya perang dunia kedua (1939).
Dan inilah yang terjadi pada krisis global hari ini di mana bank-bank dan perusahaan skuritas di AS berjatuhan.
Kesimpulan
Sistem perekonomian ribawi yang dilaknat Allah adalah sistem yang menguntungkan segelintir konglomerat dan para bankir, namun menyengsarakan mayoritas penduduk dunia.
Sistem ekonomi tersebut secara siklik akan mengalami krisis karena hakikat dari sistem ribawi adalah tidak mendorong pertumbuhan harta tapi sekedar pertumbuhan modal yang itu lebih merupakan permainan angka-angka karena mayoritas sistem ekonomi ribawi itu adalah sector riil
Lebih dari itu, sistem tersebut adalah sistem yang diharamkan dan dilaknat oleh Allah SWT sehingga tidak ada keberkahan di dalamnya. Wallahu’alam
KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i
(Pimpinan Perguruan As Syafi’iyyah)
(Pimpinan Perguruan As Syafi’iyyah)
Suara Islam Edisi 68, Tanggal 5-19 Juni 2009 M/11-25 Jumadil Akhir 1430 H
No comments