Breaking News

Orang Paling Merugi Amalnya

Orang Paling Merugi Amalnya
19 Agustus 2010 / 09 Ramadhan 1431 H



قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا


“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" (103)


الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا


“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (104)



أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا


“Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia [896], maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat”. (QS. Al Kahfi (18) 103 – 105 )

[896] Maksudnya: tidak beriman kepada pembangkitan di hari Kiamat, Hisab dan Pembalasan.

Memahami status perbuatan merupakan perkara amat penting. Kesalahan pemahaman akan berakibat fatal, karena di anggap baik, suatu perbuatan giat diamalkan. Sebaliknya, karena dianggap buruk, suatu perbuatan diabaikan, bahkan disingkirkan dari kehidupan.

Betapa fatalnya jika anggapan itu salah. Suatu perbuatan yang dianggap baik, justru merupakan perbuatan yang buruk. Atau sebaliknya, perbuatan yang dianggap buruk, kenyataannya adalah perbuatan yang baik.

Menjadi kian fatal jika kesalahan identifikasi itu berkonsekuensi di akhirat. Neraka bisa menjadi tempat kembalinya. Itu terjadi, sungguh merupakan penyesalan tak bertepi. Agar tidak menimpa kita, kiranya penting bagi kita mendalami kandungan ayat di atas.

Salah Identifikasi

Allah SWT Berfirman: Qul hal Nunabbikum bi al akhsarina a’mal (an) (Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’).

Khithab atau seruan ayat ini ditujukan kepada Rasulullah SAW. Beliau diperintahkan untuk menyampaikan kepada umatnya mengenai orang yang paling merugi amalnya. Ada sebagian Mufassir menyatakan bahwa kaum yang diberitakan itu adalah kaum Musyrik Makkah.

Ada juga yang berpendapat, mereka adalah Yahudi atau Nasrani. Karena lafadznya bersifat umum, dalam ayat 105-106 juga disebutkan bahwa mereka adalah orang-orang kafir, tanpa ada pembatasan atau pengkhususan, maka ayat ini berlaku umum untuk semua orang kafir.

Dalam ayat disebutkan bahwa mereka bukan hanya a Khasirin (merugi), namun al Akhsirin (paling merugi) amalnya. Dalam Al Qur’an, kata al Khusr (kerugian) atau al Rabah (keberuntungan) berdimensi Ukhrawi.

Sehingga, betapa pun besarnya keuntungan didapatkan dunia, namun jika di akhirat berakibat dosa, siksa, dan neraka, maka itu adalah kerugian. Berkaitan dengan konsep kerugian ini dapat dilihat dalam Firman Allah SWT:


...قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ


“…Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat". Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (QS. Az-Zumar (39): 15).

Ayat berikutnya kemudian memberikan penjelasan mengenai orang yang paling merugi itu. Allah SWT Berfirman: al-ladzina dhalla sa’yuhum fi al-hayah al dun-ya (yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini).

Menurut al Syaukani, kata dhalal al-sa’y bermakna buthlanuhu wa dhiya’uhu (sia-sia dan hilangnya amal). Ditegaskan al-Alusi, sia-sia dan lenyapnya amal secara keseluruhan itu disisi Allah.

Dan itu terjadi karena amal yang mereka kerjakan sebagaimana dikatakan Ibnu Katsir- adalah amal yang batil, tidak di dasarkan syariah, tidak disyariahkan, tidak diridhai, dan tidak diterima.

Kendati amal mereka batil dan tidak bersandar kepada syariah, namun mereka menyangka sebaliknya. Allah SWT Berfirman; wahum yahsabuna annahum yuhsinuna shun’(an) (sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya).

Artinya, mereka menduga bahwa perbuatan batil yang mereka kerjakan itu adalah perbuatan baik (fil(an) hasan(ah). Demikian penjelasan al Samarqandi dalam tafsirnya, Bahr al ‘Ulum.

Sebuah perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang baik (al-fi’l al hasan) manakala sejalan dengan syariah. Pelakunya juga mengerjakannya dengan ikhlash, semata karena untuk mendapat ridhaNya. Persyaratan tidak ada dalam perbuatan mereka.

Salah sangka itu tentu membuat mereka menjadi orang yang paling rugi. Sebab, jika ada orang yang mengerjakan perbuatan buruk, dan dia juga meyakini bahwa itu adalah perbuatan buruk, maka masih terbuka kemungkinan untuk bertaubat.

Namun jika dia tidak menganggap sebagai perbuatan buruk, taubat jelas tidak bisa diharapkan. Lebih parah lagi, jika ia menganggapnya sebagai perbuatan yang baik.

Alih-alih bertaubat, pelakunya justru sangat mungkin mengorbankan segala yang dimiliki untuk memperjuangkan perbuatan batil itu. Tentu saja, dia amat merugi. Sebab, pengorbanan yang dilakukan justru berbuah dosa.

Akibat Ingkari Ayat Allah dan Kiamat

Mengapa mereka bisa mengalami kesalahan fatal mengidentifikasi baik atau buruknya suatu perbuatan? Ayat berikutnya memberikan jawabannya. Allah SWT Berfirman: Ulaika al ladzina kafaru bi ayati Rabbihim waliqaihi (mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia).

Di jelaskan Al Jazairi, pengertian Ayati Rabbihim adalah Al Qur’an dan semua yang terkandung di dalamnya, baik tauhid maupun hukum syara’. Telah maklum, Al Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh manusia.



... الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ ...


“…Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…” (QS. Al Baqarah (2): 185)

Di dalamnya terdapat panduan dalam menentukan baik atau buruk, terpuji atau tercela, halal atau haram. Manakala petunjuk dan panduan itu diingkari, niscaya dia akan salah dalam mengidentifikasi baik-buruknya suatu perbuatan.

Di samping Al Qur’an, mereka juga mengingkari liqaihi (perjumpaan denganNya). Al Khazin menafsirkannya sebagai Hari Kebangkitan, Pahala dan Dosa. Pengingkaran tersebut juga akan mengakibatkan salah identifikasi.

Sebagaimana telah dipaparkan dimuka, bahwa dimensi keberuntungan dan kerugian yang hakiki ukhrawi. Ketika di akhirat diingkari, penetapan baik buruk hanya akan di dasarkan kalkulasi materi duniawi. Dan itu tentu saja, pelakunya akan terjerumus pada kesalahan fatal.

Sebagai akibat dari kekufurannya: Fahabithat a’malahum (maka hapuslah amalan-amalan mereka). Semua amal mereka terhapus. Berkaitan dengan terhapusnya semua amal orang-orang kafir ini, di dunia dan akhirat, amat banyak ayat yang menjelaskannya.

Selain ayat ini, penegasan serupa juga disebutkan dalam QS. Ali Imran (3):22



أُولَـئِكَ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَا لَهُم مِّن نَّاصِرِينَ


“Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong”. (QS. Ali Imran (3): 22)

Al Maidah (5): 5:



... وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ


“…Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi”. (QS. Al Maidah (5) : 5)



وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُواْ أَهَـؤُلاء الَّذِينَ أَقْسَمُواْ بِاللّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُواْ خَاسِرِينَ


“Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi”. (QS. Al Maidah (5): 53)

Al A’raf (7):147:


وَالَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَلِقَاء الآخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلاَّ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ


“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al A'raf (7): 147)

At Taubah (9): 17:


مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَن يَعْمُرُواْ مَسَاجِدَ الله شَاهِدِينَ عَلَى أَنفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ


“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri Kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam Neraka. (QS. At Taubah (9): 17)


كَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ كَانُواْ أَشَدَّ مِنكُمْ قُوَّةً وَأَكْثَرَ أَمْوَالاً وَأَوْلاَدًا فَاسْتَمْتَعُواْ بِخَلاقِهِمْ فَاسْتَمْتَعْتُم بِخَلاَقِكُمْ كَمَا اسْتَمْتَعَ الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ بِخَلاَقِهِمْ وَخُضْتُمْ كَالَّذِي خَاضُواْ أُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الُّدنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ


“(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah meni'mati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu meni'mati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah orang-orang yang merugi”. (QS. At Taubah (9): 69)

Muhammad (47) : 9 dan ayat 32 dll.



ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ


“Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka”. (QS. Muhammad (47): 9)


إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّهِ وَشَاقُّوا الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الهُدَى لَن يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا وَسَيُحْبِطُ أَعْمَالَهُمْ


“Sesungguhnya orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan Allah serta memusuhi Rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka”. (QS. Muhammad (47): 32)

Demikian juga orang yang sebelumnya Muslim, lalu murtad dan mati dalam keadaan kafir, semua amalnya akan terhapus dan menjadi penghuni Neraka selama-lamanya.

... مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىَ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“…Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al Baqarah (2): 217)

Allah SWT Berfirman: Fala nuqimu lahum yawm al qiyamah wazn (an) (dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat). Al Wazn atau Timbangan digunakan untuk menimbang baik-buruk, pahala dosa.

Siapa pun yang berat kebaikannya lebih berat, surga adalah tempatnya. Sebaliknya, jika kebaikannya lebih ringan, tempatnya adalah neraka.



فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ


“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya”,(6)



فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ


“Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan”. (7)



وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ


“Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya”, ( 8)




فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ


“Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah”. (QS. Al Qaari'ah (101): 6 – 9)

Penimbangan layak dilakukan kepada orang yang di dalam dirinya terdapat kebaikan dan keburukan. Ketika semua amal kebaikan terhapus tak tersisa, sebagaimana mereka, penimbangan tentu tidak perlu dilakukan.

Balasan setimpal atas sikap mereka tidak lain kecuali Neraka Jahannam. Dalam ayat berikutnya, Allah SWT Berfirman:


ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا


“Demikianlah balasan mereka itu Neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan Rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok”. (QS. Al Kahfi (18): 106)

Jelaslah, siapa saja yang tidak ingin menjadi orang yang paling merugi, wajib mengimani Al Qur’an dan al Sunnah, menjadikannya sebagai petunjuk dan panduan dalam beramal, dan menerapkannya dalam kehidupannya. Wal Lah a’lam bi al shawab.


Rokhmat S. labib, M.E.I.


Media Umat | Edisi 19, 30 Sya’ban – 13 Ramadhan 1430 H / 21 Agustus – 3 September 2009, Hal 11

No comments