Ikuti Jalan Islam, Yuk!
Ikuti Jalan Islam!
Jumat, 03 Juli 2009 / 10 Rajab 1430وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) [521], karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”. (QS. Al An’am (6):153)
[521] Maksudnya: janganlah kamu mengikuti agama-agama dan kepercayaan yang lain dari Islam
Dalam menempuh kehidupan manusia yang dihadapkan banyak pilihan. Termasuk dalam memilih jalan hidup, yang banyak tersedia. Hanya saja, di antara jalan itu ada yang benar dan ada yang salah; jalan yang lurus dan yang bengkok; jalan yang mengantarkan kepada surga dan ridla-Nya dan yang menjerumuskan kepada neraka dan murka-Nya.
Ayat di atas memberikan panduan kepada kita agar tidak salah memilih jalan. Jalan yang benar, lurus dan mengantarkan pelakunya meraih bahagia, ridla, dan surga-Nya itu adalah Islam.
Islam Jalan Lurus.
Allah SWT Berfirman: Wa anna hadza shirathi mustaqim [an] (dan bahwa -yang Kami perintahkan- ini adalah jalan-Ku yang lurus).
Menurut Ibnu Jarir al Thabari, al Khazin, dan al Baghawi; kata hadza dalam ayat ini menunjuk kepada kandungan dua ayat sebelumnya. Dalam QS Al An’am (6): 151 disebutkan agar manusia tidak menyekutukan Allah SWT, berbuat baik kepada kedua orang tuanya, tidak membunuh anak-anak mereka, tidak mendekati perbuatan fahisyah (keji) an tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan cara benar.
Lalu dalam ayat berikutnya diwasiatkan agar tidak mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara lebih bermanfaat, menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil, berkata dan berlaku adil walaupun dengan kerabat dan memenuhi janji Allah.
Menurut Ibnu ‘Abbas, sebagaimana dikutip Al Alusi, kata hadza tidak hanya menunjuk kepada wasiat yang disampaikan dalam dua ayat sebelumnya itu, namun kepada seluruh syariah Rasulullah SAW.
Pandangan yang sama juga dikemukakan Ibnu ‘Athiyah dan Abdurahman al Sa’di dalam tafsir mereka. Semua wasiat itu, baik dalam dua ayat sebelumnya maupun seluruh syariah adalah shirathi (jalanKu).
Kata shirathi disini bermakna thariqi wa dini (jalanKu dan agamaKu). Demikian al Baghawi dalam tafsirnya. Dituturkan Ibnu Jarir al Thabari bahwa jalan dan agamaNya itulah yang diridlai Allah bagi hambaNya. Yang dimaksud dengan tentulah Islam. Sebab, hanya Islam yang diridlaiNya untuk menjadi agama hamba-Nya.
Allah SWT Berfirman:
....الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa [398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Maidah (5) :3)
[398] Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.
Allah SWT Berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab [189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali Imran (3): 19)
[189]Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Qur'an.
Kemudian ditegaskan bahwa jalan dan agamaNya itu memiliki sifat mustaqim (an) yang lurus. Kata tersebut berarti qawim-an la I’waja fih (lurus, tidak ada kebengkokkan sama sekali didalamnya). Demikian Ibnu Jarir al Thabari dan al Khazin dalam tafsir mereka. Bahwa jalan Allah SWT adalah jalan yang lurus juga disampaikan dalam firmanNya:
وَهَـذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ
“Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (QS. Al An’am (6):126)
Dan juga Allah SWT Berfirman:
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
“Tunjukilah [8] kami jalan yang lurus,” (QS. Alfatihah (1):6)
[8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata "hidayaat": memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. Yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
Terhadap jalan tersebut, manusia diperintahkan untuk; faittabi’uhu (maka ikutilah dia). Kata ini mencangkup mengimani dan mengamalkannya. Semua yang diperintahkan Islam, dikerjakan. Sebaliknya, semua yang dilarangnya, ditinggalkan dan dijauhi. Sikap tunduk dan patuh terhadap Islam itu harus diberlakukan terhadap ketentuan syariah secara kaffah.
Allah SWT Berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah (2): 208)
Jangan Ikuti jalan lain
Perintah tersebut dipertegas dengan larangan mengikuti jalan selainnya. Allah SWT Berfirman: Wala tattabi’u al subul (dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain). Kata al subul merupakan bentuk jamak dari kata al sabil. Diterangkan al Baidhawi, pengertian al subul di sini adalah semua agama yang berbeda dan jalan yang mengikuti hawa nafsu.
Al Nasafi dan al Zamakhsyari menyatakan bahwa jalan yang berbeda dalam agama itu adalah Yahudi, Nasrani, dan Majusi dan semua bid’ah dan kesesatan. Juga, semua agama selain itu, karena semua bid’ah dan sesat. Demikian Ibnu Jarir al Thabari dalam tafsirnya.
Oleh karena itu, ideologi Kapitalisme beserta turunannya yang kini banyak dijadikan sebagai jalan hidup, baik oleh individu maupun egara, dapat dimasukkan didalamnya. Demikian juga semua ide turunannya, seperti pluralisme, liberalisme, HAM, demokrasi dan sebagainya.
Juga ideologi Komunisme-Sosialisme beserta ide-ide cabangnya yang sudah tumbang. Termasuk juga nasionalisme, pragmatisme, hedonisme dan berbagai isme sesat lainnya. Kata al subul yang berbentuk jamak sebagaimana dijelaskan ibnu Katsir menunjukkan bahwa agama, paham, dan ideologi yang sesat itu memang banyak jumlahnya.
Terhadap semua agama, paham dan ideologi sesat itu, manusia dilarang mengikutinya. Apabila diikuti, maka fatafarraqa bikum ‘an sabilihi (karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya). Itulah yang akan terjadi jika manusia mengikuti jalan-jalan selain Islam.
Manusia akan terpisah-pisah dan tercerai berai dari sabilihi. Pengertian sabilihi disini adalah Islam. Berbeda dangan jalan sesat yang diungkapkan dengan bentuk jamak (al subul), jalan yang benar itu diungkapkan dalam bentuk tunggal (sabili). Itu menun ujukkan bahwa jalan kebenaran itu hanya satu dan tidak berbilang, yakni Islam.
Kemudian Allah SWT berfirman: dzalikum washshakum bihi (yang demikian itu diperintahkan Allah kepaamu). Kata dzalikum merujuk kepada penjelasan, perintah dan larangan yang disampaikan sebelumnya dalam ayat ini.
Ditegaskan bahwa semuanya merupakan wasiat Allah SWT yang diberikan kepada hambaNya. Tentulah nasihat itu demi kebaikan manusia sendiri sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT berikutnya: la’allakum tattaqun (agar kamu bertaqwa).
Bertakwa adalah sikap taat dan patuh terhadap semua perintah dan laranganNya. Ketika derajat menjadi muttaqin (hamba yang bertakwa) dapat diraih, berbagai kebaikan dapat diperoleh. Orang yang bertakwa dijanjikan senantiasa diberikan jalur keluar dan rezeki yang tidak disangka-sangka, dimudahkan semua urusannya, dihapus kesalahan-kesalahannya dan dilipat gandakan pahalanya.
Allah SWT Berfirman:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”.
-
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِن نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُوْلَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan- perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. “
ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
“Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya”. (QS. Al Thalaq (65): 2-5).
Disediakan pula surga yang lusanya seluas langit dan bumi
Allah SWT Berfirman:
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Jika dilakukan penduduk suatu negeri, akan dilimpahkan berkah dari langit dan bumi.
Allah SWT berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS Al A’raf (7):96).
Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Katsir dan al Baghawi mengutip hadist riwayat Imam Ahmad dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah pernah menorehkan satu garis dengan dengan tangannya, lalu bersabda; “Ini adalah jalan Allah yang lurus.”
Lalu menorehkan garis disamping kanan dan kirinya seraya bersabda; “Ini adalah subul (jalan-jalan) tidaklah di atas setiap subul itu kecuali ada syetan yang mengajak kepadanya. Kemudian beliau membaca ayat ini.”
Hingga kini, negeri ini masih menerapkan Sekularisme-Kapitalisme-Liberalisme. Sebagaimana telah dipaparkan, ideologi ini termasuk al subul yang sesat dan dilarang diiikuti. Tak dapat dipungkiri, ideologi inilah yang menjadi biang penyebab bencana dan krisis multidimensi, tidak hanya di negeri ini bahkan di seluruh dunia.
Sudah selayaknya jalan itu segera dicampakkan dan diganti dengan jalan baru yang benar, lurus dan mengantarkan pelakunya meraih bahagia di dunia dan akhirat. Jalan tersebut tak lain adalah tak lain adalah Islam yang diterapkan secara kaffah dalam naungan Daulah khilafah.
Wallahu’alam bishowab
Rokhmat S. labib, M.E.I.
Media Umat Edisi 14, 11-24 Jumadil Akhir 1430 H/5-18 Juni 2009
No comments