Anak Balita Membaca
24 Agustus 2010 / 14 Ramadhan 1431 H


Bu Erma, saya seorang ayah yang mempunyai anak usia 3 tahun. Saya ingin sekali menumbuhkan minat baca dari usia dini pada anak saya. Apa yang sebaiknya saya lakukan?

Andi
HP.0219105****

Pak Andi yang baik, tiap anak itu unik, maka sesungguhnya tidak ada formula yang pasti tepat untuk semua anak. Saya hanya bisa berbagi informasi seputar emergent readers (pembaca pemula) dan beberapa langkah yang mungkin bisa dicoba.

Pak Andi, hal paling pokok dalam pendidikan anak adalah modeling. Ini berlaku dalam penanaman karakter secara umum, termasuk dalam masalah kebiasaan membaca. Coba Bapak perhatikan bagaimana anak-anak sudah tertarik pada HP di usia dini.

Hal ini tidak lain karena mereka telah menyaksikan bagaimana para orang dewasa memegang HP setiap saat, dan asyik masyuk bahkan di tengah-tengah kesibukan manusia disekitarnya.

Mereka menjadi penasaran terhadap barang ajaib itu sehingga mendorong minat yang luar biasa padanya. Tak jarang, anak-anak balita pun sudah bisa mengoperasikan HP tanpa perlu belajar.

Demikian pula anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang suka membaca akan tumbuh minat baca pada diri mereka. Anak-anak ini ingin tahu apa yang menyebabkan orang-orang disekitarnya begitu menikmati buku.

Oleh karena itu, marilah kita budayakan membaca pada para orang tua terlebih dahulu, maka Insya Allah anak-anak kita akan melesat melebihi kita.

Pak Andi yang saya hormati, ada satu hal yang perlu dijaga betul dalam menumbuhkan minat baca ini. Orang tua kadang terlalu bersemangat ingin anaknya bisa membaca sejak usia dini sehingga alih-alih menumbuhkan minat baca, yang terjadi malah sebaliknya.

Anak menjadi trauma dengan buku dan enggan menyentuhnya. Di Finlandia, negara yang terkenal dengan anak-anak terpandai nomor satu sedunia, anak-anaknya baru mulai membaca pada usia 7 tahun.

Senada dengan ini, Ustadz Abdurrahman al Baghdadi dalam bukunya Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah mengatakan bahwa seharusnya anak-anak baru diajar membaca dan menulis secara formal dan rutin pada usia 7 tahun, dengan mengqiyaskan pada perintah sholat.

Jadi, sangat berbeda dengan kultur “modern” masyarakat Indonesia yang terburu-buru menginginkan anak-anak balitanya bisa membaca, sampai-sampai anak-anak TK pun sudah dikirim les baca.

Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai memilihkan metode baca yang tepat bagi mereka sehingga bisa menumbuhkan minat baca yang tinggi tanpa merusak pertumbuhan emosinya.

Untuk itu, beberapa langkah berikut Insya Allah baik untuk dilakukan.

1. Sediakan buku-buku bacaan untuk anak dan tunjukkan ketertarikan keluarga pada buku-buku tersebut. Misalnya, walaupun si dede tidak mau ikut membaca/mendengarkan cerita yang dibacakan, tetaplah membaca buku-buku tersebut secara lantang dan bersemangat menunjukkan bahwa Anda sedang menikmati bacaan tersebut.

2. Ketika membacakan, jangan terfokus pada kata perkata yang ditulis oleh pengarangnya. Berimprovisasilah sesuai dengan ketertarikan anak. Misalnya, pada suatu halaman tertulis:

“Abu Bakar adalah sahabat Nabi yang sangat lembut dan penuh kasih sayang. Wajahnya penuh kedamaian, senyumnya sangat menentramkan, tingkah lakunya memberikan ketenangan.”

Bacaan seperti ini sangat membosankan bagi anak-anak balita. Pak Andi bisa mengubahnya menjadi lebih interaktif, misalnya, “Wah lihat! Ini yang namanya Abu Bakar!

Menurut Dede, orangnya baik atau tidak? Bikin takut, tidak? Menurut papa, beliau orang baik. Lihat ni, beliau selalu tersenyum! Yang ini siapa ya? Oh, ini pasti teman-temannya. Wah, teman-temannya banyak ya, jadi beliau pasti orang baik tuh!

Yah kan? Kan kalau anak baik temannya pasti banyak. Kayak Dede, kan? Kalau suka memukul pasti tidak punya teman. Ya kan?”

3. Ketika anak mulai kehilangan konsentrasi pada buku yang sedang dibaca, carilah obyek dalam buku, mungkin di halaman lain, yang menarik perhatiannya, misal bagi anak yang suka dengan kereta:

“Wah, ada keretanya! Lihat, keretanya warnanya apa ya? Kuning ya? Dede, kalau kayak gini, warnanya kuning ya?” jika anak tetap tidak tertarik, jangan dipaksa. Mungkin dia sudah capai atau sedang ingin bermain yang lain. Nanti saja kita carikan waktu lagi.

4. Carilah buku yang ceritanya bisa diprediksi dengan mudah oleh anak kita. Misalnya: “Nisa sangat kaget melihat banyak kecoa di kamar mandi. Dia pun berteriak…” lalu ganti halaman berikutnya.

“Aaaaaa…!!!” pada halaman berikutnya. Pada saat tiba di halaman tersebut, biarkan si Dede yang membaca. Cukup tanyakan, “Apa ini bacanya, Nak? Bagaimana suara orang berteriak?”

Setelah si Dede menjawab, “Aaaa…!, kita puji keberhasilan dia membaca, “Wah hebat! Anak papa sudah bisa baca! Iya, benar…ini bacanya aaaaa!!!” buku bacaan yang mengulang-ngulang ceritanya juga cocok untuk anak-anak usia ini.

Atau, buku yang dibaca secara berulang-ulang (anak balita masih suka membaca / mendengarkan cerita yang sama berulang-ulang) bisa menjadi sarana mereka menunjukkan kemampuan membacanya walaupun sebenarnya merupakan hasil hafalan.

Ini akan memupuk rasa percaya diri terhadap kemampuan membaca. Buku bergambar semacam 1000 words biasanya juga sangat disenangi anak-anak. Jika keluarga anda bukan keluarga bilingual, maka bacalah buku tersebut dalam bahasa ibunya (yakni Bahasa Indonesia).

Misalnya, di bawah gambar anggur tertulis “grape” maka tetaplah membacanya sebagai anggur. Tujuannya memang bukan untuk mengajarkan membaca, melainkan mengenalkan benda serta menyampaikan pesan kepada anak-anak bahwa tulisan/huruf dibuat untuk menyampaikan makna (memberikan informasi).

Berhubung tempatnya sangat terbatas, saya akhiri dengan pesan untuk membacakan cerita sebelum tidur setiap hari dengan teknik-teknik yang saya tunjukkan di atas, namun pilihlah cerita yang lebih kalem (tidak memicu keaktifan) sehingga cocok untuk mengantarkan anak tidur.

***Semoga Bermanfaat***

Erma Pawitasari

Pakar Pendidikan

Suara Islam Edisi 96 Tanggal 20 Agustus – 17 September 2010 M / 10 Ramadhan – 8 Syawwal 1431 H, Hal 19

View Index Konsultasi Dunia Pendidikan