Breaking News

Al Qur’an, Petunjuk Bagi Manusia

Al Qur’an, Petunjuk Bagi Manusia
Kamis 13 Juni 2013 / 4 Sya'ban 1434 H

  Bayangkan, seandainya saat ini kita berada di tengah hutan luas nan lebat. Pohon-pohon liar tumbuh sangat besar dan tinggi hingga mencegah sinar matahari menembus sampai ke tanah.

  Di tempat itu kita tentu kehilangan orientasi. Tak tahu mana arah barat dan timur, serta mana arah utara dan selatan.

  Dalam keadaan genting seperti itu, apakah bekal paling penting dan mendesak yang kita butuhkan untuk keluar dari situasi tersebut? Jawabnya, sudah pasti, petunjuk jalan. Ya, petunjuk itu adalah peta dan kompas.

  Hidup di dunia ini tak ubahnya seperti hidup di tengah belantara sebagaimana digambarkan tadi. Sebelum kita ada, ternyata telah ada kehidupan lain yang telah berlangsung sangat lama.

  Kita tidak mengenalnya melainkan sekadar lewat sejarah saja. Itupun sangat terbatas. Padahal, kehidupan yang berlangsung di belakang kita sangat berpengaruh terhadp kehidupan kita saat ini, juga kehidupan kita esok hari, bahkan kehidupan kita setelah mati.

  Di depan kita terbentang misteri yang tak terduga. Manusia tidak tahu apa yang akan terjadi esok, lusa, apalagi tahun depan, seabad lagi, atau yang lebih jauh lagi.

  Bila alam syahadah saja masih banyak yang menjadi misteri, apalagi alam ghaib, yang meliputi alam barzakh, akhirat, surga dan neraka.

  Agar kita bisa hidup dan berjalan di atasnya dengan penuh kepastian dan kemantapan hati, dan kita tahu posisi sekarang ada di mana, hendak ke mana selanjutnya, maka kita perlu peta dan kompas kehidupan.

  Peta dan kompas itu adalah al Qur’an. Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) menyatakan, al Qur’an adalah petunjuk bagi manusia (hudan linnas).

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ...

  “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”… (QS. Al Baqarah (2): 185)

   Al Qur’an harus kita pahami sebagai bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hambaNya. Allah SWT ingin agar manusia selamat, sentosa, dan sejahtera dalam mengarungi kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat.

   Sayang, hanya sedikit manusia yang mau dan mampu mengikuti petunjukNya.

Manual Book

  Dalam rangka melindungi konsumen, setiap negara memiliki undang-undang yang mengharuskan setiap produk dilengkapi dengan “manual book” (buku petunjuk). Dalam manual book itu dicantumkan spesifikasi produk, cara penggunaannya, hal-hal yang harus dilakukan dan yang dilarang, serta petunjuk lain yang penting untuk diketahui oleh konsumen.

  Otoritas pembuatan “manual book” itu ada pada produsen, karena dialah yang paling mengetahui dan menguasai produk tersebut. Orang lain bisa saja mengetahui sebagian isi produk tersebut, akan tetapi pembuatnya atau penciptanya pasti lebih mengetahui dan lebih menguasai.

  Sebab, produsenlah yang paling berhak dan memiliki otoritas penih sebagai pembuat “manual book”.

  Jika manusia dan alam semesta ini produk ciptaan Allah SWT, maka Dia-lah yang paling berhak dan memiliki otoritas penuh membuat “manual book” tersebut. Dia-lah yang paling tahu bagaimana cara menyelamatkan manusia dan alam semesta.

  Dia-lah yang paling tahu jalan hidup yang harus di tempuh manusia. Dia-lah yang paling mengerti bagaimana jalan agar manusia bahagia.

  Dengan manual book, manusia hidup tak lagi meraba-raba. Tak perlu ragu dan bimbang, sebab jalan hidup telah terbentang. Petunjuknya sudah jelas. Arahnya sudah pasti. Lalu, manusia tinggal mengikuti.

Garansi Universal

  Allah SWT telah memberi garansi kepada manusia, jika mengikuti petunjuk sebagaimana tertera dalam “manual book”, maka dijamin tidak akan tersesat selama-lamanya. Garansi ini tidak berlaku hanya sebatas setahun atau sepuluh tahun saja, sebagaimana lazimnya produk manusia.

  Garansi yang diberikan Allah SWT ini berlaku selama-lamanya, sepanjang tahun, bahkan sepanjang sejarah kehidupan itu sendiri.

Allah SWT Berfirman:

...فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

  “…Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thaahaa (20): 123)

   Semua falsafah hidup, ideologi, konsep, teori, atau ilmu yang berasal dari manusia, bersifat hipotesis. Jika ada kebenaran di dalamnya, tingkat kebenarannya itu bersifat relative (zhanni) dan subyektif.

  Padahal hidup ini adalah sebuah kepastian. Kita sedang menunju kepada sesuatu yang pasti. Lalu, bagaimana mungkin yang pasti mengikuti yang belum pasti?

   Itulah sebenarnya nasihb orang-orang yang mencoba mengambil petunjuk hidup selain yang telah dibuat oleh Allah SWT. Mereka mengira “kitab petunjuk” mereka lebih baik dan lebih sempurna. Padahal, ilmu manusia sangat terbatas. Apalagi pengalamannya!

   Apa yang diketahui manusia tentang sejarah masa lalu sangat terbatas. Apalagi pengetahuan mereka tentang masa depan. Bahkan, pengetahuan mereka tentang masa kini, pun sangat terbatas. Padahal, semua itu masih menyangkut alam syahadah, lalu bagaimana dengan alam ghaib.

Sombong

  Orang yang mengambil petunjuk selain al Qur’an itu ada dua kemungkinan. Pertama, mereka itu gila, tidak waras. Kedua, sombong, merasa ilmunya telah mencakup seluruhnya, pengetahuannya telah cukup untuk membimbingnya pada kehidupan yang lebih baik.

  Kebodohan dan kesombongan inilah yang mengantar manusia hidup sengsara lagi celaka. Allah SWT Berfirman:

كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, “

أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى

Karena dia melihat dirinya serba cukup. (QS. Al 'Alaq (96) : 6 – 7)

  Akibat kesombongan dan kedurhakaan itu banyak manusia yang celaka. Mereka sengsara di dunia, dan lebih sengsara lagi di akhirat. Mereka buta di akhirat, buta pula di akhiratnya.

  Bukan mata mereka yang buta, tapi hati mereka yang tidak bisa melihat kebenaran. Mereka berjalan di atas jalan kesesatan. Mereka selalu meraba-raba dan mencoba-coba, trial and error, mencoba dan gagal, lalu mencoba lagi lalu gagal lagi. Sampai akhir hidupnya dalam kegagalan.

   Mengapa manusia tidak kembali saja kepada al Qur’an yang dibuat langsung oleh Sang Pembuat manusia dan kehidupan itu sendiri? Mengapa manusia masih ragu kepada Allah SWT yang ilmuNya meliputi langit dan bumi, yang nyata dan yang ghaib?

Mengapa kita lebih percaya terhadap berita yang dibawa manusia daripada berita yang diberikan oleh Allah SWT?

Tertipu

  Betapa banyak orang yang tertipu dalam hal ini. Berjam-jam mereka membaca koran, majalah, dan bulletin. Berjam-jam pula mereka di depan televisi sekadar untuk mendapatkan sebuah berita.

  Padahal mereka juga tahu bahwa reporter yang membawa berita itu pernah, bahkan mungkin sering berbohong. Mereka juga tahu bahwa reporter dan pemilik televisi itu tidak bebas dari kepentingan. Tapi mengapa kita rela berjam-jam menghabiskan waktu sekada untuk mendengar ocehan dan celetuk mereka?

  Seharusnya, berita yang dibawa oleh mereka itu kita jadikan sekadar sebagai konfirmasi atas kebenaran yang telah disampaikan Allah SWT melalui al Qur’an. Peristiwa sehari-hari yang diberitakan televisi, radio, majalah, dan koran itu tidak boleh kita letakkan di atas al Qur’an yang kebenarannya sangat mutlak, lebih otentik, dan lebih sempurna.

  Itulah sebabnya, al Qur’an harus kita letakkan di atas semua kitab dan bacaan yang ada. Berita al Qur’an harus lebih kita percayai dari kitab manapun. Kebenaran al Qur’an tak boleh diragukan sedikit pun.

  Orang yang meragukan kebenaran al Qur’an walau satu ayat pun harus segera bertaubat. Orang yang berada dalam posisi meragukan al Qur’an, statusnya bisa berubah menjadi kafir atau munafik, atau fasik.

  Lalu bagaimana yang seharusnya? Baca al Qur’an dan yakini kebenarannya terlebih dahulu sebelum membaca falsafah hidup, pedoman hidup, artikel atau novel manapun. Baca dan yakini dulu kebenaran al Qur’an sebelum informasi manapun.

  Banyak orangtua Muslim yang salah. Mereka mengajari macam-macam pelajaran kepada anak-anaknya sebelum mengenalkan al Qur’an. Mereka pandai tapi kosong. Sepertinya, ilmu mereka penuh tapi sebenarnya kosong.

Wallahu a’lam bish-Shawab.

Suara Hidayatullah, Agustus 2012/Ramadhan 1433 Hal 12 - 13

No comments