Gurihnya Iklan Politik
Gurihnya Iklan Politik
26 Sya`ban 1429 H / 29 Agustus 2008Ehem…ehem agak beda nich pembahasan kale ini, kita memasuki ranah politik. Dimana hal ini tak lekang dimakan waktu dan tak lapuk dimakan zaman akan kehebohannya. Bro n gals politik kata sebagian orang itu buruk atawa jelek, tapi gak sedikit juga yang menyenanginya. Ada juga yang berpendapat kalo kita terjun ke politik tidak akan punya sahabat, karena ada semboyan terkenal di dunia politik “tidak ada teman yang abadi”.
Wecks yang benar mana nich? Kalo menurut saya pribadi tergantung orangnya dech. Ibarat pisau, jika di tangan orang yang baik akan banyak bermanfaat tapi kalo ditangan yang orang jahat, hanya satu kata Beware!!!. Ok dech cukup tentang sekilas politik, maslah benar atawa enggaknya relatif dan kembali akan pembenaran masing-masing individu, ok? Truz apa yang kita bahas donk? Sabar donk, jangan ngos2an gitu –saking gak sabarnya- kita akan ngebahas yang sedang marak saat ini, yaitu iklan politik.
Kok? Kalem, khan baru dimulai kisahnya. Guys pada merhatiin gak disekitar kamu or keadaan baru-baru ini baik di media massa dan media cetak? Yup maraknya penampilan para aktor-aktor politik dengan berbagai mode dan gaya mereka di media televisi, media cetak, internet baliho dan spanduk. Mereka lagi mempromokan diri menjadi pemimpin lho bro.
Mungkin kita bertanya-tanya apa iya gambar yang ditampilkan benar-benar diri mereka sesungguhnya didalam kenyataan? Seperti kedekatan mereka dengan orang miskin, dan makan nasi aking. Ada apakah gerangan?
Negeri Demokrasi
Bicara mengenai partai tentu tak lepas dari Demokrasi. Apa sich demokrasi itu? Demokrasi lahir sekitar akhir abad 18 akibat ketidakpuasan akan Monarki Absolut (otokrasi) dan teokrasi. Saat itu rakyat di 13 koloni Inggris di pantai timur Amerika serta Kekaisaran Perancis terbelah: Pro Raja dan dan gereja (dipimpin para bangsawan) dan kontra (dipimpin para filosoft dan kaum borjuis)
Pihak pendukung raja dan gereja meyakini teori “Kedaulatan Tuhan” dan konsep raja sebagai perpanjangan-Nya. Dengan kata lain kekuasaan raja adalah segalanya dan tidak bisa di ganggu gugat. Karena ketidakpuasan akan kesewenang-wenangan pihak kerajaan maka muncullah Demokrasi dengan teori “Kedaulatan rakyat” (Al-Wa’ie no 89 thn VIII 31 Jan hal 43-44).
Plus di patenkan dengan jargon Vox Populi Vox Dei (suara rakyat adalah suara Tuhan) makin menguatkan bahwa tidak ada yang turut campur Tuhan dalam kehidupan publik, karena suara rakyat representatif dari “suara Tuhan” itu sendiri.
Berkaitan dengan Indonesia sebagi penganut Demokrasi, dengan slogan yang sama Dari rakyat, untuk rakyat dan kepada rakyat. Tentu gak luput untuk mengadopsi sistem kekuasaan yang terbagi tiga, yaitu Eksekutif (pemerintah), legislatif (parlemen) dan Yudikatif (Pengadilan).
Nach untuk mengisi posisi-posisi yang ada di Legislatif dan Eksekutif, rakyat mempunyai kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya melalui perwakilan dari wadah yang dibentuk sebagian kelompok yang disebut Partai.
Siapa Sich lho???
Suatu hal yang sering diberitakan di media massa, diobrolkan oleh orang banyak bisa mempengaruhi cara berpikir dan cara orang bersikap. Seperti arus sungai, ia menghanyutkan apa saja yang terapung di atasnya. Semakin kuat arusnya, semakin banyak benda yang hanyut. Inilah yang namanya HUKUM OPINI. Opini ada yang menyesatkan dan ada pula yang menyejukkan, tergantung dari minat dan kepentingan para individunya. Dan sarana paling mudah membuat opini adalah dengan iklan (“Surga Juga buat Remaja, lho…hal 172).
Makanya gak usah takjub jika kita mengerti apa dan kenapa sampai begitu banyak iklan-iklan politik bersileweran di sekitar kita. Coba kamu longok pada Baliho dan Spanduk, adanya slogan seperti “Ombak Besar pun Dia Berani”, “Hidup adalah Perbuatan”, “Kitab Kami Adalah Al Qur’an, siapakah yang akan membela kami?” dsb.
Belum lagi dilayar kaca dan media cetak. Di Televisi terkadang muncul pada jam-jam tertentu dan silih berganti kemunculannya. Dan rata-rata style plus atributnya”seragam” seperti wajah ramah, kata-kata manis –ahli menangani masalah dan peduli akan rakyat Indonesia- juga rata-rata mengenakan pakaian rapi, bersahaja lengkap dengan peci.
Ada juga tokoh-tokoh yang dikenal masyarakat memberikan testimoni untuk memperkuat sang ‘model’ politikus. Seperti lulusan perguruan tinggi ternama, berpengalaman, memiliki kepedulian kepada rakyat miskin dan siap mengabdi kepada rakyat. Lucunya ada sebuah partai –dengan diwakili ketua umumnya yang kebetulan memang sudah dikenal dimasyarakat -mengatakan partainya telah banyak menyumbangkan jasa untuk negara- padahal kenyataan baru berdiri. Gubraks!
Fenomena ini merupakan bagian dari pemasaran politik –walau di Indonesia termasuk baru- “tetapi orang akan segera mensejajarkan iklan politik dengan iklan produk biasa” kata Dedy N Hidayat, Ketua Program Studi Komunikasi Pasca Universitas Indonesia. Dedy pun menambahkan, tidak yakin iklan politik yang beredar akan mempengaruhi pilihan masyarakat pada pemilu. Namun dari sudut politikus, iklan semacam ini penting untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat (koran Kompas). Dengan kata lain para aktivis politik tidak ingin keluar kata dari masyarakat “Siapa Sich Lo?”
Anda puas, Saya (tidak) loyo
Ups sorry , agak-agak mirip dengan judul sebuah film nich, tapi wes tenang aja, alur ceritanya berbeda kok . Maksudnya kepuasan dari para pengguna iklan politik, tidak membuat para agen pembuat iklan capek, malah kian semangat untuk menunggu orderan lain.
Guys udah tau belum kalo para pembuat iklan pun ikutan semangat memasuki ranah politik. Maksudnya? Gini lho biasanya kalo orang ingin mengenalkan sesuatu –apa itu produk or jasa- tentu butuh pihak lain donk. Bisa itu melalui MLM (mulut lewat mulut) atawa melalui agensi iklan. Oh yach gak jarang juga orang-orang yang mempunyai produk/jasa yang sudah dikenal juga tetap mempromosikan produk or jasanya.
Udah mudeng? Next!!! (Mode on Rina), silahkan simak pengakuan Irfan Wahid; sebagai praktisi periklanan yang menangani proyek pencitraan calon Adang-Dani sebagai calon Gubernur dan wakil Gubernur DKI 2007 sebesar 2,5 Milyar. Doi pun mengakui mengurusi iklan Sutrisno Bachir dan juga pasangan Hade. Dengan masing-masing sebesar 2 Milyar dan 1 Milyar, belum termasuk biaya pemasangan iklan di media massa.
Lain lagi pengakuan Harry Tjahjono, penulis naskah skenario “Si Doel Anak Betawi”. Proyek pencitraan dimulai dengan membuat survey pemilih dan penyusunan strategi iklan, jika calon belum dikenal akan digenjot abiz-abizan pada iklan spanduk, umbul-umbul dan baliho. Baru setelah itu calon akan ‘nongol’ dalam iklan televisi. Itupun biayanya murah, Cuma 2 Milyar kok imbuhnya lagi.
Agung Handoko, pemilik Baru Production juga mengakui bahwa ini bisnis yang menggiurkan. “Ini bisnis yang seksi. Proyeknya banyak, untungnya bisa sampai 30 persen dan bayarannya tunai. Tidak ada transfe-transferan”. Dia pernah menggarap proyek iklan politik televisi dengan durasi hanya 30 detik tapi bernilai 1,2 Milyar. Ck..ck..ck.
Gak ada Makan siang gratis
Yoi , apalagi jika berkaitan dengan yang namanya uang. Sobat, era Reformasi telah memasuki usia satu dasawarsa, dimana telah mengenyahkan pola lama dalam memilih pemimpin untuk negeri ini. Dulu kita gak mengenal ada orang yang minta dipilih sebagai pemimpin negeri ini, apalagi sampai masang iklan pribadi dirinya.
Tapi mungkin kita bisa mafhum dengan cara ini, karena negeri kita ini emang –terbiasa- lebih senang memilih dengan orang yang dikenalnya, walaupun diragukan kredibiltitas dan kemampuannya.
Untuk jalur mempromokan diri ini butuh biaya yang tidak sedikit lho. Coba kamu analisa. Untuk Pemilu yang diadakan lima tahun sekali ini, dengan 471 Kabupaten dan Kota, serta 33 Provinsi yang akan di adakan Pemilu.. Andai dibutuhkan biaya –sebut aja- 1 Milyar dan kandidat –misalkan- 2 orang. 471+33x 2 x 1 milyar = + 1,1 Triliyun!! Guys itu baru perhitungan sederhana lho, belum jika dikaitkan dengan fakta yang saya lampirkan di atas, dan belum yang lainnya.
Belum yang laennya?? Yup, perhitungan diatas, kita anggap dana pribadi masing-masing peserta Pemilu. Tapi jangan lupa anggaran pemerintah untuk hal ini juga ada lho. Tetap pake rumus di atas, tapi anggarannya kita gedein dikit + 5 Milyar. Berapa? Sekitar 2,5 Triliyun.
Oh yach pernah denger kerusuhan Pilkada di Maluku Utara? Di butuhkan dana yang tidak sedikit untuk biaya rehabilitasi disana. “Secara material Pemda Kota Ternate mengalami kerugian sekitar Rp. 1 Milyar sementara di luar material mengalami kerugian sekitar Rp. 2,5 milyar” imbuh Walikota Ternate; Samsir Andili
Dana Keamanan untuk pengawasan Pemilu pun kata Mayjen TNI Bambang Suranto, tidak murah. Beliau mengajukan dana Rp 22 Milyar untuk pengamanan Pilkada di Jatim, itu pun sudah direvisi (Suara Islam Edisi 50, Tgl 15 Agt – 4 Sept, hal 16). Ck..ck..ck pernah ke pikir gak sich bro, darimanakah dana-dana itu di dapat? Apakah dana pribadi atawa dana ‘urunan’ dari para pemilik modal?
Kalo dana pribadi, apakah iya tidak uang itu kembali? Truz jika dana ‘kolekan’ dari pemilik modal, apakah tidak mengharapkan kembali? Bagaimanakah cara mengembalikan ‘dana raksasa’ tersebut? Apakah dengan korupsi? Huss gak boleh nuduh.
Ehm bukannya nuduh or Su’udzon lho, tapi dengan banyaknya ke jaring para koruptor oleh Corrupt Buster, KPK, kayaknya kita gak bisa memungkiri kemungkinan ini bisa aja terjadi. Bahkan ada seorang penulis di sebuah majalah Islam dengan sinisnya mengatakan; “Mengapa pemimpin eksekutif pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk rakyat? Bahkan membuat menderita. Sebabnya acapkali seragam. Tiga tahun pertama sibuk mengembalikan uangnya atas modal kampanye, dua tahun terakhir sibuk mempersiapkan Pemilu selanjutnya” (Al Wa’ie No 89 Th VIII, hal 43 1-31 Januari 2008)
Pemimpin Ideal harapan Bangsa
Dalam Islam, posisi pemimpin sangatlah penting. Biasa akrab di telinga kita dengan sebutan Khalifah (pemimpin negara), Imam, Amirul Mukminin dan Ulil Amri. Di Dalam Islam pun kaya akan tauladan kepemimpinan. Tentu kita hafal banget dengan kepemimpinan Khulafur Rasyidin; Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ada lagi sesudahnya Umar bin Abdul Aziz, Harun ar-Rasyid dsb. Ada pula pemimpin dalam tentara Islam, Khalid bin Walid, Usamah bin Zaid, Shallahudin Al Ayubi dan Muhammad al fatih. Dan semua berguru pada pemimpin besar yaitu Baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
Beliau semua mencontoh Rasulullah dalam kepemimpinan untuk menjalankan amar maruf nahi munkar
Syarat menjadi pemimpin tidaklah mudah karena ada konsekuensi yang harus di pertanggungjawabkan nantinya. Rasulullah bersabda : "Masing-masing kamu adalah pemimpin dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinan itu" (HR. Bukhari).
Pemimpin pun harus mempunyai sifat seperti yang dicontohkan Rasul, yaitu: Siddiq (dipercaya Fathonah (cerdas), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan risalah kebenaran) juga harus memiliki sifat Qona’ah (sederhana), Istiqomah (konsisten), Akhlaqul Karimah (moral yang baik) dan terpenting menerapkan Islam secara kaffah (sempurna) sesuai A; Qur’an dan Sunnah.
Makanya kita miris banget dengan fenomena orang-orang yang dengan pedenya mempromosikan dirinya untuk menjadi pemimpin. Inilah Kapitalisme guys. Sebuah pola sistem yang hanya mementingkan keuntungan semata. Para balon (bakal calon) begitu bernafsu menjadi pemimpin karbitan (instan), padahal ada resiko di balik itu semuanya.
Kudu harus mengembalikan modal –bagi yang di sponsori-, Jika tidak bisa, siap-siaplah di uber para debt collector dan KPK –jika disinyalir korupsi-, stress dan menjurus gila. Gila? Yup seperti kisah nyata yang dialami Cabup Ponorogo yang menjadi gila karena Pilkada (suara Islam, Edisi 50 tahun 2008 hal 15). Belum lagi pertanggungjawaban di Yaumil Akhir.
Mudah-mudahan tulisan singkat ini bisa menjadi renungan kita bersama, bahwa yang namanya jadi pemimpin itu tidak gampang, butuh ilmu yang mumpuni dan tidak sekedar uang or popularitas. Coba pahami dan renungin pesan Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah tiada menghilangkan ilmu dengan menghapuskannya dari (hati) manusia, melainkan mencabut ilmu itu dengan meninggalkan para ulama (ahli ilmu). Sehingga apabila tidak ada lagi ahli ilmu yang tinggal, orang banyak mengambil orang-orang bodoh menjadi pemimpin dan mereka menerima pertanyaan, lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, karena itu sesat dan menyesatkan” (Risalah Tabligh No 44 Ke 1 tahun XIII, 2 Syawal 1426/ 4 Nov 2005) Wallahu ‘alam bishowab (AE)
No comments