Breaking News

Akhlaq Guru

Akhlaq Guru
Selasa, 26 Juli 2011 / 25 Sya'ban 1432


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

   Ibu Erma yang terhormat. Nama saya Arif, mau bertanya tentang akhlaq guru. Apakah seorang guru mengaji sekaligus sebagai Imam Masjid harus tetap digugu (ditaati) walaupun ia dikenal telah melakukan perbuatan yang kurang pantas.

Terima kasih atas sebelumnya

Wassalam.

+628132310****

Wa’alaikum salam Warahmatullahi Wabarakatuh

   Pertanyaan Akhi Arif di atas berkaitan dengan dua hal, yakni bagaimana mensikapi berita miring mengenai seorang saudara Muslim dan bagaimana akhlaq guru yang ideal.

   Pertama, mengenai berita miring, Islam memerintahkan kita untuk selalu mengklarifikasikan berita-berita yang kita dengar agar kita tidak mudah terjerumus kepada gossip dan fitnah.

Allah SWT Berfirman dalam QS. Al Hujurat ayat 6:



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

  "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu". (QS. Al Hujurat (49) : 6)

   Kedua, Islam memang memiliki kriteria yang sangat ketat dalam persoalan guru, terutama berkaitan dengan akhlaq. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan pada mayoritas sekolah umum, yang hampir tidak pernah melihat akhlaq calon guru-gurunya, melainkan hanya melihat ijazah pendidikan akademisnya.

   Bahkan, untuk guru agama sekalipun, sekolah tidak merasa perlu untuk menelusuri latar belakang dan akhlaq keseharian dari sang calon guru.

Kriteria Guru Menurut Para Ulama

   Untuk mengetahui lebih jauh, kita akan mencoba melihat apa saja kriteria guru dari para Ulama pendidikan Islam terdahulu.

   Imam al Ghazali memiliki empat syarat utama bagi guru yakni Cerdas, Sempurna, baik akhlaqnya dan kuat fisiknya.

Selain keempat syarat utama ini, al Ghazali menambahkan delapan kriteria:

  Pertama, memiliki sifat kasih sayang. Kedua, tidak menuntut upah atas ilmu yang diajarkannya (terkecuali untuk menutup ongkos yang harus dia keluarkan, seperti transportasi, dsb).

   Ketiga, bisa mengarahkan murid-muridnya. Keempat, menggunakan cara yang simpatik. Kelima, bisa menjadi panutan. Keenam, memahami kemampuan individu tiap murid yang bisa berbeda satu sama lain.

   Ketujuh, memahami perkembangan jiwa murid-muridnya. Kedelapan, tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang diajarkan.

   Senada dengan Imam al Ghazali, Ibn Jamaah, seorang Ulama besar dari Mesir, memiliki enam kriteria bagi guru yang baik. Kriteria pertama adalah menjaga akhlaq. Kedua tidak menjadikan profesi guru untuk menutupi kebutuhan ekonomi.

   Ketiga, mengetahui situasi yang terjadi pada lingkungan sosial dan kemasyarakatan. Keempat, menunjukkan kasih sayang dan kesabaran. Kelima, adil dalam memperlakukan anak didik. Keenam, berupaya maksimal dalam menolong anak didiknya mencapai pemahaman yang benar.

   Demikian halnya dengan Ibn Taimiyah. Beliau menetapkan empat syarat bagi guru. Pertama, guru merupakan penerus Nabi dalam menyampaikan ilmu-ilmu kebenaran. Oleh karenanya, guru wajib senantiasa mencontoh perjalanan hidup dan akhlaq dari Rasulullah Muhammad SAW.

   Kedua, guru harus bisa menjadi panutan bagi murid-muridnya. Ketiga, serius dan tidak sembrono dalam mengajar. Keempat, berusaha untuk terus menambah keilmuannya.

   Ibn Miskawaih bahkan menempatkan posisi guru di atas orang tua lantarana keutamaan yang (seharusnya) dimiliki seorang guru. Menurut beliau, seorang guru lebih banyak berperan dalam mendidik kejiwaan muridnya dalam rangka mencapai kebahagiaan sejati, yakni keridloan Allah SWT di dunia dan pahala di akhirat.

   Oleh karena itulah, seorang guru sejati adalah yang bisa senantiasa menunjukkan kepribadian yang mencontoh kepribadian Nabi. Selain guru sejati, Ibn Miskawaih menetapkan pula kriteria “guru biasa”.

   Guru biasa ini haruslah memenuhi persyaratan: (1) bisa dipercaya; (2) pandai ; (3) dicintai; (4) sejarah hidupnya tidak tercemar dalam masyrakat; (5) bisa menjadi panutan; (6) akhlaqnya lebih mulia daripada murid-muridnya.

   Demikianlah kriteria yang dibuat para Ulama kita. Dari kesemuanya itu, bisa kita lihat bahwa akhlaq guru menempati posisi terpenting yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya apabila kita mulai memberikan perhatian serius terhadap masalah ini.

   Jangan sampai kita serahkan diri kita maupun anak-anak kita kepada guru yang tercela akhlaqnya. Sungguh amat sangat memalukan ketika membaca berita di media massa dengan headline “Guru Agama Berbuat Tidak Senonoh kepada Muridnya”.

Erma Pawitasari

Pakar Pendidikan

Suara Islam Edisi 108 Tanggal 29 Rabiul Awwal – 13 Rabi’ul Akhir 1432 / 4 – 18 Maret 2011 M, Hal 19

No comments