Breaking News

Mereka Tidak Akan Bisa Memadamkan Cahaya Allah

Mempertuhankan Para Ulama dan Pendeta

Jumat, 29 Mei 2009 / 5 Jumadil Akhir 1430



Firman Allah SWT:

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah (639) dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai” (QS. At Taubah 31-32).

Modus Penuhanan

       Dalam tafsir Jalalain diterangkan bahwa Allah SWT mengatakan kaum Yahudi dan Nasrani itu menjadikan para ulama dan rahib-rahib mereka itu sebagai tuhan-tuhan selain Allah karena mereka mengikuti para ulama dan rahib itu menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang Dia haramkan.

      As Shabuni dalam Shafwatut Tafaasiir Juz I/493-494 menerangkan bahwa dalam ayat diatas orang-orang Yahdui menaati para ulama mereka dan orang-orang Nasrani menaati para rahib mereka dalam menghalalkan dan mengharamkan serta mereka justru meninggalkan perintah Allah seolah-olah mereka menyembah para ulama Yahudi dan rahib Nasrani itu selain Allah. Artinya mereka menaati para ulama dan rahib itu seperti Tuhan sekalipun mereka tidak melakukan ritual penyembahan kepada para ulama dan rahib tersebut.

        Diriwayatkan bahwa Adi bin Hatim pernah menghadap kepada Nabi SAW dalam keadaan berkalung Salib. Beliau SAW. Meminta dirinya melepas kalung tersebut seraya membacakan ayat diatas. Lalu Adi bin Hatim mengatakan bahwa mereka tidak menyembahnya. Rasulullah SAW. Bertanyak epada Adi; “Bukankah para rahib itu mengharamkan apa yang dihalalkan Allah lalu orang-orang Nasrani mengharamkannya, dan bukankah mereka menghalalkan yang diharamkan Allah, lalu orang-orang itu menghalalkannya. Adi menjawab; Benar! Rasulullah bersabda; “Itulah ibadah mereka!”

        Pada masa-masa berikutnya setelah memudarnya peranan para ulama Yahudi dan para rahib Nasrani dalam arena kehidupan, yakni setelah munculnya gerakan renaissance di Barat, ternyata apa yang dilakukan oleh para ulama dan pendeta yang dikritik oleh Al Qur’an itu digantikan oleh para anggota parlemen dan penguasa. Mereka membuat badan-badan legislatif untuk menyusun konstitusi, undang-undang dan berbagai peraturan yang mereka buat sendiri, terpisah dari ajaran agama mereka.

        Lalu mereka terapkan hukum dan peraturan yang mereka buat-buat sendiri itu dan diikuti oleh seluruh warga negara. Sadar atau tidak mereka telah mempertuhankan para pembuat undang-undang itu. Dan ketika kaum kapitalis yang telah mengambil alih perbuatan para ulamna Yahudi dan pendeta Nasrani itu menduduki dunia Islam, mereka cabut syariah Allah yang telah diterapkan berabad-abad, lalu mereka ganti dengan undang-undang yang mereka buat. Disinilah penindasan dilakukan oleh kaum kuffar kepada umat Islam.

Mentauhidkan Allah

      Orang-orang Nasrani itu selain mempertuhankan para rahib mereka juga menjadikan Al Masih bin Maryam sebagai Tuhan yang disembah. Padahal tidaklah mereka diperintah oleh Allah SWT melalui lisan nabi-nabi mereka melainkan hanya beribadah kepada satu Tuhan, yakni Allah Rabbul Alamin. Tuhan yang tiada tuhan selain Dia berhak untuk disembah. Mahasuci Allah SWT dari apa yang diomongkan oleh orang-orang musyrik itu.

      Dalam ayat yang lain Allah SWT menegaskan sikap tauhid yang harus diambil oleh manusia yang dikaitkan dengan wewenang untuk membuat hukum yang hanya dan hanya ada pada Allah SWT.

      Allah SWT berfirman: “ Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

       Dalam ayat lain Allah SWT berfirman: “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi Keputusan Yang Paling Baik.” (QS. Al An’am: 57)

      Dan implementasi dari mentauhidkan Allah SWT dalam hal keputusan hukum meniscayakan bahwa siapa saja yang diberi wewenang sebagai penguasa (hakim) untuk memutuskan hukum, wajib baginya memutuskan hukum dengan yang telah diturunkan oleh Allah SWT

      Allah SWT berfirman: “ Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka  menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka.  Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap  sebahagian apa yang telah Diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah Diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Berkehendak Menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Maidah:49)

     Sebaliknya siapa saja melakukan tindakan memutuskan hukum selain hukum Allah SWT adalah termasuk kategori zalim. Allah SWT Berfirman: “…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang Diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim (QS. Al Maidah: 45), fasik “….Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang Diturunkan Allah maka mereka itu orang-orang fasik.” (QS. Al Maidah: 47), dan kafir “….Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang telah Diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir. (QS. Al Maidah:44).

      Dan Allah SWT memastikan bahwa bagi orang yang yakin atas kebenaran pastilah menjadikan hukum Allah SWT sebagai satu-satunya hukum yang terbaik. Allah SWT Berfirman: “Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al Maidah : 50).

Konfrontasi Hak Dan Batil

      Dalam ayat 32 surat At Taubah Allah SWT membuka makar mereka yang senantiasa berusaha untuk memadamkan cahaya Allah SWT. As Shabuni (idem) mengatakan bahwa kaum kuffar dari kalangan ahli kitab dan kaum musyrikin ingin memadamkan cahaya Islam dan syariat Muhammad SAW. Dengan mulut-mulut mereka yang hina, dengan debat-debat dan  karangan-karangan yang mereka buat. Padahal Islam adalah cahaya yang Allah jadikan penerangan untuk seluruh makhlukNya.

       Perumpamaan mereka seperti hendak meniup matahari dengan tiupan mulut mereka. Tentu tidak bisa. Dan Allah tentu saja meninggikan dan mengangkat derajat cahayaNya sekalipun orang-orang kafir tidak suka.

      Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran mengatakan bahwa sudah menjadi tabiat yang pasti hubungan antara manhaj Allah dengan manhaj-manhaj jahiliyyah tidak mungkin hidup bersama kecuali di bawah naungan, kondisi, dan syarat-syarat tertentu. Sebab, manhaj Islam pasti ingin mendominasi keadaan untuk bisa menjalankan misi membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah semata. Sementara itu disisi lain manhaj jahiliyyah ingin mempertahankan eksistensi mereka sehingga akan selalu berusaha untuk menjatuhkan gerakan apapun yang memegang manhaj Allah.

Kesimpulan

      Mereka yang mempertuhankan sesama manusia dan mempertuhankan apapun selain Allah akan terus melakukan konspirasi untuk menghalang-halangi manusia dari jalan Allah SWT. Mereka akan memaksakan berbagai undang-undang, peraturan-peraturan, atau hukum-hukum  jahiliyah kepada penduduk bumi untuk menyingkirkan peranan hukum Allah SWT sehingga manusia tidak bisa melihat rahmat Allah yang terpancar melalui penerapan hukum syariatNya dari muka bumi ini dengan maksud memadamkan cahaya Allah. Namun Allah pasti akan menyempurnakan cahayaNya.

Wallahu’alam

 

KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i
(Pimpinan Perguruan As Syafi’iyah)

Suara  Islam Edisi 60, Tanggal 6-20 Februari 2009 M/ 10-24 Safar 1430 H

No comments