Imam Muzanni; Mujtahid Mazhab Syafi'I yang tawadhu'
Imam Muzanni
Mujtahid Mazhab Syafi'I yang tawadhu'
Pada abad ketiga
Hijriyah, terjadi malapetaka yang sangat besar di Iraq. Pasalnya, banyak
orang yang kecanduan dan mengalami gangguan pikiran akibat mengonsumsi
ganja. Hal itu juga terjadi pada para cendekiawan. Ketika itu ganja
digunakan untuk campuran masakan agar lebih sedap. Akibatnya, terjadilah
bencana sebagaimana diatas.
Melihat hal itu, Imam Muzanni, seorang ulama besar dari Mesir
langsung mengeluarkan fatwa haram terhadap zat adiktif tersebut. Fatwa
dari Al-Muzanni ini sempat ditentang oleh ulama lain yaitu Asad bin Amr, murid Abu Hanifah. Asad berpendapat boleh mengonsumsi ganja, karena tidak ada fatwa haram dari ulama sebelumnya seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi'I.
Tapi akhirnya semua ulama sepakat bahwa ganja haram dikonsumsi, karena telah membawa mudharat bagi masyarakat. Para ulama juga mengeluarkan fatwa agar daun ganja dibakar, uang hasil transaksi ganja haram, penjual dan yang mengonsumsinya harus diberi hukuman. Juga orang yang melakukan talak pada saat sakaw oleh ganja, talaknya jadi meskipun ia sedang tidak sadar.
Imam Muzanni, adalah seorang faqih besar bermazhab Syafi'I yang disegani pada zamannya. Imam Adz-Dzahabi mengatakan; "Al Muzanni adalah seorang faqih di negeri Mesir ketika zamannya, dan beliau adalah di antara murid yang cerdas dari Imam Asy-Syafi'I."(Mukhtashor Al 'Uluw: 201).
Imam Syafi'I mengakui bahwa Al-Muzanni merupakan salah satu muridnya yang selalu membedah mazhabnya. Muzanni mengumpulkan fatwa-fatwa Syafi'I dalam kitabnya; Mukhtashar Muzanni. Kitab tersebut berisi fatwa Imam Syafi'I di Mesir.Yang dikenal dengan Qaul Jadid.
Di dalamnya juga berisi fatwanya sendiri yang kadang berbeda dengan Imam Syafi'I. Meski Imam Muzanni diakui sebagai seorang ulama yang punya kemampuan menggali hukum-hukum langsung dari Al Qur'an dan Hadits, tapi ia tidak membikin mazhab sendiri. Menurut Wahbah Zuhaili, Imam Muzanni tidak bisa merumuskan metode ushul fiqh secara mandiri, namun mengikuti metode ushul fiqh yang telah dirumuskan oleh Imam Syafi'I. (Fi Ushul Fiqh al Islami II/1121).
Kitab Ushul fiqh tersebut bernama Ar-Risalah, yang diakui oleh para ulama sebagai fundamen terwujudnya ilmu ushul fiqh. Imam Muzanni mengaku telah berulang kali membaca kitab tersebut sehingga banyak mendapat manfaat. Al-Muzanni berkata, "Saya telah membaca kitab Ar-Risalah sebanyak 500 kali, setiap membaca, saya mendapat suatu ilmu yang baru."
Pengakuan Al Muzanni ini menunjukkan bahwa ia seorang alim yang tawadhu' dan rendah diri. Padahal, keilmuannya diakui oleh para ulama pada jamannya. Ia adalah orang yang sangat alim, pandai berdebat dan berargumentasi. Syafi'i pernah berkomentar tentangnya, "Seandainya Al Muzani terlibat perdebatan dengan setan, pasti ia akan mengalahkannya".
Ia juga termasuk orang yang sangat zahid, wara', qana'ah, dan giat berdakwah. Apabila tertinggal shalat jama'ah, maka ia menyempurnakan shalatnya dengan shalat Sunnah sebanyak 25 rakaat. Ia sering memandikan jenazah, sebagai media berintrospeksi diri dan menguatkan semangat ibadah.
Katanya, "Saya memandikan jenazah agar hatiku menjadi lentur". Di antara karya yang dihasilkan Al Muzanni antara lain: Al-jami' al-Kabir, Al-Jami' as-Shagir, Al-Muhtashar, Al-Mansur, At-Targhib Fil Ilmi, dan Al-Masailul Mu'tabarah. Kitab-kitab tersebut sampai sekarang masih terpelihara dengan baik dan dipakai oleh pencari ilmu, khususnya mereka yang ingin mendalami mazhab Syafi'i.
Bahkan menurut Baihaqi tidak ada buku dalam Islam yang manfaat dan tersebarnya melebihi Al-Muhtashar karya Al-Muzanni. Karena karya-karya tersebut Al-Muzanni mendapat gelar sebagai seorang mujtahid muntasib atau mujtahid mazhab dalam mazhab Syafi'i. Posisinya sebagai seorang mujtahid ini seringkali ditunggu fatwa-fatwanya berkaitan dengan mazhab Syafi'i.
Misalkan fatwa dia yang terkenal berkaitan dengan shalat menghadap kiblat. Menurutnya, dengan mengutip pernyataan gurunya, Imam Syafi'i, jika shalat harus menghadap Ka'bah secara tepat, maka shalat berjama'ah yang shafnya memanjang tidak sah. Oleh karena itu, bagi yang tidak melihat Ka'bah cukup menghadap ke arahnya saja.
Imam Muzanni juga dikenal sebagai seorang yang tsiqah dan zuhud terhadap dunia. Abdurahman As-Silmi berkata, bahwa Amru Ibnu Usman Al-Maki berkata, bahwa tidak ada seorang ahli ibadah yang ia temui yang kesungguhan dan keistiqamahannya melebihi Al-Muzanni.
Hidup dalam Lingkungan Ilmu
Nama lengkapnya adalah Abu Ibrahim Ismail bin Yahya Al-Muzanni. Ia lahir di Mesir pada tahun 175 H, saat awal pemerintahan Abbasiyah, yang dipimpin oleh Abu Ja'far Harun Al-Rasyid. Ketika itu stabilitas pemerintahan Harun cukup mapan sehingga tradisi keilmuan sangat hidup. Berbagai kelompok kajian keilmuan berkembang sangat bagus, baik kajian keilmuan Islam atau ilmu eksakta.
Bahkan ketika itu sudah ada usaha penerjemahan ilmu-ilmu Islam ke dalam bahasa lain. Ia selalu memanfaatkan kesempatan untuk menghadiri halaqah ilmiah para ulama di kotanya. Karenanya, tak salah jika ia termasuk salah satu pelajar yang dikenal sangat rajin menuntut ilmu. Ibnu Usman Al-Maki menuturkan bahwa tidak ada seorang pelajar yang ia temui bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu sebagaimana Al-Muzanni.
Di antara guru Muzanni yang tersohor yaitu Imam Syafi'i yang usianya terpaut 25 tahun lebih tua darinya. Dari beliaulah Al-Muzanni banyak mendapatkan ilmu dan hikmah. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa akhlak Imam Muzanni sama dengan akhlaknya Imam Syafi'i. Ia juga belajar kepada Nu'aim bin Hammad.
Selain itu, ia juga sering membaca fatwa-fatwa Abu Hanifah. Dalam beberapa masalah ia cenderung sama dengan mazhab Hanafi. Dalam satu riwayat disebutkan, ketika Bakkar bin Qutaiybah datang ke Mesir dan menemui hakim yang bermazhab Hanafi, tiba-tiba ia bertemu dengan Al-Muzanni.
Lalu kawan Bakkar menanyakan sesuatu kepada Al-Muzanni. Ia berkata, "Dalam beberapa Hadits disebutkan tentang pengharaman dan penghalalan minuman keras dari anggur. Kenapa terjadi kontradiksi seperti ini?" Al-Muzanni menjawab, "Tidak ada seorang pun ulama yang mengharamkan minuman keras di masa Jahiliyah, karena memang dulunya masih dihalalkan. Bahkan, pada awal-awal Islam pun masih dihalalkan. Minuman keras itu baru diharamkan setelah akidah Umat Islam semakin kuat. Konteks sosial itulah yang memperkuat pengharaman yang ditegaskan dalam Hadits-hadits Nabi SAW." Jawaban Al-Muzanni ini terasa sangat pas di pikiran Bakkar.
Al-Muzanni memiliki banyak murid yang menjadi ulama besar pada masanya. Di antaranya yaitu Imam Abi Ja'far at-Thahawi yang kemudian pindah ke mazhab Hanafi setelah melihat Imam Muzanni sering membaca karya ulama Hanafi. Kemudian juga Syaikh Basyir Zakariyah ibnu Yahya as-Saji, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hawsha', dan Ibnu Abi Hatim. Imam Muzanni wafat pada tahun 264 H di Mesir.
Tapi akhirnya semua ulama sepakat bahwa ganja haram dikonsumsi, karena telah membawa mudharat bagi masyarakat. Para ulama juga mengeluarkan fatwa agar daun ganja dibakar, uang hasil transaksi ganja haram, penjual dan yang mengonsumsinya harus diberi hukuman. Juga orang yang melakukan talak pada saat sakaw oleh ganja, talaknya jadi meskipun ia sedang tidak sadar.
Imam Muzanni, adalah seorang faqih besar bermazhab Syafi'I yang disegani pada zamannya. Imam Adz-Dzahabi mengatakan; "Al Muzanni adalah seorang faqih di negeri Mesir ketika zamannya, dan beliau adalah di antara murid yang cerdas dari Imam Asy-Syafi'I."(Mukhtashor Al 'Uluw: 201).
Imam Syafi'I mengakui bahwa Al-Muzanni merupakan salah satu muridnya yang selalu membedah mazhabnya. Muzanni mengumpulkan fatwa-fatwa Syafi'I dalam kitabnya; Mukhtashar Muzanni. Kitab tersebut berisi fatwa Imam Syafi'I di Mesir.Yang dikenal dengan Qaul Jadid.
Di dalamnya juga berisi fatwanya sendiri yang kadang berbeda dengan Imam Syafi'I. Meski Imam Muzanni diakui sebagai seorang ulama yang punya kemampuan menggali hukum-hukum langsung dari Al Qur'an dan Hadits, tapi ia tidak membikin mazhab sendiri. Menurut Wahbah Zuhaili, Imam Muzanni tidak bisa merumuskan metode ushul fiqh secara mandiri, namun mengikuti metode ushul fiqh yang telah dirumuskan oleh Imam Syafi'I. (Fi Ushul Fiqh al Islami II/1121).
Kitab Ushul fiqh tersebut bernama Ar-Risalah, yang diakui oleh para ulama sebagai fundamen terwujudnya ilmu ushul fiqh. Imam Muzanni mengaku telah berulang kali membaca kitab tersebut sehingga banyak mendapat manfaat. Al-Muzanni berkata, "Saya telah membaca kitab Ar-Risalah sebanyak 500 kali, setiap membaca, saya mendapat suatu ilmu yang baru."
Pengakuan Al Muzanni ini menunjukkan bahwa ia seorang alim yang tawadhu' dan rendah diri. Padahal, keilmuannya diakui oleh para ulama pada jamannya. Ia adalah orang yang sangat alim, pandai berdebat dan berargumentasi. Syafi'i pernah berkomentar tentangnya, "Seandainya Al Muzani terlibat perdebatan dengan setan, pasti ia akan mengalahkannya".
Ia juga termasuk orang yang sangat zahid, wara', qana'ah, dan giat berdakwah. Apabila tertinggal shalat jama'ah, maka ia menyempurnakan shalatnya dengan shalat Sunnah sebanyak 25 rakaat. Ia sering memandikan jenazah, sebagai media berintrospeksi diri dan menguatkan semangat ibadah.
Katanya, "Saya memandikan jenazah agar hatiku menjadi lentur". Di antara karya yang dihasilkan Al Muzanni antara lain: Al-jami' al-Kabir, Al-Jami' as-Shagir, Al-Muhtashar, Al-Mansur, At-Targhib Fil Ilmi, dan Al-Masailul Mu'tabarah. Kitab-kitab tersebut sampai sekarang masih terpelihara dengan baik dan dipakai oleh pencari ilmu, khususnya mereka yang ingin mendalami mazhab Syafi'i.
Bahkan menurut Baihaqi tidak ada buku dalam Islam yang manfaat dan tersebarnya melebihi Al-Muhtashar karya Al-Muzanni. Karena karya-karya tersebut Al-Muzanni mendapat gelar sebagai seorang mujtahid muntasib atau mujtahid mazhab dalam mazhab Syafi'i. Posisinya sebagai seorang mujtahid ini seringkali ditunggu fatwa-fatwanya berkaitan dengan mazhab Syafi'i.
Misalkan fatwa dia yang terkenal berkaitan dengan shalat menghadap kiblat. Menurutnya, dengan mengutip pernyataan gurunya, Imam Syafi'i, jika shalat harus menghadap Ka'bah secara tepat, maka shalat berjama'ah yang shafnya memanjang tidak sah. Oleh karena itu, bagi yang tidak melihat Ka'bah cukup menghadap ke arahnya saja.
Imam Muzanni juga dikenal sebagai seorang yang tsiqah dan zuhud terhadap dunia. Abdurahman As-Silmi berkata, bahwa Amru Ibnu Usman Al-Maki berkata, bahwa tidak ada seorang ahli ibadah yang ia temui yang kesungguhan dan keistiqamahannya melebihi Al-Muzanni.
Hidup dalam Lingkungan Ilmu
Nama lengkapnya adalah Abu Ibrahim Ismail bin Yahya Al-Muzanni. Ia lahir di Mesir pada tahun 175 H, saat awal pemerintahan Abbasiyah, yang dipimpin oleh Abu Ja'far Harun Al-Rasyid. Ketika itu stabilitas pemerintahan Harun cukup mapan sehingga tradisi keilmuan sangat hidup. Berbagai kelompok kajian keilmuan berkembang sangat bagus, baik kajian keilmuan Islam atau ilmu eksakta.
Bahkan ketika itu sudah ada usaha penerjemahan ilmu-ilmu Islam ke dalam bahasa lain. Ia selalu memanfaatkan kesempatan untuk menghadiri halaqah ilmiah para ulama di kotanya. Karenanya, tak salah jika ia termasuk salah satu pelajar yang dikenal sangat rajin menuntut ilmu. Ibnu Usman Al-Maki menuturkan bahwa tidak ada seorang pelajar yang ia temui bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu sebagaimana Al-Muzanni.
Di antara guru Muzanni yang tersohor yaitu Imam Syafi'i yang usianya terpaut 25 tahun lebih tua darinya. Dari beliaulah Al-Muzanni banyak mendapatkan ilmu dan hikmah. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa akhlak Imam Muzanni sama dengan akhlaknya Imam Syafi'i. Ia juga belajar kepada Nu'aim bin Hammad.
Selain itu, ia juga sering membaca fatwa-fatwa Abu Hanifah. Dalam beberapa masalah ia cenderung sama dengan mazhab Hanafi. Dalam satu riwayat disebutkan, ketika Bakkar bin Qutaiybah datang ke Mesir dan menemui hakim yang bermazhab Hanafi, tiba-tiba ia bertemu dengan Al-Muzanni.
Lalu kawan Bakkar menanyakan sesuatu kepada Al-Muzanni. Ia berkata, "Dalam beberapa Hadits disebutkan tentang pengharaman dan penghalalan minuman keras dari anggur. Kenapa terjadi kontradiksi seperti ini?" Al-Muzanni menjawab, "Tidak ada seorang pun ulama yang mengharamkan minuman keras di masa Jahiliyah, karena memang dulunya masih dihalalkan. Bahkan, pada awal-awal Islam pun masih dihalalkan. Minuman keras itu baru diharamkan setelah akidah Umat Islam semakin kuat. Konteks sosial itulah yang memperkuat pengharaman yang ditegaskan dalam Hadits-hadits Nabi SAW." Jawaban Al-Muzanni ini terasa sangat pas di pikiran Bakkar.
Al-Muzanni memiliki banyak murid yang menjadi ulama besar pada masanya. Di antaranya yaitu Imam Abi Ja'far at-Thahawi yang kemudian pindah ke mazhab Hanafi setelah melihat Imam Muzanni sering membaca karya ulama Hanafi. Kemudian juga Syaikh Basyir Zakariyah ibnu Yahya as-Saji, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hawsha', dan Ibnu Abi Hatim. Imam Muzanni wafat pada tahun 264 H di Mesir.
Suara Hidayatullah | Juni 2012/ Rajab 1433, Hal 74 - 75
No comments