Jangan Anggap Enteng Waktu
Jumat, 25 Februari 2011 / 22 Rabiul Awwal 1432
نِعمَتَا نِ مَغبُو نُُُ فِيهِمَا كثِيرُ مِنَ النَّا سِ: اَ لصِّحَّةُ وَ الفَرَ ا غُ
“Ada dua nikmat yang membuat banyak orang terpedaya yakni nikmat sehat dan waktu senggang” (Riwayat Bukhari).
Siapa yang dapat keluar dari kerangka waktu? Dengan waktu, seseorang dapat meraih kebajikan dan kemuliaan, dengan waktu pula seseorang dapat terjerembab dalam kehinaan dan kerugian. Orang yang cerdas adalah mereka yang dapat mengelola waktu dengan sebaik-baiknya.
Masa muda sebagai waktu emas, misalnya saat dimilikinya kekuatan, semangat dan kesibukan masih sedikit, maka janganlah menyia-nyiakan waktu. Itu adalah kesempatan yang sangat berharga yang tidak akan terulang kembali.
Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) bersumpah dalam al Qur’an dengan menggunakan kata waktu, wal’ashari, wad dhuha, wal laili, bis syafaqi, wal fajri dan sebagainya, kecuali semuanya mengisyarakatkan betapa pentingnya waktu.
Bahkan waktu yang Allah SWT berikan kepada kita lebih berharga daripada emas, karena ia adalah kehidupan itu sendiri. Dengan waktu, seseorang bisa mendapatkan perhiasan.
Seorang Muslim tidak pantas menyia-nyiakan waktu yang dilaluinya untuk hal-hal yang tidak berguna.
Seseorang yang memiliki badan yang sehat tanpa menggunakannya untuk tindakan yang berguna dan tidak pula berbuat untuk akhiratnya adalah orang yang merugi. Itulah sebabnya, sekejap pun waktu sungguh sangat berharga dan kita diperintahkan untuk memanfaatkannya.
Diriwayatkan bahwa Ibnu ‘Umar pernah berkata: “Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu”. (Riwayat Bukhari).
Ibnu Qayyim berkata: “Ada empat hal yang dapat merusak hati, yaitu berlebihan dalam berbicara, berlebihan makan, berlebihan tidur dan berlebihan dalam bergaul”.
Imam Hasan Al Bashri mengatakan; “Wahai anak cucu Adam, dirimu sebenarnya adalah hari-harimu yang kau alami, jika harimu berlalu maka berkuranglah sebagian hidupmu, sungguh aku pernah bertemu dengan suatu kaum, mereka lebih mengutamakan mencintai dan menghargai waktu melebihi dari apa yang kau lakukan terhadap dinar dan dirham”.
Ibnu Mas’ud berkata: “Aku tidak pernah menyesal atas hari yang berlalu, kecuali ketika matahari terbenam dan usiaku berkurang, tetapi ilmuku tidak bertambah di hari itu”.
Kisah Dawud bin Abi Hindun (139 H) adalah di antara contoh yang mengagumkan. Beliau berkata: “Ketika kecil aku berkeliling pasar. Ketika pulang kuusahakan diriku untuk selalu berzikir kepada Allah Ta’ala hingga tempat tertentu. Jika telah sampai kuusahakan lagi untuk berzikir kepada Allah SWT hingga tempat selanjutnya…hingga sampai dirumah. Tujuannya agar kugunakan waktu dalam umurku”.
Teladan Salaf
Di dalam perjalanan para Ulama terdahulu banyak contoh yang mencengangkan. Bagaimana mereka menggunakan umurnya agar menjadi produktif. Para pendahulu kita tersebut dengan keterbatasan dana, dan minimnya sarana teknologi yang mereka miliki, namun amal mereka tak mampu ditandingi oleh manusia sekarang.
Mereka menghabiskan waktunya untuk berjuang di jalan Allah SWT, menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, melakukan amalan sunnah, berzikir, bertasbih, beristigfar, mengajar, dan amal-amal ketaatan lainnya.
Abu Bakar Al Baqilani pernah tidak tidur sebelum menulis sebanyak 35 halaman dari hafalannya. Imam Abu Yusuf sahabat Imam Abu Hanifah menjelang detik-detik kematiannya masih sempat membahas masalah fikih.
Seorang murid dari Al Alusi Al-Hafidh, Bahjah Al Atsari berkata; “ Saya teringat bahwa saya tidak belajar pada suatu hari karena hujan dan angin kencang. Kami kira Al Alusi tidak datang mengajar. Keesokan harinya beliau berkata: “Tidak ada kebaikan bagi orang yang terpengaruh oleh panas dan hujan untuk tidak belajar”.
Diantara sikap yang menakjubkan dalam menghargai waktu adalah Ibnu Taimiyah (590 H). beliau tidak pernah membiarkan waktu berlalu tanpa mengajar, menulis dan ibadah lainnya.
Pada waktu masuk kamar kecil pun beliau meminta seseorang untuk membacakan kitab kepadanya dar luar. Ibnu Rajab berkata: “Hal ini menunjukkan betapa kuat dan tingginya kecintaan beliau untuk mendapatkan ilmu dan memanfaatkan waktu”.
Murid beliau, Ibnu Qayyim menyebutkan bahwa beliau di saat sakit pun masih sempat membaca dan menelaah ilmu (Raudhatut Thalibin).
Seorang bijak mengatakan: “Waktu adalah pedang, jika engkau tidak menggunakannya maka ia akan memotongmu. Bila engkau tidak menggunakan waktu yang ada, maka engkau akan celaka layaknya seseorang yang terkena sabetan pedang.
Jika kamu tidak menggunakannya dalam kebaikan maka engkau akan dirusakn didalamnya”. (Bahjatus-nufus, Ibnu Abi Jamrah 3/96).
Sarri As Saqoti ketika didatangi dan dikerumuni oleh orang-orang yang tidak memiliki kepentingan dan hanya berbasa-basi saja, maka dikatakan kepada mereka: “Anda telah dikerumuni oleh orang-orang yang tidak punya tindakan, jika orang yang didatangi lemah maka mereka akan duduk berlama-lama dan akibatnya kerugian waktu pun tak terhindarkan. Padahal kalian punya kewajiban yang banyak”.
Imam Amir bin Qois kedatangan seseorang dan mengajaknya untuk duduk-duduk saja, maka dikatakan kepadanya: “Saya akan berbicara denganmu namun tolonglah hentikan matahari terlebih dahulu”.
Umur yang sia-sia
Di antara yang dapat mendatangkan kerugian adalah banyaknya berkunjung dan berkumpul dengan orang-orang namun tidak untuk menambah ilmu. Teman banyak, pergaulan luas akan tetapi kesemuanya itu tidak membawa kemanfaatan bagi dirinya selain hura-hura dan sia-sia.
Contoh lainnya adalah menyibukkan diri terhadap hal-hal yang tidak penting seperti berasyik-ria dengan kegiatan yang mendatangkan kemubaziran. Misalnya, main catur, domino, main musik hingga melupakan tugas dan kewajiban. Selain itu, juga menonton TV yang tak kenal waktu dan lainnya.
Imam Syafi’i memberi contoh tentang pemanfaatan waktu yang dikaitkan dengan menuntut ilmu. Imam Syafi’i ditanya, “Bagaimana keinginan Anda terhadap ilmu?”. Beliau menjawab: “Ibarat seorang ibu yang kehilangan anak tunggalnya dan ia tidak memiliki anak kecuali anak tersebut.” (Adabus Syafi’i wamanaqibuhu, Ar Rozi, dinukil dari Ma’aalin fit thoriqi thalabil ‘ilmi hal 41).
Seseorang mestinya bergegas ketika memiliki waktu luang untuk dicarikan kegiatan yang penuh makna dan positif. Sungguh sayang pada kenyataannya, banyak manusia yang tidak memanfaatkan waktu dan umurnya dengan sebaik-baiknya.
Imam Ibnu Jam’ah berkata: “Hendaknya seseorang membagi waktu malam dan siangnya, memanfaatkan sisa umur karena umur yang tersisa tidak ada bandingannya”. Umur yang tersisa adalah hadiah dari Allah SWT sebagai sarana untuk memperbaiki diri dan amalnya.
Lantaran sayangnya Allah SWT, ia masih diperkenankan menghirup udara segar di bumiNya. Kita memohon kepada Allah Yang Agung agar mengasihi kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang mampu mengelola waktu dengan sebaik-baiknya.
Semoga detik akhir kehidupan kita diisi dengan amal yang sebaik-baiknya.*
Mardiansyah / Suara Hidayatullah
Suara Hidayatullah | Agustus 2009 / Sya’ban 1430 H, Hal 66 - 67
No comments