Status Nikah Sirri
Status Nikah Sirri
Kamis, 25 Oktober 2012/9 Zulhijjah 1433 HAssalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kami
pasangan muda yang baru saja menikah menurut agama (nikah sirri), saya
belum mencatatkan pernikahan tersebut ke Kantor Urusan Agama (KUA) dan
belum kami umumkan secara luas.
Tujuan kami sederhana saja, kami ingin menghalalkan hubungan kami agar tidak terjerumus dalam maksiat.
Menurut Ustadz, apakah pernikahan kami merupakan solusi atau justru menjadi masalah? Atas perhatiannya kami ucapkan Jazakumullah.
Tujuan kami sederhana saja, kami ingin menghalalkan hubungan kami agar tidak terjerumus dalam maksiat.
Menurut Ustadz, apakah pernikahan kami merupakan solusi atau justru menjadi masalah? Atas perhatiannya kami ucapkan Jazakumullah.
JS, di Solo
Jawab:
Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah,
tidak banyak pasangan muda yang berpikir baik seperti Anda berdua. Anda
termasuk pemuda yang masih takut melanggar syariat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang saat ini banyak dilakukan kalangan muda-mudi, pacaran secara bebas.
Mudah-mudahan Anda berdua digolongkan dalam tujuh kelompok yang akan mendapatkan perlindungan di saat tiada perlindungan kecuali dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu pemuda yang berkata; “Aku takut kepada Allah, di saat tergoda wanita”.
Secara syariat, pernikahan Anda sudah sah selama syarat dan rukunnya terpenuhi, yaitu adanya wali, saksi, perempuan yang dinikahi, dan ijab qabul. Jika keempat rukun tersebut telah terpenuhi, maka Anda sah menjadi suami dan perempuan yang Anda nikahi menjadi istri.
Akan tetapi pernikahan itu baru sempurna jika Anda mengumumkan kepada khalayak ramai. Mengumumkan pernikahan melalui acara resepsi merupakan ajaran agama, hukumnya sunnah.
Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam Bersabda:”Laksanakan walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing”.(Riwayat Bukhari). Beliau Shallahu Alaihi Wassalam juga menegaskan,”Umumkan pernikahan, lakukan pernikahan di Masjid, dan pukullah duff (sejenis alat musik pukul)”. (Riwayat Ahmad, Hakim, dan Turmudzi).
Ketika secara diam-diam Abdurrahman bin Auf Radhiallahu’anhu melaporkan kepada Rasulullah SAW bahwa dia telah menikahi seorang wanita, maka Rasulullah SAW menganjurkan agar dia menyelenggarakan sebuah walimah.
Tujuan walimah sangat mulia, selain berbagi kebahagiaan dengan orang lain, juga menghindari fitnah. Dalam agama, menghindari fitnah itu sangat penting dan sangat dianjurkan.
Selain dianjurkan untuk mengadakan walimah, pernikahan akan lebih sempurna jika bersedia mencatatkan pernikahan tersebut kepada Kantor Urusan Agama (KUA). Tujuan pencatatan ini baik, yaitu untuk melindungi hak masing-masing pasangan, terutama istri.
Siapa yang menjamin selalu baik-baik saja? Risiko bubar selalu ada pada pasangan siapapun juga, termasuk Anda. Na’udzubillah, jika hal ini terjadi maka pihak istri yang sering menjadi korbannya.
Untuk itu, kami menganjurkan untuk segera mencatatkan pernikahan ke KUA, semata-mata untuk melindungi hak istri. Jika sudah berani menikah, maka harus pula berani menanggung segala resikonya, termasuk berani mengumumkan dan mencatatkan.
Jangan ragu-ragu dan jangan menunda-nunda, karena hal tersebut sama pentingnya dalam upaya menyelamatkan keluarga. Pada awalnya pencatatan pernikahan itu semata-mata urusan duniawi, tapi karena tujuannya justru untuk melindungi masing-masing pasangan, maka hal tersebut menjadi masalah syar’i.
Dalam hal ini berlaku kaidah fiqih saddan lidz-dzari’ah (menolak dampak negatif atau mudharat lebih didahulukan). Rasulullah SAW bersabda; “Tidak boleh ada bahaya dan saling membahayakan”.
Mudah-mudahan keluarga Anda diberkahi Allah SWT menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Amin.
Mudah-mudahan Anda berdua digolongkan dalam tujuh kelompok yang akan mendapatkan perlindungan di saat tiada perlindungan kecuali dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu pemuda yang berkata; “Aku takut kepada Allah, di saat tergoda wanita”.
Secara syariat, pernikahan Anda sudah sah selama syarat dan rukunnya terpenuhi, yaitu adanya wali, saksi, perempuan yang dinikahi, dan ijab qabul. Jika keempat rukun tersebut telah terpenuhi, maka Anda sah menjadi suami dan perempuan yang Anda nikahi menjadi istri.
Akan tetapi pernikahan itu baru sempurna jika Anda mengumumkan kepada khalayak ramai. Mengumumkan pernikahan melalui acara resepsi merupakan ajaran agama, hukumnya sunnah.
Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam Bersabda:”Laksanakan walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing”.(Riwayat Bukhari). Beliau Shallahu Alaihi Wassalam juga menegaskan,”Umumkan pernikahan, lakukan pernikahan di Masjid, dan pukullah duff (sejenis alat musik pukul)”. (Riwayat Ahmad, Hakim, dan Turmudzi).
Ketika secara diam-diam Abdurrahman bin Auf Radhiallahu’anhu melaporkan kepada Rasulullah SAW bahwa dia telah menikahi seorang wanita, maka Rasulullah SAW menganjurkan agar dia menyelenggarakan sebuah walimah.
Tujuan walimah sangat mulia, selain berbagi kebahagiaan dengan orang lain, juga menghindari fitnah. Dalam agama, menghindari fitnah itu sangat penting dan sangat dianjurkan.
Selain dianjurkan untuk mengadakan walimah, pernikahan akan lebih sempurna jika bersedia mencatatkan pernikahan tersebut kepada Kantor Urusan Agama (KUA). Tujuan pencatatan ini baik, yaitu untuk melindungi hak masing-masing pasangan, terutama istri.
Siapa yang menjamin selalu baik-baik saja? Risiko bubar selalu ada pada pasangan siapapun juga, termasuk Anda. Na’udzubillah, jika hal ini terjadi maka pihak istri yang sering menjadi korbannya.
Untuk itu, kami menganjurkan untuk segera mencatatkan pernikahan ke KUA, semata-mata untuk melindungi hak istri. Jika sudah berani menikah, maka harus pula berani menanggung segala resikonya, termasuk berani mengumumkan dan mencatatkan.
Jangan ragu-ragu dan jangan menunda-nunda, karena hal tersebut sama pentingnya dalam upaya menyelamatkan keluarga. Pada awalnya pencatatan pernikahan itu semata-mata urusan duniawi, tapi karena tujuannya justru untuk melindungi masing-masing pasangan, maka hal tersebut menjadi masalah syar’i.
Dalam hal ini berlaku kaidah fiqih saddan lidz-dzari’ah (menolak dampak negatif atau mudharat lebih didahulukan). Rasulullah SAW bersabda; “Tidak boleh ada bahaya dan saling membahayakan”.
Mudah-mudahan keluarga Anda diberkahi Allah SWT menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Amin.
Ustadz Hamim Thohari
Suara Hidayatullah | Edisi 02 | XXV | Juli 2012/Sya’ban Hal 76
No comments