Breaking News

Menikah Beda Harakah


Menikah Beda Harakah
Kamis, 04 Oktober 2012/18 Zulqaidah

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


    Semoga Ibu sekeluarga tetap dalam perlindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Saya seorang ikhwan yang berniat untuk berumah tangga. Saya telah mengutarakan maksud baik saya tersebut kepada seorang akhwat yang saya pandang baik agamanya.

    Ada beberapa permasalahan saya yang sekiranya dapat Ibu berikan alternative pemecahannya secara Islami. Kami sama-sama aktif dalam kegiatan dakwah, hanya saja harakah kami berbeda.

    Akhwat tersebut pada dasarnya tidak keberatan dengan perbedaan tersebut, namun dia mengkhawatirkan perbedaan tersebut dapat memicu ketidakharmonisan dalam berumah tangga terutama dalam tata cara membina keluarga.

     Bagi saya tidak ada masalah dengan perbedaan harakah, sebab tidak ada larangan dalam Islam. Karena masalah ini, dia belum mengijinkan saya bertemu dengan ayahnya untuk meng-khitbah. Disamping itu ternyata kedua orang tuanya tidak begitu suka dengan aktivitasnya di harakah dakwah dan tidak ingin puterinya menikah dengan pria yang terlibat dalam aktivitas dakwah apalagi yang bertujuan mengembalikan kehidupan Islam.

    Ibu Zulia, saat ini mereka telah menjodohkan putrinya dengan pilihan mereka. Akhwat tersebut bersikeras untuk tidak menerima pilihan kedua orang tuanya. Dia khawatir menikah dengan pria yang belum jelas komitmennya terhadap dakwah Islam, karena banyak contoh sahabatnya yang luntur semangat dakwahnya karena kurang bimbingan dari suami.

     Sikap saya saat ini adalah mengambang apakah harus melanjutkan upaya saya atau mundur teratur. Bolehkah wanita memilih untuk tidak menerima pilihan orang tua? Sikap apa yang seharusnya saya ambil? Mohon penjelasan Ibu.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ikhwan

Jakarta

Wa’alaikum salam Warahmatullahi Wabarakatuh

Ikhwan yang baik,

    Insya Allah saya bisa memahami kebingungan yang sekarang sedang ikhwan hadapi. Dalam sebuah harakah dakwah memang kadang terdapat perbedaan-perbedaan dalam memandang sesuatu.

    Termasuk mengenai konsep membentuk sebuah keluarga. Tapi itu semua dapat didiskusikan dan dicari titik temunya. Apalagi di dalam Islam memang tidak ada larangan untuk menikah dengaan pasangan yang beda harakah.

    Walaupun idealnya tentu saja dalam sebuah keluarga antara suami istri timbul masalah ketika ada persoalan yang memang harus diselesaikan. Tapi kalau masing-masing merasa tidak keberatan dan Insya Allah akan bisa menyatukan langkah dikemudian hari tidak ada salahnya untuk dicoba, siapa tahu justru perbedaan itu malah akan menambah keharmonisan keluarga dan menjadi contoh bagi yang lain bahwa menikah beda harakah bukan masalah. Yang terpenting adalah bagaimana nantinya melakukan komunikasi dengan baik antar pasangan.

Ikhwan yang baik,

    Sikap orang tua yang tidak suka terhadap anak perempuannya aktif di sebuah harakah memang banyak terjadi. Hal seperti ini biasanya disebabkan karena adanya kekhawatiran dan ketakutan dari orang tua.

    Bisa jadi takut anaknya nanti akan menjadi Muslimah yang ekstrim, tidak dapat jodoh, susah mencari kerja dan sebagainya. Apalagi ditambah dengan isu-isu yang kadang membuat para orang tua menjadi takut ketika anaknya ikut aktif dalam dakwah sebuah harakah.

    Cobalah dari sekarang akhwat tersebut diminta untuk melakukan pendekatan dengan orang tuanya, tentu saja dengan cara yang ma’ruf. Jelaskan sejujurnya aktivitas yang dilakukan, dan kenapa melakukan aktivitas tersebut.

    Kemudian, tunjukkan pada mereka bahwa dengan ikut kegiatan semacam itu, tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Justru akan mendatangkan kebaikan. Memang tidak mudah memberikan pemahaman kepada orang tua tentang hal ini.

    Tapi cobalah dengan hati-hati, tentu saja sambil disertai doa agar Allah SWT membukakan hatinya. Menurut saya, tidak ada salahnya ikhwan tetap mencoba mengunjungi orang tuanya, dan bersiaplah dengan dua kemungkinan sekaligus, ditolak atau diterima.

Ikhwan yang baik,

     Wanita boleh menolak laki-laki pilihan orang tuanya. Jika seorang wanita telah dilamar langsung (melalui walinya), dirinyalah yang berhak menolak atau menerima calon suaminya, bukan hak salah seorang walinya tau orang-orang yang akan mengkawinkannya tanpa seijin wanita yang bersangkutan.

    Dan dia pun tidak boleh dihalang-halangi untuk menikah. Dalam hal Ibn Abbas menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah Bersabda:

“Seorang janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya, sedangkan seorang gadis harus dimintai izinnya, dan izinnya dalah diamnya”.

Ibn Abbas juga menuturkan riwayat demikian:
“Seorang gadis pernah dating kepada Rasulullah SAW. Ia lantas menceritakan bahwa ayahnya telah menikahkannya, padahal ia tidak suka. Nabi SAW kemudian memberikan pilihan kepada wanita tersebut (boleh meneruskan perkawinannya atau bercerai dari suaminya”.)

Riwayat lain mengatakan:
“Khansa binti Khadzam Al Anshariyah pernah menuturkan bahwa ayahnya telah menikahkan dirinya, padahal ia adalah seorang janda dan tidak suka akan perkawinan itu. Ia kemudian datang kepada Rasulullah SAW, lalu beliau membatalkan perkawinan itu”.

    Hadits-hadits di atas seluruhnya menunjukkan dengan jelas bahwa seorang wanita tidak dimintai izinnya ketika hendak dinikahkan, maka pernikahannya dianggap tidak sempurna. Jika ia menolak pernikahannya itu atau menikah secara terpaksa, berarti akad pernikahannya rusak, kecuali jika ia berbalik pikiran atau ridha.

   Insya Allah jodoh tidak akan lari kemana-mana. Kalau memang akhwat tersebut adalah jodoh Ikhwan, Insya Allah Allah akan dipermudah jalannya. Kalau memang dirasa tidak mungkin untuk diproses lebih lanjut, segeralah untuk beralih pada akhwat yang lain. Yakinlah Allah SWT akan memberikan yang terbaik untuk hambaNya.

Dra (Psi) Zulia Ilmawati


Suara Islam Edisi 50, Tanggal 15 Agustus – 4 September 2008 M/ 13 Sya’ban – 4 Ramadhan 1429 H, Hal 23


No comments