Breaking News

Seputar Mandi Junub dan Hukum Berciuman Ketika Bertemu

Seputar Mandi Junub dan Hukum Berciuman Ketika Bertemu
Senin, 22 Oktober 2012/6 Zulhijjah 1433 H

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Pak Ustadz,

Saya mau bertanya,

1. Saya seorang Muslimah umur 19, saya ingin mengetahui bagaimana hukumnya jika seorang wanita yang sedang haid, lalu mengumpulkan rambut kepalanya, kemudian ikut disucikan pada saat mandi besar/mandi mensucikan diri setelah haid. Apa hukumnya dan apa dasar hukumnya dalam hadist ataupun Alquran. Mohon dijelaskan karena saya belum faham benar tentang masalah ini.

2. Apa hukumnya jika seorang wanita dengan wanita berciuman pipi. Dalam hal ini bukan karena nafsu tapi karena suatu kebiasaan pada saat bertemu dengan teman atau saudara. Apa hukumnya dalam Islam. Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu’alaikum

Jawaban Ustadz:

    Ibnu Taimiyyah mendapat pertanyaan tentang seorang laki-laki yang dalam kondisi junub memotong kuku atau kumisnya atau menyisir rambut, apakah hal tersebut berdosa?, ada orang yang mengatakan, “Jika orang yang sedang junub memotong rambut atau kukunya maka rambut/kuku tersebut akan kembali ke tubuh orang tersebut.

    Sehingga orang tersebut bangkit pada hari kiamat dalam keadaan masih berjunub sesuai dengan bagian tubuhnya yang belum terkena air mandi junub. Setiap helai rambut membawa bagian dari junub.” Apakah memang demikian ataukah tidak?

Jawaban Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:

    “Terdapat Hadits Nabi dari Hudzaifah dan Abu Hurairah, tatkala permasalahan junub kepada Nabi shollahu’alaihiwasallam, beliau bersabda, ‘Orang beriman itu tidak najis.’ (HR. Bukhori, Muslim dll).

     Dalam Mustadrak karya Imam Hakim terdapat tambahan keterangan ‘baik ketika masih hidup atau sesudah mati’. Kami tidak mengetahui adanya dalil syar’i yang memakruhkan perbuatan memotong rambut atau kukunya bagi orang yang sedang junub. Bahkan Nabi pernah bersabda kepada orang yang baru masuk Islam, ‘Hilangkan rambutmu yang menjadi tanda kekafiran dan berkhitanlah.’ (Lihat Al-Wajiz hal. 23).

     Dalam Hadits di atas, Nabi memerintahkan orang yang baru masuk Islam untuk mandi dan Nabi tidak memerintahkannya untuk menunda pelaksanaan khitan dan memotong rambut sampai mandi terlebih dahulu.

     Pernyataan Nabi yang bersifat mutlak itu menunjukkan dua alternatif tersebut, yaitu mandi dahulu atau khitan dahulu adalah diperbolehkan. Demikian juga wanita yang haidh yang diperintahkan untuk bersisir saat mandi padahal bersisir itu merontokkan sebagian rambut.” (Majmu Fatawa 21/120-121).

    Jadi tindakan mengumpulkan rambut atau potongan rambut lalu ikut disucikan waktu mandi besar adalah perbuatan yang tidak berdasar.


ooOoo

    Dari Sya’bi, “Ketika Rasulullah shollahu’alaihiwasallam berjumpa dengan Ja’far bin Abu Thalib (sepulang dari Habasyah, -pent), beliau memeluknya dan mencium bagian dahi yang terletak diantara kedua matanya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah 5/247, Abu Daud 5220 dan Ibnul Arabi (bukan Ibnu Arabi tokoh sufi itu) dalam Al-Qubal wal Mu’anaqah no. 38), Hadits ini sanadnya hasan tapi mursal karena Sya’bi adalah seorang tabi’in.

    Dari Sulaiman bin Daud, beliau mengatakan, “Aku melihat Sufyan Ats-Tsauri dan Ma’mar ketika bertemu saling berpelukan dan saling berciuman.” (Riwayat Abdur Razaq dalam Al-Mushannaf 11/442, sanadnya shahih)

    Meskipun demikian, makna eksplisit kedua riwayat di atas menunjukkan kalau ciuman tersebut terjadi sesudah lama tidak bersua. Adapun menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan maka hal tersebut merupakan kebiasaan orang-orang yang tidak punya rasa malu, oleh karena itu lebih baik untuk ditinggalkan.

     Disamping karena tindakan yang menunjukkan hilangnya rasa malu, ciuman seperti itu sering untuk tendensi duniawi dan hal ini termasuk di antara sarana untuk pamer/riya’.

    Sebenarnya ada riwayat yang melarang berciuman akan tetapi sanadnya munkar. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Hanzhalah As-Sadusi dari Anas bin Malik (HR. Ahmad 3/198, Thirmidzi no. 2729, Ibnu Majah no. 3702 dll). Oleh karena itu Hadits ini tidak bisa dijadikan dalil. (Ahkamul Qubal wal Mu’anaqah wal Mushafahah wal Qiyam karya Amr Abdul Mun’im, cet. Muassasah Ar-Rayyah hal. 41).
oooOoo


Ustadz. Abu Ukkasyah Aris Munandar

Konsultasi Syariah.com|Hukum Seputar Mandi Junub dan Hukum Berciuman Ketika Bertemu

No comments