Kampus Perjuangan Penegakan Syariat Islam
Kamis, 25 Maret 2010 / 9 Rabiul Akhir 1431
Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) didirikan pada tahun 1957. Kampus yang berlokasi di Jakarta Utara ini awalnya bernama Akademi Dakwah Islam (ADI). Pada tahun 1965, atas prakarsa Prof. Haji Oesmany Al Hamidy, ADI dirubah menjadi PTDI.
Sejak berdiri, PTDI tidak dapat dilepaskan dari tokoh yang memprakarsai dan mendirikannya; Prof H Oesmany Al Hamidy. Menurut Abu, demikian ia akrab dipanggil, PTDI didirikan untuk melahirkan mujahid-mujahid dakwah.
Karena itu, para staf pengajar di kampus ini adalah mereka yang sudah teruji sebagai mujahid dakwah. Alumni yang dihasilkan pun harus memiliki kualifikasi sebagai ilmuwan plus mujahid yang profesional dan istiqomah.
Bersama sejumlah sahabat dan murid-muridnya, seperti Ustadz Sulaiman Mahmud, Dr Peunoh Dali, Abdul Qadir Djaelani dan para pendukungnya, ia mengasuh dan mengembangkan PTDI.
Selain itu, ia juga mendirikan Yayasan Pesantren Islam (YAPIS) untuk mendidik generasi muda Islam. Yayasan ini menaungi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah YAPIS.
Sementara pembinaan jemaah dilakukan melalui jalur Pesantren Al Oesmany. Para Ikhwan dibina dalam kajian Islam Al Aqabah, sementara kaum Muslimah bertahun-tahun berhimpun dalam Ikatan Wanita Muslimah (IKWAM).
PTDI dengan Abu Hamidy memang tak bisa dipisahkan. Institusi yang dibangun oleh sosok pejuang dan mubaligh tulen yang sangat anti dengan kemaksiatan, kemungkaran dan kezaliman.
Segala bentuk penyelewengan dibidang politik, aqidah, sosial kemasyarakatan tak ada yang lepas dari perhatiannya. Sikapnya yang gigih melawan kezaliman politik Bung Karno yang pro PKI, maupun era Soeharto di masa Orde Baru dengan asas tunggalnya di tentang dan dilawannya dengan segenap kemampuannya.
Akibatnya, kampus PTDI diawasi ketat oleh para intel sejak rezim Soeharto, Soeharto yang dinilai Abu sebagai rezim yang anti Islam.
Rekam jejak PTDI pada penentangan terhadap penguasa yang pro komunis, sosialis maupun sekular tetap dijadikan referensi utama para pengasuh YAPIS dan PTDI.
Selama berdirinya, PTDI berada di garis depan bersama para pejuang penegak Syariah Islam. Salah satu hasil perjuangannya adalah tidak berlakunya lagi Pancasila sebagai asas tunggal, ditutupnya lokalisasi Kramat Pelacuran Tunggak di Jakarta Utara dan lain-lain.
Sekarang di atas lahan bekas lokalisasi pelacuran terbesar di Asia Tenggara itu berdiri Islamic Center DKI Jakarta.
Akibat sikapnya yang tidak kenal kompromi dengan segala bentuk kebathilan itu, PTDI dianggap sebagai aktor intelektual di balik Peristiwa Tanjung Priok Berdarah. Peristiwa yang diotaki oleh Beny Murdani selaku Panglima TNI dan Try Sutrisno sebagai Pangdam Jaya itu akan tetap dikenang sebagai sikap pantang tunduk kepada penguasa dan rezim yang sekular dan kejawen.
Dengan lembaga PTDI, Abu ingin menegaskan kembali bahwa segenap penyelewengan yang bertentangan dengan Syariat Islam harus dihadapi apapun resikonya. Ratusan bahkan ribuan amaliah atau kerja-kerja besar yang telah dihasilkan oleh alumni PTDI di bidang pendidikan dan dakwah Islam baik skala lokal, regional maupun nasional.
Sejumlah pejabat penting militer semisal Jendera Hartono, Wiranto, Try Sutrisno, Hendropriyono silih berganti mendatangi Abu di PTDI. Tujuannya satu, mengajak singa podium di bidang politik dan dakwah ini mau mengendorkan strategi dan caranya berdakwah.
Alhamdulillah sampai akhir hayatnya, Prof H Abu Oesmany Alhamidy tetap Khusnul Khatimah dan istiqamah membimbing umat untuk berjuang di jalan Islam sampai menemui Allah SWT di alam keabadian.
Selesai era Abu, PTDI berganti pengasuh. Di bawah panduan H Abdul Qadir Djaelani, konsistensi itu tetap ditegakkan dan dilanjutkan. Tantangan dakwah tidak semakin ringan, namun kerjasama yang dibangun Kang Djel, panggilan kesayangan sahabat-sahabat dengan jaringannya di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Korps Mubaligh Jakarta (KMJ), Korps Mubaligh Jakarta Utara (KMJU), Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII), ormas Islam di seluruh tanah air bahkan dunia Islam, makin mengukuhkan keberadaan PTDI sebagai organisasi dan institusi pendidikan dakwah yang diakui.
Saat ini, putera-puteri Abu meneruskan estafet perjuangan penegakkan Syariat Islam melalui pendidikan di PTDI. H Sayid Hamidhan Lc, membuka lebih luas lagi jaringan dakwah ini dengan membangun silaturahmi dakwah dengan seluruh elemen Islam. Salah satunya adalah dengan bergabungnya di PTDI dalam Forum Umat Islam (FUI).
Strategi dan taktik boleh berbeda antara Abu, Kang Djel dan Ustadz Hamidan. Namun yang tetap adalah keistiqamahan untuk tetap menjadikan PTDI sebagai kampus perjuangan penegakan syariat Islam.
Isu terorisme Internasional terus bergulir dengan dahsyat. Pesantren dan masjid serta aktifitasnya diawasi oleh aparat intelijen siang dan malam 24 jam. Namun sedikitpun tidak mengendurkan semangat dakwah para dai dan mubaligh yang telah dibimbing oleh Abu dan sahabat-sahabatnya
Tekanan dan ujian yang mendera aktifis dakwah di tanah air dan seluruh dunia Islam tidak boleh menyurutkan langkah para pelanjut risalah dakwah yang diperintahkan Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Saat ini PTDI memprakarsai berdirinya Pusat Pendidikan dan Pelatihan Dakwah (Pusdiklat Dakwah) PTDI sebagai upaya nyata menghadapi berbagai problematika dan permasalahan dakwah di Indonesia dan kawasan sekitarnya.
Itu artinya, tugas dakwah akan terus berlanjut sampai Allah SWT menuntut para pejuang memberikan syahid atau menampakkan kemenangan di buminya. Bukankah Allah SWT sudah menjanjikan keberuntungan yang nyata untuk para dai dengan FirmanNya.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Syahid fi sabilillah atau hidup mulia sebagai khalifatullah fil ardhi, ke sanalah kita melangkah pasti, tanpa ragu. Insya Allah.
Ali Abdillah; Kepala Balitbang Pusdiklat PTDI
Suara Islam Edisi 74, Tanggal 4 September – 2 Oktober 2009 M / 14 Ramadhan – 13 Syawwal 1430 H, Hal 29
Official Website: ptdi.info
No comments