Breaking News

Hikmah Isra’ Mi’raj

Hikmah Isra’ Mi’raj
Jumat, 13 Nopember 2009 / 25 Zulqaidah 1430



سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya [847] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Isra’ (17):1)

Tafsir:

     
Dalam Tafsir Jalalain yang ditulis oleh Imam Jalaludin As Suyuthi dan Jamaluddin Al Mahally dijelaskan bahwa Allah SWT Yang Maha Suci telah memperjalankan Nabi Muhammad SAW di malam hari dari Masjidil Haram di kota Mekkah ke Masjidil Aqsha di Al Quds Palestina yang sangat jauh jaraknya (sekitar 1500 km) menurut kemampuan alat transportasi manusia yang sederhana pada 15 abad yang lalu.

       Kalimat Asraa dalam bahasa Arab maknanya adalah memperjalankan di malam hari. Namun digunakannya zharaf zaman (kata keterangan waktu) lailan (di malam hari) adalah untuk menjelaskan betapa sedikitnya waktu tempuh yang digunakan yang tentu ini merupakan mukjizat (hal yang luar biasa).

       Menurut Tafsir Jalalain juga bahwa tujuan Allah SWT memperjalankan Nabi Muhammad SAW pada malam tersebut adalah untuk memperlihatkan sebagian ayat-ayat Allah SWT. Dan Allah SWT Maha Melihat lagi Maha Mendengar, artinya Maha Mengetahui ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW.

       Maknanya adalah Allah SWT telah memberikan nikmat kepada Nabi Muhammad SAW dengan perjalanan Isra’ tersebut yang mencangkup pertemuan Beliau SAW dengan para Nabi yang diutus sebelum beliau SAW, sejak Nabi Adam as hingga Nabi Isa as, baik para Nabi dan Rasul yang telah Allah kisahkan. Seperti yang tercantum dalam ayat berikut.

Allah SWT Berfirman:


وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللّهُ مُوسَى تَكْلِيمً

        “Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung [381].” (An Nisa (4) :164)

       Menurut suatu catatan Hadits, jumlah Nabi yang diutus oleh Allah SWT adalah 124 ribu orang, sedangkan Rasul jumlahnya 313 orang. Tentu jumlah tersebut tidak bisa dipastikan, karena ada yang meriwayatkan bahwa jumlah Nabi yang diutus hanyalah 8 ribu Nabi, 4 ribu diantaranya adalah keturunan Bani Israil.

     Dalam peristiwa Isra’ tersebut, para Nabi dan Rasul Allah dihidupkan hanya khusus menjadi makmum kepada Rasulullah SAW dalam sholat jamaah di Baitul Maqdis yang sangat special tersebut.

        Setelah itu Rasulullah SAW diperjalankan ke atas langit (Mi’raj) dan melihat berbagai keajaiban alam malaikat dan bermunajat kepada Allah SWT. Di antara keajaiban dalam peristiwa Mi’raj adalah Rasulullah SAW kembali melihat malaikat Jibril dalam bentuk aslinya yang memiliki 600 sayap. Ini dapat dilihat dalam Firman Allah SWT:


أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى

Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? (12)


وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى

Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (13)


عِندَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى

(yaitu) di Sidratil Muntaha. [1431] (14)


عِندَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى

Di dekatnya ada syurga tempat tinggal (15)


إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى

Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (16)


مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى

Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (17)


لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (18) (QS. An Najm (53) 12-18)

     Sidratul Muntaha adalah tempat yang paling tinggi di atas langit ke 7 yang telah  dikunjungi Nabi ketika Mi’raj.

       Oleh karena itu peristiwa  Isra’ Mi’raj ini merupakan suatu peristiwa yang luar biasa, yang tidak mungkin pernah bisa dilakukan oleh manusia manapun selain Nabi Muhammad SAW.

       Peristiwa Isra’ Mi’raj adalah mukjizat terbesar kedua yang dimiliki oleh Baginda Rasulullah SAW, setelah Al Qur’an.

Isyarat Dalam Peristiwa di Baitul Maqdis

      Dalam peristiwa Isra’Mi’raj tersebut tepatnya di Masjidil Baitul Maqdis sebelum naik ke langit ke tujuh, adalah memimpin sholat khusus dengan makmum para Nabi SAW, termasuk Nabi Musa as dan Isa as. Apa isyarat dari peristiwa tersebut?

      Prof. Rawwas Qal’ahjie telah menerangkan isyarat tersebut dalam kitabnya: Qira’ah Siyasiyah Li Sirah Nabawiyah. Menurut beliau, dalam peristiwa Isra’Mi’raj terkandung isyarat peralihan kepemimpinan dunia.

       Dunia yang semula di bawah kekuasaan Bani Israil, kemudian beralih di bawah kekuasaan umat Muhammad SAW. Seperti diketahui, kepemimpinan dunia hingga terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj, ada dibawah kepemimpinan Bani Israil, sebab agama-agama Samawi yang masih ada –yaitu Yahudi dan Nasrani adalah agama-agama bangsa Israil.

        Namun tak dapat disangkal, kepemimpinan Bani Israil ini telah cacat dan rusak. Karena agama Yahudi dan Nasrani telah mengalami penyimpangan dan tidak murni lagi. Kitab Taurat dan Injil telah mengalami pencemaran dan perubahan (tahrif) akibat ulah pengikut-pengikutnya yang hanya memperturutkan hawa nafsu.

        Dengan demikian, para pengemban agama Yahudi dan Nasrani pun sesungguhnya sudah tak layak lagi memimpin dunia. Karena itu tongkat kepemimpinan dunia harus segera dipindahtangankan kepada umat lain yang lebih berhak dan lebih memimpin dunia.

Siapakah umat ini? Tiada lain adalah umat Muhammad SAW.

         Dari peristiwa itulah, ada isyarat kepemimpinan umat Islam. Dalam peristiwa shalat jamaah tersebut telah terjadi pencabutan kepemimpinan Bani Israil yang selanjutnya diberikan kepada umat Muhammad SAW. Dengan demikian, sejak peristiwa itu, manusia menjadi tidak sah beramal dengan agama-agama Bani Israil (Yahudi dan Nasrani) yang telah mengalami banyak sekali distorsi dan perubahan.

        Agar amal manusia sah dan diterima Allah, haruslah beralih kepada agama baru yang masih murni, yaitu Islam.

         Peralihan kepemimpinan manusia ini adalah sah alias konstitusional. Mengapa? Sebab yang mengubah kiblat kepemimpinan adalah benar-benar para wakil dari seluruh umat, yakni para Nabi. Siapapun yang menentang peralihan kepemimpinan yang konstitusional ini berarti melakukan perlawanan liar atau inkonstitusional.

        Hal menarik lain dari peristiwa Isra Mi’raj adalah bahwa Masjidil Aqsha akan menjadi milik umat Islam. Mengapa? Karena dalam shalat jamaah yang dilakukan di suatu tempat, yang paling berhak menjadi Imam adalah pemilik tempat itu.

        Jadi, karena yang menjadi Imam adalah Rasulullah SAW, berarti beliaulah yang menjadi pemilik Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha).

         Sejarah kepemimpinan umat ini benar-benar terbukti. Setelah Rasulullah berhijrah ke Madinah (622 M) dan kemudian menegakkan negara dan masyarakat Islam, kepemimpinan Islam mulai terwujud. Sebab di negara baru tersebut, umat Islam memimpin umat-umat lain.

         Dalam masyarakat Islam ada warga negara kaum Yahudi sebagaimana disebut dalam Piagam Madinah (Watsiqah Al Madinah). Tercatat, kaum Yahudi itu adalah Yahudo Bani Auf, Yahudi Bani Najjar, Yahudi Bani Harits, Yahudi Bani Saidah, Yahudi Bani Jusyam, Yahudi Bani Aus, dan Yahudi Bani Tsa’labah.

         Dalam perkembangan berikutnya, kaum Yahudi Bani Quraizhah, Yahudi Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa’ juga menandatangani Piagam Madinah itu. Kepemimpinan umat Islam di masa Nabi atas kaum Nasrani juga mulai terwujud.

        Untuk pertama kalinya, kaum Muslimin berperang dengan kaum Nasrani di wilayah Syam dalam perang Mut’ah. Memang dalam perang kali ini kaum Muslimin tidak menang dan juga tidak kalah. Namun Perang Mut’ah ini menjadi jalan awal untuk penaklukan Syam (Fathu Syam) di masa Khalifah Umar bin Khattab.

         Pada masa Khalifah Umar bin Khattab inilah penaklukan Syam terjadi pada tahun 15 H. Dalam penaklukan Syam ini, Khalifah Umar dan para sahabat Rasulullah serta pasukan kaum Muslimin memasuki kota Al Quds dari kepala pemerintahan Nasrani; Sefrounius.

        Setelah memasuki kita Al Quds ini, Khalifah Umar dan kaum Muslimin melakukan shalat di Masjidil Aqsha. Inilah shalat yang kedua dibawah kepemimpinan umat Islam, setelah shalat pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada malam Isra’.

         Hari ini, lima belas abad pasca turunnya ayat 1 dari surat Al Isra’ tersebut, umat Islam menjadi makmum. Mengikuti kaum lainnya, baik Yahudi, Nasrani, maupun kaum lainnya. Masjidil Aqsha pun dibawah telapak kaki agresor Zionis Israel.

         Oleh karena itu dalam peringatan Isra’ Mi’raj tahun ini perlu dipikirkan cara yang sistematis, untuk mengambil kembali Masjidil Aqsha dan mengambil kembali kepemimpinan atas dunia.

In Tanshurullaha yanshurkum wa yutsaabbit aqdaamakum!

KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i


Pimpinan Perguruan As Syafi’iyyah

Suara Islam Edisi 71, Tanggal 17 Juli-7 Agustus 2009 M/24 Rajab-16 Sya’ban 1430 H, Hal 28

Note:

[381] Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa u merupakan keistimewaan Nabi Musa u, dan karena Nabi Musa u disebut : "Kalimullah" sedang rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah dengan perantaraan Jibril. Dalam pada itu Nabi Muhammad r pernah berbicara secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.

[847] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.

[1431] Sidratil Muntaha adalah tempat yang paling tinggi, di atas langit ke-7, yang telah dikunjungi Nabi ketika Mi'raj.

No comments