Hafalan VS Pemahaman (Bagian 2)
Selasa, 01 Juni 2010 / 18 Jumadil Akhir 1431
Bu, apakah dalam pendidikan dasar, menghafal lebih dipentingkan daripada mengerti atau sebaliknya? Bagaimana pengalaman Ibu ketika sekolah di Amerika? Barat sekarang maju karena menekankan pengertian, bukan hafalan.
Tapi dunia Islam abad pertengahan juga maju karena hafalannya. Jadi metode mana yang benar?
Budi H – Bekasi
Pada Edisi sebelumnya, saya sudah mengupas bahwasanya hafalan tetap memegang peranan penting dalam pendidikan Barat, namun mereka memiliki variasi metode menghafal sehingga murid bisa mengingat ilmu pengetahuan tanpa “merasa menghafal.”
Pada Edisi ini, saya akan mengupas bagaimana Barat memilah-milah mana ilmu pengetahuan yang perlu dihafal dan mana yang tidak.
PEMILIH HAFALAN
Sebagaimana saya sebutkan sebelumnya, Barat tidak mengakui sumber hukum suci (seperti Al Qur’an dan Hadits). Bibel, sebagai kitab agama mayoritas di Barat, merupakan kitab terjemahan yang isinya berubah-ubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat lain, sehingga mustahil dihafalkan.
Bible mungkin saja dihafalkan di sekolah seminari, sebagai bagian dari profesi pendeta, sebagaimana pengacara menghafal pasal-pasal Undang-Undang, dokter menghafal nama-nama obat, maupun fisikawan menghafal rumus-rumus Fisika.
Hafalan yang bersifat profesional ini baru diwajibkan pada tingkat pendidikan profesi (misal: Universitas) sebab akan sangat riskan jika seorang calon dokter tidak mampu mengingat nama-nama kimia obat-obatan atau seorang fisikawan harus bolak-balik membuka buku mencari rumus Fisika.
Tanpa menghafal kitab suci, materi hafalan menjadi sangat sedikit. Porsi terbesarnya adalah menghafal kosakata, karena kekayaan kosakata berpengaruh sangat besar terhadap penguasaan segala bidang ilmu.
Inipun, sekali lagi dilakukan dengan metode yang semenarik mungkin. Spelling lah (ejaan) yang sering menjadi momok dikarenakan susunan ejaan bahasa Inggris yang tidak teratur dan tidak bisa dinalar.
Hafalan lain, seperti ilmu sosial dianggap kurang relevan, sebab informasi tersebut akan berubah seiring dengan perubahan jaman. Misalnya: hafalan nama daerah penghasil minyak akan berubah begitu sumur minyaknya mongering.
Lalu, apakah salah jika anak kita bisa menghafal banyak informasi, mulai dari nama-nama Presiden di seluruh dunia selama 100 tahun terakhir, nama-nama tarian tradisional, nama-nama daerah penghasil tambang, seluruh tanggal peristiwa sejarah, nama-nama kimia dari benda-benda, nama-nama Latin dari hewan dan tumbuhan, plus semua rumus fisika dan matematika?
Saya yakin kita semua pun sudah pusing memikirkannya. Namun, seandainya dianggap tidak masalah, maka ada pertanyaan yang harus dijawab: apakah anak-anak sudah menghafal 30 juz al Qur’an?
Berapa hadits yang sudah dihafalkan? Berapa nama dan tahun dari sejarah Islam yang diketahuinya? Jika belum, mengapa hafalan-hafalan Islam tidak diutamakan daripada hafalan lain yang belum jelas manfaatnya?
Saya sebut belum jelas, sebab kita belum tahu anak kita akan menekuni profesi apa. Mengapa menomorduakan hafalan al Qur’an demi menghafal singkatan unsur-unsur kimia, jika kelak dia akan menjadi guru TK?
Mengapa menomorduakan hafalan Al Qur’an demi menghafal nama-nama tarian tradisional dari asal daerahnya, jika kelak dia bekerja di laboratorium nuklir?
Waktu manusia tidaklah tak terbatas. Dengan tersedotnya waktu untuk menghafal, pasti berkuranglah waktu untuk menyelesaikan masalah. Akibatnya, lulusan sekolah kita tidak bisa menyelesaikan masalah, tidak kreatif, bahkan malas berpikir.
Inilah alasan mengapa kurikulum Barat memilih menyediakan rumus-rumus fisika/matematika dalam tes, yakni agar murid bisa ocus berpikir menyelesaikan persoalan fisika/matematika yang ditanyakan.
Berapa banyak murid kita yang hafal rumus tetapi tidak bisa menjawab dengan benar, lantaran dia tidak tahu bagaimana menggunakan rumus-rumus tersebut?
Dengan melihat faktor faktor di atas, lebih baik anak-anak dibekali kemampuan mencari informasi daripada sekedar menghafal informasi. Dengan kemampuan ini, mereka akan:
1. Tahu Informasi terbaru. Sebagai contorh: tahu bahwa Pluto tidak lagi disebut planet.
2. Bisa memilah informasi sahih dari informasi palsu. Sebagai contoh: apakah benar peristiwa 911 di New York Amerika Serikat adalah perbuatan Usamah Bin laden, sementara banyak ilmuwan menunjukkan bukti yang tidak demikian?
Dalam kurikulum Islam pun tidak ada kewajiban menghafal pengetahuan umum maupun rumus. Ibn Taimiyah, al Ghazali, maupun Ulama lainnya, umumnya “hanya” memasukkan Al Qur’an, hadits dan fikih indiividu sebagai mata pelajaran wajib di tingkat dasar.
Tiga materi dasar inilah yang akan menyelamatkan kehidupan dunia dan akhirat setiap manusia tanpa terkecuali. Itupun yang wajib dihafalkan lebih dibatasi lagi (seperti bacaan sholat dan pilihan ayat / hadits), tanpa menafikan faktor pemahaman.
Erma Pawitasari
Pakar Pendidikan
Suara Islam Edisi 89 tanggal 7 - 21 Mei 2010 M / 22 Jumadil Awwal – 7 Jumadil Akhir 1431 H, Hal 19
*******************
View Index Konsultasi Dunia Pendidikan
No comments