Cerdas Media
Rabu, 11 Syaban 1437 H - 18 Mei 2016
"Wahai
orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka
telitilah kebenarannya... "
(QS.
Al Hujurat [49]: 6)
Joseph Gobel, juru propaganda Nazi Jerman
dan Hitler, pernah berkata, "Jika
kita mengulang-ulang kebohongan sesering mungkin, maka lama kelamaan rakyat
pasti akan mempercayai kebohongan itu sebagai kebenaran".
Prinsip ini pernah digunakan
Amerika Serikat (AS) saat menjatuhkan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki pada
perang dunia kedua beberapa puluh tahun lalu.
Sebagai pembenaran atas
pengeboman ini, negara Pam Sam tersebut sebelumnya membuat skenario memancing
Jepang agar mau menggempur Pearl Habor pada 1941.
Pancingan kena. Jepang tak
sadar kalau mereka masuk dalam skenario yang dibuat AS.
Gempuran Jepang itu justru
menyebabkan dunia membenarkan tindakan AS membumihanguskan Hiroshima dan
Nagasaki.
Skenario ini pula yang diduga
kuat dilakukan oleh AS saat tragedi WTC sekitar 11 tahun silam. Akibat peledakan ini, dunia perlu bekerjasama
memberangus aksi terorisme di mana pun berada.
Anehnya, program ini amat
memojokkan umat Islam dengan syariatnya, termasuk di Indonesia. Para pejuang
syariat diidentikkan dengan kaum radikal yang amat berbahaya.
Propaganda ini lama kelamaan
membuat masyarakat lebih takut kepada pria berjenggot dan bercelana cingkrang
ketimbang pria bertato.
Lebih menaruh curiga kepada
pria yang rajin shalat Dhuha ketimbang rajin nongkrong di perempatan jalan.
Ini semua buah dari sebuah skenario
yang didesain amat rapi. Skenario ini tentu saja melibatkan media massa.
Tanpa media, skenario ini tak
akan "ditonton" oleh
masyarakat. Survei yang dilakukan BBC dan Reuters pada tahun 2006 di 10 negara, termasuk
Indonesia, menunjukkan media lebih dipercaya dari pada pemerintah.
Ini fakta bahwa peran media
amat besar dalam membangun opini masyarakat.
Apalagi bila media dan
pemerintah saling mendukung untuk membangun opini tersebut. Opini yang dibangun
akan jauh lebih kuat.
Oleh karena itu, masyarakat
harus cerdas menelaah informasi yang disajikan media.
Masyarakat harus "cerdas media". Bagaimana
caranya?
Manakala ada orang fasik
membawa berita, kata Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Al Qur'an
surat al Hujurat [49] ayat 6, janganlah langsung dipercaya. Lakukan
klarifikasi terlebih dahulu.
Inilah cerdas media.
Siapa orang fasik itu? Para
Ulama menafsirkan, orang-orang fasik adalah orang-orang kafir, munafik, dan mereka yang
gemar melakukan dosa-dosa besar.
Dalam konteks media massa,
sifat fasik ini bisa disematkan pada dua hal.
Pertama; Kepada narasumber yang diwawancarai oleh
media tersebut.
Kedua; Kepada media yang menyebarkan berita itu
sendiri.
Kepada merekalah kita harus
berhati-hati. Informasi yang disampaikan mereka jangan ditelan mentah-mentah.
Selalu ada misi di balik berita yang mereka sebarkan. Wallahu A'lam.
Suara Hidayatullah, Oktober 2012/Dzulqaidah 1433, hal 3
No comments