Demi Kejar Tayang
Demi Kejar Tayang
Jumat, 20 Februari 2009 / 25 Safar 1430
Hari yang sibuk buat Mardhatillah, seorang karyawati Trans 7 yang menduduki posisi Associate Producer Bukan Empat Mata. Selepas shooting rekaman Bukan Empat Mata [BEM] selasa (16/12) lalu, dia bergegas menuju kampus FISIP Universitas di Depok untuk mengikuti ujian. Maklum Mahasiswi.
Belum sempet melepas penat setelah berkutat dengan rumitnya ujian, Tia (panggilan akrabnya) langsung tancap gas ke studio Trans 7 untuk memimpin shooting BEM yang rencananya akan disiarkan langsung. Saat ditanya perihal aktivitas yang dilaluinya; “Wuih capeknya minta ampun,” sahutnya (Kompas, 21-12-2008).
Sobat muda muslim, itulah keseharian ‘aktivis’ pertelevisian, penuh dengan kesibukan tiada henti. Sangat dituntut kesiagaan seluruh pihak yang berada didalamnya. Siap gak siap, mau gak mau, tidak ada alasan untuk menolaknya. Apalagi jika ada pesanan kejar tayang, so guys getting ready!!!
24 Jam non stop
Bro en Gals, udah tau belom jika para pekerja layar kaca, sudah terbiasa bekerja 24 jam sehari semalam. Contohnya Tia diatas, meski tiada ujian kuliah pun, agendanya udah full banget. Bayangkan, untuk rekaman tayangan episode Jum’at dan Senin, Tia en the gank kudu menyiapkannya hari Selasa dan Rabu.
Mulai pukul 16.00 s/d 19.00 WIB. Lanjut pukul 21.00 hingga pukul 23.00 WIB untuk tayangan langsungnya. Hari Kamisnya Tia dan kru bisa sedikit bernapas lega karena hanya take satu kali, shooting live. Tapi tetap di tuntut kesiagaan penuh lho, karena terkadang ada panggilan tugas yang tidak terduga kehadirannya. Seperti menyiapkan edisi khusus lebaran dll.
Jika tidak shooting, Tia dan 10 team intinya harus mengurusi persiapan produksi. Seperti meriset tamu yang akan diundang, menyusun anggaran, menentukan tema acara, membuat jadwal kerja, menyusun daftar kebutuhan shooting; pasca produksi, hingga menghadiri rapat yang membahas pergerakan rating BEM.
Kebayang donkz sibuknya Tia, makanya udah gak kaget jika dia sering pulang pukul 2 pagi. “Dirumah saya hanya numpang tidur, setelah itu kembali lagi ke kantor. Untuk melahirkan ide-ide untuk BEM, kadang tidak sempat,” katanya.
Itu jika kita bicara program talkshow, bagaimana dengan dunia sinetron? Manoj Punjabi, the owner rumah production; MD Entertainment menuntut timnya bekerja 18 jam sehari. “Pokoknya, untuk shooting satu hari harus bisa (menghasilkan) satu episode agar bisa kejar tayang,” katanya. Makanya gak usah heran jika sinetron yang diproduksinya; Cinta Fitri bisa sampai ratusan episode. Cinta Fitri 1 dibuat 200 episode, Cinta Fitri 2; 168 episode dan Cinta Fitri 3 sudah berjalan 30 episode dari rencana semula 150 episode. Hasilnya, jika kamu menemukan para kru bergelimpangan seusai shooting bukan pemandangan yang aneh lagi.
Dan menariknya tayangan kejar tayang tidak hanya ditemukan pada Cinta Fitri, tapi juga sinetron-sinetron lainnya. Sebut saja Koq Gitu Sich, Melati Untuk Marvel dan Cucu Menantu
Sinetron Asal Buat
Bicara tentang kejar tayang sebenarnya bukan hal baru dech. Tentu kamu tau dunkz mengenai kejar setoran? Itu loh, sejumlah uang yang kudu di setorkan kepada pemilik kendaraan dengan nominal yang telah di tentukan. Nah, dalam pelaksanaan uber setoran ini yang jadi pelakunya adalah para pengemudi kendaraan umum.
Umumnya mereka begitu semangat dalam mengejar target setoran. Sehingga tidak jarang jika melihat mereka memacu kendaraannya dengan kecepatan tingkat tinggi. Adegan saling menjegal dengan cara menyalip, mengetem sehingga membuat macet, atau berhenti di sembarang tempat sudah lazim dilakukan. Belom lagi melanggar lampu merah atawa memindahkan penumpang ditengah perjalanan, hal biasa itu. Yang penting target capai brur.
Walaupun tidak sama persis, tapi tetap ada persamaannya. Sama-sama ada yang dikejar. Nach kalo Kejar tayang fokus utamanya adalah rating. Sekedar ngasih tau yang dimaksud rating itu adalah Sejumlah data penonton dalam salah satu program televisi. Dimana pemungut data berada dalam naungan Nielsen rating: Nielsen rating dimana berefek kepada menarik minat sponsor untuk mempromosikan produknya. Jadi peningkatan rating sebanding lurus dengan banyak iklan yang dipasang. Sehingga berlomba-lombalah para produser menghasilkan Film/acara berating tinggi.
Tapi sayangnya rating hanya pada koridor penonton terbanyak yang menyukai acara tersebut tanpa diimbangi kualitas produk. Kualitas? Apa masih bisa hal dipertanyakan? Saya gak memungkiri ada beberapa film/acara yang berbobot. Tapi itu hanya setitik di tengah lautan industri perfilman. Selama produser Film/acara hanya berorientasi bisnis semata, dan memasang tenggang waktu sempit.
Maksudnya? Jika menilik cara kerja Tia yang padat, bisa jadi hal ini dialamin semua kru film. Kerja diporsir abiz sehingga tidak ada jeda untuk menghasilkan hasil yang berkualitas. “Karena semuanya sudah rutin, kadang kita juga kehabisan ide” imbuh Tia. Hal ini juga diamini Penulis Skenario Cassandra Massardi bahwasanya dia tidak bisa berpikir (jernih) karena harus menulis skenario truz dalam 24 jam. “ Ya mau tidak mau harus dipaksa mikir karena naskah skenario sudah ditunggu" pungkasnya.
Mungkin itu kali yach yang membuat sinetron plus acara semacam reality show terkesan monoton sekaligus membosankan. Sobat muslim apa jadinya jika suatu skenario diubah mendadak sesaat mo syuting? Itulah yang dialami Robby Tumewu, dimana dia berperan menjadi seorang ayah. Rencana semula, peran Robby akan abiz karena diceritakan peran yang dimainkan meninggal. Tapi karena rating lagi tinggi, penulis skript merubah dan menjadikan peran Robby terus ada.
Ada lagi contoh yang laen, skenario berubah mengikuti keadaan dimana lantaran ada pemain yang sakit atawa berhalangan datang. Jadi gak karuan dech tuch cerita. Begitu pun dengan BEM, dari masih bernama Empat Mata, guyonan Tukul Arwana tidak banyak berubah. Kebiasaannya yang suka cipika-cipiki tamu artis wanita dan toeal usil makin kian menjadi. Inilah imbas dari Kejar Tayang. Hanya mengumber rating tanpa memperdulikan kualitata atawa perbaikan. Menyedihkan…
Produksi Yang Baik Donkz!
Kalo dipikir-pikir gak masuk logika dech jika para kru tv disatu sisi dituntut menghasilkan ide yang oke, tapi lain sisi tenaganya digeber abiz-abizan. Piye tho? Jadi bertanya-tanya nich, apakah produksi Film diluar negeri juga harus kejar tayang? Simak penuturan Manoj Punjabi, selaku seorang produser; “Di belahan dunia mana pun, mana ada Film serial kejar tayang”.
Jika kita liat kondisi Perfilman di negeri yang mengaku sebagai polisi dunia, ada yang berbeda disana. Jika biasanya disini penayangan sekaligus shooting, di negeri yang presidennya masih baru tersebut kudu rampung dan baru di luncurkan. Udah gitu episodenya gak banyak, minimal 50 episode. Bahkan ada yang hanya 20 episode.
Nach untuk yang ini bisa ditiru nich sistemnya. Ingat lho hanya sistem. Kalo ide cerita jangan yach. Maklum gak jarang atau bisa dibilang hampir semua Film negeri yang menlunya lagi ke Indonesia ini gak lepas dari unsur seks bebas, kekerasan dan hal-hal yang berkesesuaian dengan agama dan adab negeri kita. Jadi bisa khan produksi Film yang ok?
Selain ok sistemnya, isi cerita juga harus menunjang pastinya. Dengan menampilkan hiburan yang mendidik dan sekaligus bermanfaat bagi perkembangan kognitif (ilmu pengetahuan), afektif (perasaan atau emosional) dan psikomotorik (ketrampilan) pasti keren hasilnya. Tentunya harus selaras dengan Al Qur’an dan Sunnah yach. Insya Allah dengan perpaduan sistem dan isi cerita seperti itu bisa memanasi penduduk Indonesia umumnya dan umat Islam Indonesia khususnya untuk menjadi lebih baik.
Oke dech, mudah-mudahan tulisan singkat ini bisa menginspirasi kamu yang kepengen atau berprofesi penulis cerita, produser, sutradara dan seluruh kru untuk menghasilkan tayangan yang berkualitas. Gak usah takut gak laku dech. Asal serius dan baik kemasannya akan diterima masyarakat luar. Gimana? Bisa khan? Kita tunggu lho… . Wallahu'alam bishowab. (Ae)
No comments