Menyelaraskan Ilmu Agama dengan Ilmu Umum
Assalamu’alaikum dan salam Ukhuwah, Bu Erma.
Saya Depi dari Padang ingin bertanya bagaimana menyelaraskan ilmu agama dengan ilmu umum?
Terima Kasih sebelumnya
HP.+628126790****
Wa’alaikum salam Warahmatullahi Wabarakatuh
Semoga Depi sekeluarga dalam keadaan baik, selamat dari bencana yang menimpa Padang. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan menjauhkan bencana dari kehidupan kita.
Depi yang dirahmati Allah,
Idealnya, Ilmu agama dan ilmu umum dipelajari dalam satu paket yang utuh. Kalau kita membuka buku sains SD yang menggunakan kurikulum Saudi, akan kita jumpai ayat-ayat Al Qur’an di awal setiap bab.
Sebelum anak-anak belajar tentang makanan, misalnya maka anak-anak disuguhi dulu dengan Firman Allah:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim (14): 7)
Betapa indahnya apabila anak-anak kita tidak hanya belajar tentang jenis-jenis makanan dan manfaatnya, tetapi juga belajar memahami makanan sebagai salah satu syukur nikmat Allah yang wajib kita syukuri.
Rasa syukur itu terwujud dengan cara menjadikan Allah sebagai satu-satunya sumber ketaatan.
Sayangnya, virus Sekulerisme di Indonesia sudah sedemikian parah, sehingga agama benar-benar telah terpisah dari kehidupan “umum”, termasuk terasingnya ilmu agama dari ilmu-ilmu lainnya.
Saya ambil contoh ilmu Geologi, yakni cabang keilmuan yang mempelajari struktur fisik bumi, sejarah pembentukannya, serta proses-proses alami yang berlangsung di didalamnya. Dalam kurikulum pendidikan sekuler, ilmu Geologi tidak bersentuhan dengan ilmu agama.
Orang bahkan akan menertawakan atau mencibir jika kita berbicara agama dalam mata pelajaran Geologi. Belajar agama ya ketika di pesantren, bukan ketika belajar Geologi [lebih ironis lagi, ilmu Geologi yang di ajarkan di banyak pesantren masih berbasis ilmu sekuler.]
Walhasil, ketika terjadi sebuah gempa, para sarjana Geologi, baik yang kafir maupun yang Muslim, membahasnya dari sisi fisik saja, menafikan peran Allah SWT. Padahal Allah telah Berfirman:
أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?,” (QS. Al Mulk (67): 16).
Masyarakat seakan harus memilih antara penjelasan sekuler para geolog dan penjelasan agama para kyai. Penjelasan sekuler tidak membawa ketentraman hati, sementara penjelasan kyai dirasa kurang memuaskan akal.
Kondisi ini tidak perlu terjadi pada Umat Islam sebab Islam adalah agama yang sempurna. Islam memiliki tuntunan tentang bagaimana menyikapi gempa. Seorang geolog Muslim seharusnya paham masalah ini. [Dalam impian saya, mahasiswa S2/S3 ilmu Geolog di Universitas Islam harus mengambil beberapa SKS ilmu Tafsir dan Ilmu Hadits sehingga mereka bias menulis buku-buku dan kurikulum Geologi yang integrated.]
Dengan sistem pendidikan yang terpadu, kebingungan Depi tidak akan terjadi. Apapun bidang keilmuan keilmuan “umum” yang Depi pelajari, di sanalah Depi juga belajar ilmu agama.
Tentu saja ada ilmu-ilmu agama yang harus dikuasai oleh semua orang (fardlu’ain), seperti masalah ibadah ritual, adab dan akhlaq. Ilmu-ilmu ini akan masuk ke daftar mata pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan.
Bagaimana menyikapi kondisi saat ini, di mana ilmu umum terpisah dari ilmu agama atau bahkan bertentangan?
Pertama; Umat Islam harus memahami makna ibadah dalam Islam, Islam memandang semua aktivitas hidup adalah ibadah apabila dilakukan karena keimanan kepada Allah. Oleh karena itu, mempelajari ilmu umum pun bisa menjadi ibadah, selama ilmu tersebut bisa mengantarkan sang pelajar kepada kebaikan dan tidak menyeret kepada kemaksiatan.
Ilmu matematika, misalnya apabila digunakan untuk berdagang yang halal, dalam perhitungan teknis untuk membangun gedung yang kokoh atau menghitung waris, Insya Allah akan menjadi ladang pahala.
Tetapi, jika digunakan untuk menipu atau membungakan uang (riba), maka akan mendatangkan dosa. Lebih baik lagi, Umat Islam seyogyanya bisa mengungguli pakar-pakar non Muslim disebabkan dorongannya dalam bekerja/belajar adalah ibadah kepada Allah.
Kedua; Rajin mengikuti pengajian agar kita bisa mengetahui batas-batas halal dan haram.
Ketiga; Apabila ada ilmu umum yang bertentangan dengan Islam, maka kita wajib menolak dan mengingkari ilmu umum tersebut.
Keempat; Belajar agama sebanyak-banyaknya, di samping bersungguh-sungguh belajar ilmu umum sesuai dengan bidang masing–masing. Setelah itu, menggunakan kepandaian di bidangnya, yang didukung oleh pemahaman agama yang luas, untuk menulis buku atau menyusun kurikulum yang menyatukan ilmu agama dan ilmu umum sebagai rujukan generasi Muslim mendatang.
Erma Pawitasari, M.Ed
Pakar Pendidikan
Pakar Pendidikan
Suara Islam Edisi 77, Tanggal 6-20 Nopember 2009 M/ 18 Dzulqo’idah- 3 Dzulhijjah 1430 H, Hal 19
No comments