Ihsan Membawa Keberuntungan
09 Juli 2010 M / 28 Rajab 1431 H



هَلْ جَزَاء الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (60)


فَبِأَيِّ آلَاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

“Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahmaan (55): 60 – 61)

Terkait Tafsir ayat di atas, dalam Mukhtashar Ibnu Katsir yang ditulis oleh Muhammad Nasib ar Rifai, Imam al Baghawi meriwayatkan bahwa Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu (ra) berkata: “Rasulullah membaca Firman Allah Ta’ala: “Tidak ada balasan kebaikan (ihsan) kecuali kebaikan (pula).”

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam (SAW) Bertanya: “Apakah kamu tahu maksud dari apa yang telah difirmankan Tuhan kamu ini?” Mereka mengatakan; “ Hanya Allah dan RasulNya yang tahu.” Beliau melanjutkan, “Tidak ada balasan bagi orang yang telah Aku beri nikmat dengan ketauhidan, kecuali surga.”

Makna Ihsan

Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Beritahukan kepadaku tentang ihsan.” Rasulullah SAW menjawab: “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” (Riwayat Muslim).

Sayyid Quthb memberi penjelasan ayat di atas dikaitkan dengan Maqam Ihsan ini. Yaitu orang yang beribadah kepadaNya seolah-olah dia melihatNya, sadar bahwa Allah SWT melihat dia.

Mereka meraih balasan atas kebaikannya berupa anugerah dari ar Rahmaan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Rasulullah SAW dalam penjelasan ayat di atas, bahwa ihsan adalah nikmat tauhid.

Syaikh Abdullah bin Shalih al Muhsin dalam mensyarahi hadits di atas, menafsirkan Islam sebagai amaliah lahir, sedangkan Iman ditafsirkan sebagai amaliah batin. Habib Salim bin Abdullah Asy Syatiri, Ulama dari Yaman menambahkan bahwa ihsan adalah menyelaraskan amalan lahir dan batin (Islam dan Iman).

Perbuatan Ihsan

Bagaimana perbuatan yang menyelaraskan Islam dan Iman? Di sinilah tampaknya belum banyak mendapat perhatian. Pendidikan agama kita kebanyakan masih menekankan aspek intelektual semata.

Kalau dalam ujian bisa menjawab dengan benar definisi tentang ihsan, mereka di anggap sudah berhasil atau lulus. Tapi sudahkah perbuatan mereka itu benar-benar ihsan?

Untuk menjadi sebuah perilaku, aspek intelektual memang penting. Tetapi menurut para ahli, aspek ini baru menyumbang maksimal 20 persen. Sedangkan 80 persen sisanya adalah aspek emosional dan spiritual.

Pendidikan agama yang belum disertai dua aspek terakhir ini, kemungkinan besar belum menjadi perilaku nyata secara lahir dan batin.

Saat mengerjakan shalat, misalnya sudah dilaksanakan dengan baik (ihsan) karena merasa dilihat Allah SWT? Atau saat shalat pikiran dan hati masih melantur kemana-mana?

Merasa dilihat calon mertua saja, seorang pemuda mungkin akan shalat dengan berdiri sedemikian sempurna. Rukuk dilakukan Tumakninah dan lama. Sujud dilakukan dengan segala hormat. Namun, mengapa di hadapan Allah SWT masih asal-asalan?

Ya Allah… ampuni hamba bila belum Tumakninah, khusyuk dan sopan saat menghadapMu. Buka hati ini agar keimanan ini meresap ke dalam hati agar bisa ihsan di hadapanMu yah Allah.

Ihsan dalam shalat, disamping rukuk dan sujud secara lahiriah juga disertai kepasrahan jiwa kepada Allah SWT. Melakukannya dengan Tumakninah dan khusyuk penuh kesopanan karena merasa dilihat Allah SWT.

Instrument hati memegang peranan sentral, sebab hati inilah yang mampu berkomunikasi dengan Allah SWT, merasakan keberadaanNya dan mencintaiNya. Oleh karena itu, hati harus diaktifkan dan diberdayakan.

Hati adalah pemimpin diri ini. Saat menghadap Allah SWT, hati harus lebih berperan dari pada pikiran dan fisik. Hati inilah yang sesungguhnya dilihat oleh Allah SWT. Pikiran dan fisik hanya mengikuti hati yang pasrah kepada Allah SWT.

“Sesungguhnya Allah tidak melihat fisikmu, tidak pula melihat rupamu, akan tetapi Allah melihat hatimu.” (Riwayat Muslim)

Untuk merasakan kepasrahan hati, cobalah tenangkan tubuh untuk Tumakninah. Pejamkan mata pelan-pelan dan bernafaslah dengan tenang. Rasakan napas yang masuk dan keluar sebagai anugerah dari Allah SWT:

“Ya Allah, napas ini pemberianMu. Tanpa nafas ini, hamba pasti tak mampu berdiri di hadapanMu. Ampun ya Allah, jika hamba sering belum menyadari anugerahMu.

Hamba tidak bermaksud sengaja mendustakan nikmat-nikmatMu ya Allah. Ampuni jika hamba lalai. Hamba pasrah padaMu ya Allah. Tuntun hamba di jalanMu. Ajari hamba ihsan ya Allah. Jangan kau serahkan diri ini pada nafsu hamba. Hamba ridha, Engkaulah Tuhanku…”


Saat kita benar-benar pasrah, hati akan merasakan keberadaan Allah SWT. rahmatNya ternyata begitu dekat, sedekat nafas kita. Lebih dekat dari urat leher. Serasa kasih sayangNya membelai dengan lembut.

Hati pun menjadi tentram. Pikiran jernih. Hati terdorong bersyukur tiada habis-habisnya. Suasana demikian inilah yang harus dibawa dalam aktivitas sehari-hari. Sehingga perbuatan ini bukan didorong ego, namun didorong oleh rahmatNya.

Balasan Ihsan

Setiap perbuatan ihsan kelak akan diberikan balasan surga. Setiap membaca Al Fatihah; Maliki yaumiddin (Yang Menguasai hari pembalasan), hati ini diingatkan kembali tetang balasan Allah SWT ini. Keyakinan hari akhir ini bila benar-benar diresapi, mendorong seorang Mukmin proaktif dan kreatif melakukan amalan terbaik sehari-hari.

Suasana lingkungan mendukung atau tidak, terus berbuat baik karena meyakini Allah Maha Melihat dan akan membalas semua amalnya. Diperhatikan orang atau diabaikan, terus menyebarkan kebaikan kepada sesama. Karena motivasinya bukan balasan dari manusia, tetapi dorongan rasa syukur demi meraih ridhaNya.


وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ

“…..berbuat baiklah (kepada orang lain) se- bagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu….” (QS. Al Qashash (28): 77 )

Namun, disamping balasan di akhirat kelak, ternyata Allah SWT juga memberikan sebagian balasan itu di dunia ini. Misalnya shalat yang ihsan dan khusyuk, bisa menjadi sarana meraih pertolongan Allah SWT.

Berbagai masalah pun bisa terurai. Jiwa menjadi bersih dan hati menjadi bening. Rasulullah SAW bila menghadapi masalah langsung mendirikan shalat dua rakaat.


وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (QS.Al Baqarah (2): 45)

Pun demikian terhadap orang-orang yang telah berbuat kebaikan kepada sesama demi ridha Allah SWT (ihsan). Di samping balasan surga di akhirat, mereka juga mendapat balasan pahala di dunia. Para pejuang yang berkorban harta dan jiwanya telah membuktikan hal ini.

Pak Sudirman misalnya. Siapa yang tidak mengenal beliau? “Rakyat tidak boleh menderita, biar pemimpin yang menderita !”, begitu tekadnya yang dibuktikan dalam perjuangan. Beliau pun mendapat kemenangan, pujian, kemuliaan dan nama harum buah investasi kebaikan itu.

Ini sesuatu yang mahal. Bukankah menjelang pemilu kemarin banyak orang yang ingin namanya dikenal, rela mengeluarkan biaya ratusan juta hingga miliran rupiah? Padahal mereka belum tentu meraih kemuliaan yang sesungguhnya.

Sedang balasan perbuatan ihsan, sudah pasti Allah SWT sebgai penjaminnya:


فَآتَاهُمُ اللّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الآخِرَةِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia [236] dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran (3): 148)

[236] Pahala dunia dapat berupa kemenangan-kemenangan, memperoleh harta rampasan, pujian-pujian dan lain-lain.





Jadi jangan ragu, bersungguh-sungguhlah berbuat ihsan mulai sekarang.




Hanif Hannan, Instruktur pelatihan motivasi.


Suara Hidayatullah | Juli 2009 / Rajab 1430 H, Hal 64-65