Hafalan vs Pemahaman
Rabu, 19 Mei 2010 / 5 Jumadil Akhir 1431


Bu, apakah dalam pendidikan dasar menghafal lebih dipentingkan daripada mengerti atau sebaliknya? Bagaimana pengalaman Ibu ketika sekolah di Amerika? Barat sekarang maju karena menekankan pengertian, bukan hafalan.

Tapi dunia Islam abad pertengahan juga maju karena hafalannya. Jadi metode mana yang benar?


Budi H-Bekasi


Assalamu’alaikum Pak Budi

Terima kasih atas pertanyaannya. Pertanyaan ini sangat penting mengingat banyak di antara kita yang salah paham dalam melihat situasi ini, seakan-akan sistem hafalan harus dipertentangkan dengan sistem pemahaman.

Sesungguhnya, pendidikan Barat tidak menafikan penghafalan. Hanya saja, Barat memang tidak mengakui al Qur’an dan Hadits sebagai sumber hafalan. Sementara itu, dunia Islam abad pertengahan juga tidak menafikan pemahaman.

Dalam pendidikan Islam klasik, hafalan satu hadits pun biasanya diperoleh dari ulama, tidak sekedar dari membaca buku yang diproduksi secara masal dan beredar bebas tanpa guidance ulama.

Apa artinya? Tidak lain dan tidak bukan adalah wajibnya terjadi proses pemahaman ilmu dari sang ulama kepada sang murid. Oleh karenanya, umat Islam masa klasik tidak pernah diresahkan oleh hadits-hadits atau ayat-ayat yang bertebaran secara sepotong-potong di tengah umat yang awam.

Ayat-ayat dan hadits selalu dipelajari dalam konteks, tidak sekedar dihafalkan tanpa penjelasan yang memadai.

HAFALAN DALAM PENDIDIKAN BARAT

Apakah benar Barat menganggap penting hafalan? Bagi yang pernah membaca materi tes sekolah mereka mungkin akan mengernyitkan dahi, sebab rumus-rumus untuk memecahkan persoalan disediakan di dalam soal itu sendiri. Jadi, siswa tidak perlu menghafal, bukan?

Ilmuwan Barat mengakui bahwa anak-anak belum bisa diajak berpikir secara sempurna. Karenanya, hafalan menjadi salah satu materi pendidikan terpenting pada usia ini. Berhubung Barat (sekuler) tidak mengakui adanya kitab suci yang perlu dihafalkan, maka hafalan yang dianggap akan berpengaruh besar terhadap kecerdasan anak-anak adalah bahasa.

Semakin banyak kosakata yang dimilki seseorang, semakin mudahlah baginya untuk mendapatkan informasi dan memahami ilmu pengetahuan. Sesungguhnya, pendidikan dasar yang mengutamakan perkembangan bahasa bukanlah ekslusif milik Barat.

Jauh sebelumnya, Ibn Sina; ilmuwan Islam abad 11 M, telah mengajarkan pentingnya hafalan Al Qur’an untuk memperkaya kosakata anak. Dengan demikian, kelak anak-anak ini akan lebih mudah memahami fikih dan ilmu-ilmu lainnya.

Hanya saja, barangkali metode menghafal di Barat yang berbeda dengan metode “tradisional” kita. Kita masih banyak terpaku pada metode menghafal di mana anak duduk manis dan memfokuskan pikiran pada hafalan.

Misalnya: ibukota Indonesia Jakarta, ibukota Malyasia : Kuala Lumpur dst. Hasilnya, selain membosankan, hafalannya juga sangat mudah hilang. Sementara, di Barat para pendidik sudah mencarikan metode-metode alternatif, seperti melalui permainan, kartun pendidikan, buku cerita, dsb.

Artinya, anak-anak bisa digiring untuk menghafalkan sesuatu tanpa merasa sedang menghafal. Misalnya, untuk menghafal nama-nama ibukota negara, ada kartun Postcard from Buster yang mengajak anak-anak mengenal berbagai budaya dan tempat.

Film ini dibuat dengan kemasan yang sangat menarik, diputar setiap hari dan diulang berkali-kali selama setahun (sebab targetnya memang tidak untuk mengenalkan 365 tempat pertahun).

Anak-anak terhibur dan tetap bisa menjawab nama tempat-tempat di dunia. Menarik, bukan? Hafalan model ini juga terbukti lebih bertahan lama dibandingkan dengan metode “tradisional” kita. Contoh lain adalah menghafal nama-nama binatang dan klasifikasinya.

Metode kita adalah duduk manis melafalkan: “Vertebrata adalah binatang bertulang belakang. Yang termasuk vertebrata adalah bla, bla, bla.” Pada hal, klasifikasi ini bisa dihafalkan melalui permainan kartu kuartet.

Lagu juga merupakan sarana yang mudah dan popular untuk menghafal. Lagu ABC, misalnya telah berhasil membantu hampir seluruh anak dari seluruh penjuru dunia dan menghafalkan huruf-huruf.

Efek yang luar biasa dahsyat. Ayat-ayat Al Qur’an yang tiap hari diputar secara berulang-ulang melalui pengeras suara Masjid juga telah terbukti dihafalkan oleh penduduk sekitarnya, tanpa mereka merasa sedang menghafal atau duduk manis untuk menghafalkan.

Sedangkan hafalan “tradisional” memiliki sisi negatif yakni menimbulkan kejenuhan dalam belajar. Sementara itu, lagu-lagu berlirik kotor diputar dimana-mana secara berulang-ulang.

Lebih enak di dengar, dan membebaskan pikiran mereka dari pelajaran sekolah yang menjenuhkan. Walhasil, mereka lebih hafal lirik lagu-lagu beserta nama seluruh personel band dan nama-nama artis daripada ilmu pengetahuan.

Padahal, mereka tidak pernah duduk tenang berkonsentrasi untuk menghafalkan lagu-lagu dan nama artis, bukan?

Jadi, tidak benar jika dikatakan bahwa Barat tidak mengangggap penting hafalan. Yang benar, metode hafalan mereka lebih bervariatif sehingga tidak terasa seperti menghafal. Selain itu, mereka lebih selektif dalam memilah dan memilih apa yang perlu dihafalkan.

Mengenai selektivitas bahan ini, Insya Allah akan saya lanjutkan pada edisi mendatang, disebabkan adanya keterbatasan tempat.

Bersambung….

Erma Pawitasari

Pakar Pendidikan

Suara Islam Edisi 88 tanggal 16 April – 7 Mei 2010 M / 1 - 22 Jumadil Awwal 1431 H, Hal 19

Sedikit share: Kebetulan istri aye sudah mempraktekkan cara penghafalan dengan metode lagu. Misalnya untuk menghafal 11 buah dalam bahasa Inggris dengan mengubah lirik lagu anak-anak yang sudah familiar di telinga mereka.

Dan Alhamdulillah, semua berjalan dengan baik. Pernah aye menemenin istri dalam suatu acara kunjungan ke kebun sayur, istri aye bertanya ke anak didiknya, Coba apa bahasa inggrisnya bayam?

Subhanallah mereka ‘mencari’ nya dengan mengulang ‘hafalan’ lagu mereka (yang pernah di ajarkan). Ternyata metode itu memang berjalan . Oh yach metode memutarkan murottal juga dilakukan di sekolahnya, dan hasilnya…buktikan sendiri


*******************

Index Konsultasi Dunia Pendidikan