Breaking News

Rasa Takut Berbuah Kemuliaan

Rasa Takut Berbuah Kemuliaan
Senin 10 Juni 2013 / 1 Sya'ban 1434 H


“Siapa beribadah kepada Allah SWT hanya berdasarkan cinta maka ia seorang zindiq, dan siapa beribadah kepadaNya hanya karena berharap maka dia adalah murjiah dan siapa beribadah hanya karena rasa takut maka ia adalah seorang haurri (khawarij) dan siapa yang beribadah karena cinta, takut, dan berharap maka mereka adalah mukmin yang bertauhid”

   Qasim bin Muhammad berkisah, “Dalam satu perjalanan, saya dan beberapa orang teman satu rombongan dengan Abdullah bin Mubarak. Di sepanjang jalan kerap kali terbersit dalam hatiku satu pertanyaan. Apa yang membuat lelaki yang satu ini (maksudnya Abdullah bin Mubarak) begitu diutamakan dan dikenal banyak orang daripada kami. Jika ia shalat, puasa, dan berjihad, kami semua juga melakukannya.”

  “Hingga akhirnya kami singgah di salah satu rumah dan makan bersama di sana. Pada saat makan tiba-tiba pelita yang menerangi kami padam. Sebagian kami keluar rumah untuk mencari penerang.

   Setelah melihat lampu sudah menyala kami pun kembali masuk. Namun alangkah kagetnya, di dalam rumah kami melihat wajah dan jenggot Abdullah bin Mubarak basah oleh air mata. Hatiku kembali berbisik, mungkin rasa takut seperti inilah menjadi sebab ia diberikan keutamaan. Mungkin saja ketika lampu mati ia ingat akan hari Kiamat.” (Shifatusshafwah, Ibnul Jauzi, 4/145)

   Ketika membaca biografi Abdullah bin Mubarak, maka kita akan semakin penasaran dengan sikapnya tadi. Beliau bukanlah seorang pelaku maksiat yang bertobat, sehingga takut jika dosa-dosanya tidak terampuni.

   Beliau ahli ibadah, zuhud, mujahid dan juga ulama yang selalu menebarkan ilmunya. Singkatnya, banyak amalan kebaikan yang dilakukan Abdullah bin Mubarak yang fadhilahnya sangat luar biasa. Namun tternyata semua itu tak membuatnya merasa aman dari siksa Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT).

   Rasa takut sepert ini umum dijumpai di kalangan salafussaleh. Musa bin Mas’ud menceritakan; “Kalau kita bermajelis dengan Sufyan ats-Tsauri, maka seolah neraka sedang mengelilingi kita disebabkan rasa takut yang kita saksikan darinya”.

   Sebagian ulama salaf disebutkan terdapat syirak di wajahnya. Syirak adalah garis di wajah yang muncul karena selalu dialiri oleh air mata.

   Melihat realitas ini kita pun mulai mengerti, kenapa Allah SWT menjayakan Islam di zamannya. Sebab, memang Islam ketika itu tidak sekadar dalam ruang rapat atau di atas podium.

   Islam pada saat itu sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka. Wajar jika Allah SWT mengganjar mereka dengan kemuliaan yang akan selalu dikenang oleh sejarah.

Meraih Kemuliaan

   Orang yang mulia adalah orang yang merasa hina dan rendah di sisi Allah SWT. Perasaan seperti ini tidak mungkin digapai kecuali jika rasa takut kepadaNya telah bertahta dalam hati.

   Sebab, hadirnya rasa takut akan menjadi sumber kekuatan dalam meraih kebaikan. Fudhail bin Iyadh berkata; “Siapa yang takut kepada Allah SWT, maka rasa takutnya kepada Allah SWT akan mengantarkannya kepada setiap kebaikan.” (Tazkiyatunnufus wa tarbiyatuha kama yuqarriruhu ulamaussalaf, 119)

   Sifat inilah yang menjadi salah satu rahasia kenapa generasi Sahabat, tabiin dan tabiuttabiin mendapat predikat sebagai generasi terbaik. Rasa takut yang mereka miliki menjadi pelecut untuk selalu taat dan patuh mereka tidak sebatas pada dosa yang mereka lakukan.

   Mereka juga takut amalam kebajikannya tidak diterima oleh Allah SWT. Inilah yang menyebabkannya selalu bersegara dalam kebaikan. Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam (SAW) Bersabda; “Akan tetapi mereka (yang takut kepada Allah) adalah yang berpuasa, shalat, bersedekah dalam keadaan takut tidak diterima amalan-amalannya, mereka itulah yang akan selalu berlomba-lomba dalam kebajikan”. (Riwayat Tirmidzi dan Hakim, disepakati oleh Adzahabi)

   Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘anhu (ra) bahkan pernah berkata; “Sekiranya semua manusia dipanggil untuk memasuki surga kecuali satu orang, maka aku sangat khawatir akulah yang satu orang tersebut.” (Riwayat Ahmad)

   Kemuliaan yang diraih para salafussaleh tentu bisa berlanjut pada generasi selanjutnya. Dengan satu syarat, kita selalu berupaya meneladani dan mengikuti mereka dalam kebaikan.

   Karenanya, cita-cita mengembalikan kejayaan Islam dan kemuliaan kaum Muslimin bukanlah sesuatu yang muluk-muluk. Dengan mengikuti generasi terbaik umat ini, Allah SWT telah menjanjikan akan memberikan keridhaannya. Tidak ada kemuliaan dan kejayaan selain mendapatkan ridha dari Allah SWT.

Rasa Takut Yang Membahagiakan

   Namun rasa takut kepada Allah SWT tidak boleh dibiarkan sendirian. Tetapi mesti diimbangi dengan rasa berharap (arraja’). Jika tidak, maka rasa takut bisa mengantarkan kita pada keputusasaan. Rasa takut akan menyebabkan kita futur (lemah), sehingga Islam menjadi beban dan terasa berat bagi kita.

   Rasa takut harus selalu berpasangan dengan rasa optimis dengan janji Allah SWT yakni kasih sayang dan ampunan-Nya. Sebab, seperti itulah metode al Qur’an dalam menyampaikan Islam kepada kita. Terkadang dengan kabar dan terkadang pula dengan ancaman.

   Manhaj hidup seperti inilah yang dicontohkan oleh para Rasul. Allah SWT berfirman ketika menjelaskan sifat para utusanNya:

... إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا...

…Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas [971](QS. Al Anbiyaa' (21): 90)

[971] Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah do'anya dan khawatir akan azabnya.

   Terkait dengan permasalahan ini sebagian ulama salaf mengatakan, “Siapa beribadah kepada Allah SWT hanya berdasarkan cinta maka ia seorang zindiq, dan siapa beribadah kepadaNya hanya karena berharap maka dia adalah murjiah dan siapa beribadah hanya karena rasa takut maka ia adalah seorang haurri (khawarij) dan siapa yang beribadah karena cinta, takut, dan berharap maka mereka adalah mukmin yang bertauhid”. (Aqidatutauhid, Dr Shalih bin Fauzan, 56)

Akibat Hilangnya Rasa Takut

   Orang yang sudah hilang atau pudar rasa takutnya seperti orang yang kehilangan kendali. Mereka akan berbuat semaunya. Walhasil, pekerjaan apa pun yang mereka geluti akan selalu berujung kepada maksiat dan kedurhakaan.

   Setiap kita tentu ingin mempertahankan status kita sebagai makhluk yang mulia. Karenanya, kita harus selalu menghadirkan rasa takut kita kepada Allah SWT. Sebelum berbuat, bersikap, menetapkan kebijakan, hendaklah kita selalu bertanya apakah Allah SWT ridha dengan kebijakan, sikap dan keputusan yang kita ambil?

   Jangan sampai kita tertipu dengan tujuan yang baik sehingga lupa mengajukan pertanyaan di atas ketika hendak memilih cara dalam mewujudkan tujuan. Menegakkan yang baik harus dengan cara yang baik.

   Islam selalu menjelaskan kepada kita tujuan-tujuan yang mesti kita capai dan Islam juga menjelaskan cara-cara mencapainya.

   Ketika kita selalu menomorsatukan keridhaan Allah SWT, maka caci maki manusia dan kemurkaannya tidak akan pernah membuat kita terhina. Namun sebaliknya, jika kita mencari simpati dan keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah SWT, maka Allah SWT akan murka kepada kita dan menghinakan kita di tengah-tengah manusia.

Ahmad Rifai

Suara Hidayatullah Edisi 02 | XXV | Juli 2012, hal 92 - 93


*** 
(AniqAds. Aqilla Kenari)
 

No comments