Pengajaran Nilai bagi Anak
Pengajaran Nilai bagi Anak
Seorang wanita berkunjung ke sebuah sekolah khusus bagi anak-anak yang mengidap penyakit berat. Sekolah tersebut terletak di dalam sebuah rumah sakit anak. Usia anak yang bersekolah di sana diperkirakan oleh tim medis tidak akan mencapai 12 tahun.
Kepada guru yang mengajar di sekolah tersebut, wanita itu bertanya tentang materi dan model pembelajaran yang diberikan pada anak-anak yang hidupnya tipis tersebut.
Guru itu berkata; "Yang kami ajarkan di kelas ini adalah bagaimana agar mereka merasa aman, bersemangat, bahagia, dicintai, dan disayangi. Kelas ini dikondisikan agar anak-anak memiliki nilai-nilai kebaikan sehingga sisa hidupnya bermakna."
Wanita tersebut merenung, "Jika untuk anak-anak yang hidupnya hanya tinggal beberapa saat saja mereka diajarkan nilai-nilai kebaikan serta dikondisikan agar mereka merasa bahagia dan optimis, lalu bagaimana dengan sekolah untuk anak-anak yang memiliki kemungkinan umurnya panjang?"
Terusik dengan pertanyaan tersebut, wanita itu lalu mendirikan sebuah lembaga yang membantu sekolah agar pengajaran mengutamakan nilai-nilai positif kehidupan, dan bukan akademis semata. Konsep tersebut terilhami oleh filosofi kehidupan orang Afrika yaitu Ubuntu, Yang artinya; 'Saya, karena kamu, karena kita'.
Tujuan program ini adalah menghasilkan anak-anak yang memiliki emosi yang siap untuk belajar dan ingin belajar: siswa yang aspiratif, antusias, dan lebih kreatif. Untuk itu, sekolah melibatkan komunitas yang lebih luas dengan masyarakat sekitar sehingga dapat melakukan kolaborasi.
Program kegiatannya meliputi intervensi, pelatihan, dan dukungan bagi seluruh komunitas yaitu: kepala sekolah, guru, non-staf pengajar, siswa, orangtua, juga pengasuh untuk menemukan, menanamkan, dan menumbuhkan nilai-nilai positif tersebut baik disekolah maupun di masyarakat.
Paparan di atas mengingatkan kita akan problematika pelajar di negara kita, khususnya kekerasan. Sungguh mencengangkan ungkapan salah seorang pelaku tawuran yang menyatakan Puas dan tidak menyesal setelah melenyapkan nyawa korban sesama pelajar.
Padahal Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SWT)
Berfirman di dalam Al-Qur'an: "Barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya". (Al-Maidah [5]:32).
Mencermati fenomena tawuran yang terus meningkat baik dari segi jumlah maupun agresifitasnya, menunjukkan terjadinya kemerosotan akhlak para pelajar saat ini. Seorang ibu mengaku sangat cemas setiap anaknya pamit ke sekolah untuk menuntut ilmu.
Yang terbayang di benaknya adalah kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi setiap saat. Bercermin pada program Ubuntu, perlu sebuah gerakan serius yang melibatkan semua pihak baik sekolah, orangtua, dan masyarakat sekitar dalam mengajarkan dan menjalankan nilai-nilai akhlak mulia dalam kehidupan.
Program pendidikan masa Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam (SAW) yang menggunakan sistem halaqah (lingkaran/kelompok) sangat mengutamakan pengajaran akhlaq. Program ini bagi semua komponen masyarakat, tidak saja pada anak-anak dan remaja namun juga seluruh orang dewasa, bahkan para lansia.
Ida S. Widayanti
Penulis buku Belajar Bahagia, Bahagia Belajar
Suara Hidayatullah Edisi November 2012 / Dzulhijjah 1433, Hal 67
No comments