Mengelola Sekolah Islam Yang Unggul (3)
Mengelola Sekolah Islam Yang Unggul (3)
Selasa, 08 Desember 2009 / 21 Zulhijjah 1430

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bu Erma, saya dari Sumbar, Saya mau tanya bagaimana mengelola sekolah yang baru didirikan agar berkualitas dan tidak melenceng dari visinya. Kami mendirikan SDIT, ingin mempunyai keunggulan, misal di bidang ilmu Islam, tentu banyak langkahnya. Kami baru buka Juli mendatang. Mohon uraian Ibu.
Sukran
Hp+628136301****
Hp+628136301****
III. Mempersiapkan Kurikulum SD Islam
Maju/mundurnya suatu umat ditentukan oleh kualitas manusianya. Kualitas manusia dibina melalui pendidikan. Pendidikan yang menekankan kepada kemampuan hidup (life skills) semata akan mencetak manusia-manusia robot yang malas berpikir.
Inilah ciri-ciri pendidikan di negara-negara berkembang. Walhasil, masyarakatnya cenderung mudah dikendalikan, ditipu dan dikelabui oleh pihak-pihak yang kuat. Salah satu contohnya terlihat pada aktivitas perploncoan yang sering memakan korban.
Toh para pelajar dan mahasiswa kita tetap saja patuh tunduk kepada seniornya, walaupun mereka harus menderita fisik dan mental. Contoh lain, adalah penguasaan kekayaan negara dan haluan politik oleh bangsa asing.
Tragisnya, pendidikan model ini sering dengan istilah “Meningkatkan daya saing di dunia Internasional” walaupun pada faktanya kita hanya berada di posisi tenaga teknis, bukan pembuat kebijakan (manajerial).
Pendidikan model berikutnya menekankan kepada kebebasan berpikir. Pendidikan ini akan mencetak manusia-manusia yang hebat di dunia tetapi ingkar/angkuh kepada Tuhan. Inilah ciri-ciri pendidikan Barat.
Kekaguman Umat Islam akan kemajuan Barat sering menutup mata kita akan keingkaran dan keangkuhan ulama Barat terhadap Allah. Hanya pendidikan Islamlah yang mampu mencetak manusia unggul dan utuh, menguasai dunia dan tunduk patuh kepada Sang Pencipta.
Sejarah keemasan Umat Islam adalah bukti yang tidak terbantahkan. Apalagi didukung fakta saat ini, dimana pendidikan sekuler telah membawa Umat Islam ke posisi yang terpuruk dan terhinakan. Lalu, bagaimanakah sekolah-sekolah Islam bisa mempersiapkan kurikulum Islam?
Untuk tingkat SD, sekolah hendaknya memfokuskan pada pembinaan akidah, bahasa, fikih individu, matematika dan sains dasar. Pembinaan akidah ini meliputi keyakinan kepada Allah Sang Pencipta beserta sifat-sifat muliaNya dan sejarah Islam atau kisah-kisah yang menguatkan akidah.
Bahasa meliputi pengembangan kecerdasan/akal, latihan berpikir, penguasaan kosakata untuk memahami informasi, dan pengasahan kemampuan berkomunikasi. Fikih individu meliputi fikih fardlu’ain (sholat, puasa, dsb), akhlaq dan adab.
Matematika dasar diperlukan sebagai bekal hidup bermasyarakat dan mempertajam akal. Sains dasar diperlukan untuk mengikis kurafat, mempertajam akidah Islam, dan mendukung pemahaman fikih (misalnya: klasifikasi makanan halal dan haram).
Ilmu-ilmu yang wajib dihindari pada tingkat SD adalah dongeng-dongeng syirik dan menyesatkan, ajaran yang mendorong siswa untuk melakukan perusakan (misal: hak anak untuk bebas berekspresi, yang seharusnya diajarkan kepada para orang tua), dan ilmu-ilmu yang menimbulkan keraguan dalam beragama (misal: Pluralisme dan demokrasi).
Ilmu-ilmu yang layak dihindari adalah ilmu-ilmu yang membebani otak anak dan kurang jelas manfaatnya, seperti menghafal data geografis, menghafal nama-nama tarian daerah, dsb.
Hafalan (30 Juz) Al Qur’an dan Hadits merupakan ilmu fardlu kifayah (bukan fardlu’ain), yang sangat baik untuk dikuasai siswa selama tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar. Kerugian ini bisa disebabkan beberapa faktor, antara lain:
- Apabila beban pelajaran yang diberikan terlalu berat sehingga menimbulkan stress pada anak didik.
- Terbengkalainya ilmu-ilmu fardlu’ain. Salah satu contohnya adalah sekolah yang berhasil mencetak anak-anak didik yang hafal Al Qur’an tetapi tidak paham kewajiban menutup aurat.
- Apabila faktor-faktor di atas ada, sekolah bisa mengambil jalan untuk menjadikan hafalan Al Qur’an dan Hadits sebagai mata pelajaran khusus atau pilihan, di mana hanya anak didik yang memenuhi kriteria tertentu yang boleh memperdalamnya.
Universitas sekaliber Al Azhar Kairo saja hanya mensyaratkan calon mahasiswa untuk hafal 2-3 juz kecuali untuk jurusan-jurusan tertentu.
Dengan memperhatikan pemetaan ilmu di atas, terlihat jelas bahwa sekolah Islam tidak bisa hanya membebek kepada kurikulum nasional yang sekuler, terlalu padat, dan seringkali menyesatkan.
Apalagi jika beban berat ini masih di tambah dengan hafalan Al Qur’an dan Hadits (agar anak didik terlihat hebat), sementara yang fardlu’ain terlantar.
Pilihan untuk melepaskan diri dari kurikulum nasional bukanlah pilihan yang popular. Kebanyakan sekolah Islam memilih untuk menambahkan kurikulum Islam ke dalam kurikulum nasional yang sudah berat dan padat.
Padahal, kurikulum yang terlalu padat berbahaya bagi perkembangan kecerdasan anak-anak. Disinilah idealisme kita berbenturan dengan fakta. Disinilah kita perlu mengkaji ulang niat dan orientasi kita dalam membangun sebuah sekolah Islam
Erma Pawitasari, M.Ed
Pakar Pendidikan
Pakar Pendidikan
Suara Islam Edisi 79, Tanggal 21 Agustus-4 September 2009 M/30 Sya’ban-14 Ramadhan 1430 H, Hal 20
No comments