Tidak Mudah Memvonis
Ustadz Firanda saat itu sedang mengantar Asy-Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullah untuk berbelanja ke Pasar Tanah Abang Jakarta.
Ustadz Firanda menceritakan: "Tidak terasa ternyata sudah masuk waktu Ashar, dan Subhanallah ternyata kumandang adzan Ashar terdengar di dalam pasar, hal ini sangat menyenangkan beliau. Kami pun menuju mushala, ternyata mushalanya sangat kecil, palingan ukurannya kira-kira 2 x 6 meter. Sehingga orang-orang pada shalat sendiri-sendiri sementara banyak orang yang ngantri. Aku dan syaikh pun ikutan ngantri.
Mushala kecil tersebut terbagi menjadi 2 shaf, shaf depan untuk para lelaki dan shaf belakang untuk para wanita. Ternyata -alhamdulillah- banyak juga mbak-mbak yang ngantri ingin melaksanakan shalat.
Dan suatu pemandangan yang aneh bagi Syaikh, (bahwa) ada beberapa wanita yang Tidak Berjilbab, bahkan ada yang memakai Pakaian Menor (alias banyak auratnya kelihatan) akan tetapi Ikut Ngantri Untuk Shalat sambil membawa mukena.
Syaikh bergumam: "Semoga Allah mengampuni dosa-dosa mereka karena (dengan) shalat mereka ini. Kasihan... karena kejahilan (ketidaktahuan) mereka."
Aku (Ustadz Firanda) tertegun tatkala mendengar ucapan dan do'a syaikh ini. Yang sering aku dapati, banyak da'i tatkala melihat seseorang (yang) melakukan kemaksiatan -seperti membuka aurat atau terjerumus dalam bid'ah atau kesyirikan, atau kemaksiatan-kemaksiatan yang lain- serta merta marah dan TIDAK MEMBERI UDZUR kepada pelaku maksiat tersebut, bahkan bisa jadi terlontar CACIAN dan MAKIAN kepada pelaku maksiat tersebut.
Akan tetapi syaikh di sini memandang para wanita yang terbuka auratnya tersebut DENGAN PANDANGAN RAHMAT, (dan berdo'a) semoga Allah memaafkan mereka. Bahkan syaikh berusaha MENCARI UDZUR buat mereka dengan berkata:
Singkat cerita,
****
Ustadz Firanda menceritakan: "Tidak terasa ternyata sudah masuk waktu Ashar, dan Subhanallah ternyata kumandang adzan Ashar terdengar di dalam pasar, hal ini sangat menyenangkan beliau. Kami pun menuju mushala, ternyata mushalanya sangat kecil, palingan ukurannya kira-kira 2 x 6 meter. Sehingga orang-orang pada shalat sendiri-sendiri sementara banyak orang yang ngantri. Aku dan syaikh pun ikutan ngantri.
Mushala kecil tersebut terbagi menjadi 2 shaf, shaf depan untuk para lelaki dan shaf belakang untuk para wanita. Ternyata -alhamdulillah- banyak juga mbak-mbak yang ngantri ingin melaksanakan shalat.
Dan suatu pemandangan yang aneh bagi Syaikh, (bahwa) ada beberapa wanita yang Tidak Berjilbab, bahkan ada yang memakai Pakaian Menor (alias banyak auratnya kelihatan) akan tetapi Ikut Ngantri Untuk Shalat sambil membawa mukena.
Syaikh bergumam: "Semoga Allah mengampuni dosa-dosa mereka karena (dengan) shalat mereka ini. Kasihan... karena kejahilan (ketidaktahuan) mereka."
Aku (Ustadz Firanda) tertegun tatkala mendengar ucapan dan do'a syaikh ini. Yang sering aku dapati, banyak da'i tatkala melihat seseorang (yang) melakukan kemaksiatan -seperti membuka aurat atau terjerumus dalam bid'ah atau kesyirikan, atau kemaksiatan-kemaksiatan yang lain- serta merta marah dan TIDAK MEMBERI UDZUR kepada pelaku maksiat tersebut, bahkan bisa jadi terlontar CACIAN dan MAKIAN kepada pelaku maksiat tersebut.
Akan tetapi syaikh di sini memandang para wanita yang terbuka auratnya tersebut DENGAN PANDANGAN RAHMAT, (dan berdo'a) semoga Allah memaafkan mereka. Bahkan syaikh berusaha MENCARI UDZUR buat mereka dengan berkata:
"Karena kejahilan (ketidaktahuan) mereka..."
Sepertinya ini adalah hal yang SEPELE, tapi ketahuilah para pembaca,
sikap ini merupakan sikap yang SANGAT PENTING untuk dimiliki oleh
seorang da'i tatkala berdakwah. Sebagian da'i ketika berdakwah memasang
kuda-kuda menyerang dan seakan-akan pelaku maksiat yang ada di
hadapannya memang harus diserang dan tidak ada udzur baginya.
Sehingga sang da'i tidak menunjukkan rasa rahmatnya kepada para pelaku maksiat. Sehingga hal ini berpengaruh dalam pola dakwahnya, yang akhirnya dipenuhi dengan kekerasan dan kekakuan.
Berbeda dengan seorang da'i yang SEJAK AWAL sudah menanamkan rasa ibanya kepada pelaku maksiat, maka dia akan berusaha berdakwah dengan sebaik-baiknya karena kasihan kepada para pelaku maksiat, dan harapannya agar mereka bisa memperoleh hidayah dengan sebab dia.
Demikian yang dapat kami kutip dari buku yang telah kami sebutkan judulnya di atas. Semoga Allah Ta'ala senantiasa menjaga Asy-Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dan Ustadz Firanda; menjadikan ilmu mereka bermanfaat bagi kaum muslimin, Aamiin.
Sehingga sang da'i tidak menunjukkan rasa rahmatnya kepada para pelaku maksiat. Sehingga hal ini berpengaruh dalam pola dakwahnya, yang akhirnya dipenuhi dengan kekerasan dan kekakuan.
Berbeda dengan seorang da'i yang SEJAK AWAL sudah menanamkan rasa ibanya kepada pelaku maksiat, maka dia akan berusaha berdakwah dengan sebaik-baiknya karena kasihan kepada para pelaku maksiat, dan harapannya agar mereka bisa memperoleh hidayah dengan sebab dia.
Demikian yang dapat kami kutip dari buku yang telah kami sebutkan judulnya di atas. Semoga Allah Ta'ala senantiasa menjaga Asy-Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dan Ustadz Firanda; menjadikan ilmu mereka bermanfaat bagi kaum muslimin, Aamiin.
*Abu Muhammad Herman
****
Tidak
bermaksud apa-apa cuma ingin menunjukkan suatu contoh yang diklaim
Ulama Wahabi. Suatu kebaikan yang memang semestinya berada pada seorang
Muslim, terlebih seorang Ulama. Tidak gampang memvonis ketika menemukan
adanya kesalahan pada saudaranya semuslim
No comments