Sulit Berbicara Bahasa Inggris
Sulit Berbicara Bahasa Inggris
Salaam, Bu….
Nama saya Fauzia Amama Fitra. Biasa dipanggil Amy oleh teman-teman. Bu, saya ingin sekali bisa lancar berbahasa Inggris, tapi saya paling susah mengatur kalimatnya. Saya mampu hanya untuk menulis saja, Bu, tapi saya sangat malu untuk berbicara karena saya takut salah. Tolong Bantu saya, Bu. Please help me, Bu. U***amy@yahoo.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Assalamu’alaikum Amy, terima kasih atas pertanyaannya.
Saya rasa Amy tidak sendirian dalam kesulitannya untuk menggunakan Bahasa Inggris. Mayoritas siswa di Indonesia merasa malu/ragu untuk berbicara dalam bahasa yang mereka telah pelajari sejak SD/ SMP.
Penyebab utamanya adalah metode pengajaran Bahasa Inggris (juga BAHASA secara umum) yang salah kaprah. Banyak di antara penulis buku pelajaran kita, yang kemudian diikuti oleh para pendidik, yang belum mampu memilah antara materi pendidikan tingkat dasar (TK-SMP/SMA) dengan materi perguruan tinggi.
Alhasil, materi pendidikan dasar sarat dengan teori-teori, pola-pola, dan nama-nama, yang sesungguhhnya hanya diperlukan untuk urusan akademis pada tingkat perguruan tinggi.
Sedangkan bagi pendidikan dasar, kompetensi yang diperlukan adalah kemampuan berbicara, memahami informasi lisan (mendengar), memahami informasi tertulis (membaca), dan menulis.
Salah satu bukti dari pernyataan saya di atas adalah apa yang Amy tulis sebagai “tapi saya paling susah mengatur kalimatnya.” Hal ini menunjukkan bahwa Amy telah terpenjara dalam sebuah kurungan bernama “Grammar”.
Setiap hendak berucap, lidah Amy dihentikan oleh bisikan yang mengatakan “Grammar-mu salah! Grammar-mu salah!” yang menyebabkannya ragu lalu membatalkan niat untuk berbicara.
Padahal, tujuan pembelajaran bahasa adalah agar kita bisa berkomunikasi. Grammar seharusnya menjadi alat untuk memudahkan komunikasi, bukan sebaliknya. Grammar adalah wasit yang menengahi tatkala ada perselisihan, tapi bukan satpam yang melarang kita bermain bola.
Perkataan seperti “She is like a red car” adalah salah menurut grammar, tetapi karena kalimat tersebut tidak masuk akal maka si pendengar akan merasionalkan apa yang didengar dan akan memahami bahwa yang dimaksud adalah “She likes a red car”.
Praktik seperti ini biasa terjadi di Negara-negara berbahasa Inggris, di mana para imigran “memaksakan diri” untuk berbicara semampunya, dengan grammar yang salah kaprah. Selama percakapan bisa dipahami oleh kedua belah pihak, maka semua jalan terus.
Malu/takut salah juga bisa disebabkan ego kita yang terlalu tinggi sehingga kita segan untuk mendapatkan koreksi dari orang lain. Padahal, dari kesalahan itulah kita belajar dan Insya Allah kesalahan membuat kita lebih mudah mengingat cara yang benar daripada hanya sekedar menghafalkan teorinya.
Misalnya saja kita berkata; “I am like red color, so I paint my room red” kemudian ada yang mengoreksi menjadi “I like red color” tidak pakai “am”. Dan kapan kamu mengecat kamar?
Sudah selesaikah atau sedang terjadi? Jika sudah selesai maka kamu katakan “I like red color, so I painted my room red” sedangkan jika sedang terjadi maka kamu katakan “I like red color, so I am painting my room red.”
Maka, jika koreksi ini membuat kita merasa tampak bodoh karena ego kita yang ingin dilihat orang pandai, maka ego inilah yang menghalangi kita untuk maju. Oleh karena itu, salah satu cara terbaik untuk menjadi lebih pandai adalah bersikap rendah hati terhadap ilmu sehingga kita tidak malu mendapatkan koreksi dari orang lain.
Bahasa juga membutuhkan praktik; semakin sering digunakan Insya Allah semakin lancar. Cobalah untuk bercerita pada diri sendiri tentang segala sesuatu dalam Bahasa Inggris.
Misalnya: “From this window, I can see people passing on the road below. That girl over there should not wear tight clothes. She wears headscrarf, alright, but her tight dress shows her body and it is forbidden in Islam”…dst…
Bisa juga Amy menyusun sebuah naskah pidato lalu merekamnya dengan recorder agar bisa kamu dengarkan kembali hasil pidatomu, mengoreksinya, lalu merekam lagi untuk perbaikan.
Dengan mengulang-ulang berbicara, Insya Allah lidah kita akan semakin lentur dan kata-kata akan lebih mudah keluar secara otomatis.
Jika Amy masih duduk di bangku sekolah / kuliah, biasakanlah untuk berbicara dengan guru Bahasa Inggris. Walaupun sebagian guru Bahasa Inggris lebih suka berbicara dengan Bahasa Indonesia, tetapi jika muridnya mengajak berbahasa Inggris, beliau tentunya akan menjawab dengan Bahasa Inggris.
Demikianlah beberapa saran yang bisa saya sampaikan. Semoga memberikan motivasi bagi Amy. Selamat mempraktikkan!
Penyebab utamanya adalah metode pengajaran Bahasa Inggris (juga BAHASA secara umum) yang salah kaprah. Banyak di antara penulis buku pelajaran kita, yang kemudian diikuti oleh para pendidik, yang belum mampu memilah antara materi pendidikan tingkat dasar (TK-SMP/SMA) dengan materi perguruan tinggi.
Alhasil, materi pendidikan dasar sarat dengan teori-teori, pola-pola, dan nama-nama, yang sesungguhhnya hanya diperlukan untuk urusan akademis pada tingkat perguruan tinggi.
Sedangkan bagi pendidikan dasar, kompetensi yang diperlukan adalah kemampuan berbicara, memahami informasi lisan (mendengar), memahami informasi tertulis (membaca), dan menulis.
Salah satu bukti dari pernyataan saya di atas adalah apa yang Amy tulis sebagai “tapi saya paling susah mengatur kalimatnya.” Hal ini menunjukkan bahwa Amy telah terpenjara dalam sebuah kurungan bernama “Grammar”.
Setiap hendak berucap, lidah Amy dihentikan oleh bisikan yang mengatakan “Grammar-mu salah! Grammar-mu salah!” yang menyebabkannya ragu lalu membatalkan niat untuk berbicara.
Padahal, tujuan pembelajaran bahasa adalah agar kita bisa berkomunikasi. Grammar seharusnya menjadi alat untuk memudahkan komunikasi, bukan sebaliknya. Grammar adalah wasit yang menengahi tatkala ada perselisihan, tapi bukan satpam yang melarang kita bermain bola.
Perkataan seperti “She is like a red car” adalah salah menurut grammar, tetapi karena kalimat tersebut tidak masuk akal maka si pendengar akan merasionalkan apa yang didengar dan akan memahami bahwa yang dimaksud adalah “She likes a red car”.
Praktik seperti ini biasa terjadi di Negara-negara berbahasa Inggris, di mana para imigran “memaksakan diri” untuk berbicara semampunya, dengan grammar yang salah kaprah. Selama percakapan bisa dipahami oleh kedua belah pihak, maka semua jalan terus.
Malu/takut salah juga bisa disebabkan ego kita yang terlalu tinggi sehingga kita segan untuk mendapatkan koreksi dari orang lain. Padahal, dari kesalahan itulah kita belajar dan Insya Allah kesalahan membuat kita lebih mudah mengingat cara yang benar daripada hanya sekedar menghafalkan teorinya.
Misalnya saja kita berkata; “I am like red color, so I paint my room red” kemudian ada yang mengoreksi menjadi “I like red color” tidak pakai “am”. Dan kapan kamu mengecat kamar?
Sudah selesaikah atau sedang terjadi? Jika sudah selesai maka kamu katakan “I like red color, so I painted my room red” sedangkan jika sedang terjadi maka kamu katakan “I like red color, so I am painting my room red.”
Maka, jika koreksi ini membuat kita merasa tampak bodoh karena ego kita yang ingin dilihat orang pandai, maka ego inilah yang menghalangi kita untuk maju. Oleh karena itu, salah satu cara terbaik untuk menjadi lebih pandai adalah bersikap rendah hati terhadap ilmu sehingga kita tidak malu mendapatkan koreksi dari orang lain.
Bahasa juga membutuhkan praktik; semakin sering digunakan Insya Allah semakin lancar. Cobalah untuk bercerita pada diri sendiri tentang segala sesuatu dalam Bahasa Inggris.
Misalnya: “From this window, I can see people passing on the road below. That girl over there should not wear tight clothes. She wears headscrarf, alright, but her tight dress shows her body and it is forbidden in Islam”…dst…
Bisa juga Amy menyusun sebuah naskah pidato lalu merekamnya dengan recorder agar bisa kamu dengarkan kembali hasil pidatomu, mengoreksinya, lalu merekam lagi untuk perbaikan.
Dengan mengulang-ulang berbicara, Insya Allah lidah kita akan semakin lentur dan kata-kata akan lebih mudah keluar secara otomatis.
Jika Amy masih duduk di bangku sekolah / kuliah, biasakanlah untuk berbicara dengan guru Bahasa Inggris. Walaupun sebagian guru Bahasa Inggris lebih suka berbicara dengan Bahasa Indonesia, tetapi jika muridnya mengajak berbahasa Inggris, beliau tentunya akan menjawab dengan Bahasa Inggris.
Demikianlah beberapa saran yang bisa saya sampaikan. Semoga memberikan motivasi bagi Amy. Selamat mempraktikkan!
Erma Pawitasari
Pakar Pendidikan
Pakar Pendidikan
Suara Islam Edisi 111 Tanggal 11 Jumadil Awal – 2 Jumadil Akhir 1432 H / 15 April – 6 Mei 2011 M, Hal 19
No comments