Ilmu Membawa Takut kepada Allah
Ilmu Membawa Hati Takut kepada Allah
Kebijaksanaan, kearifan, atau hikmah, tidak diberikan kepada semua orang secara cuma-cuma. Ia tidak datang begitu saja. Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SWT)
يُؤتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاء وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ
"Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)".(QS. Al Baqarah (2): 269)
Hikmah hanya diberikan kepada orang-orang pilihan yang telah menjalani proses pembelajaran yang panjang dan meletihkan sehingga melahirkan kepekaan rasa batiniyah.
Rasa ini muncul manakala kita rajin mendengarkan suara hati, sedangkan suara hati itu muncul manakala kita rajin menekan hawa nafsu.
Nafsu Bikin Gelap
Inilah pangkal soalnya, dunia yang kita huni saat ini terlalu memanjakan nafsu sehingga yang dominan dan menentukan adalah suara nafsu, bukan suara hati.
Yang didengar dan mendapat perhatian adalah suara nafsu, bukan suara hati. Suara nafsu sangat nyaring terdengar sementara suara hati seolah-olah nyaris tak bersuara lagi.
Tarikan dunia begitu kuat, sementara tarikan akhirat sedemikian lemahnya. Akibatnya, dari bangun tidur hingga ke pembaringan lagi, yang terpikir, terlintas, terasa, dan menggiurkan adalah kemilau dunia.
Dalam keadaan seperti ini, suara hati tinggal sayup-sayup terdengar. Jika dibiarkan dalam tempo yang lama, tentu saja suara hati itu bisa sakit, bahkan kemudian mati.
Ketertarikan dunia menjadikan sebagian orang mengorientasikan hidupnya semata-mata untuk mendapatkan dunia yang fana, sehingga mereka bekerja, bahkan berjuang dan rela berkorban, hanya untuk kesenangan dunia.
Mereka juga belajar, mencari ilmu, sekadar untuk kepentingan dunia. Padahal ilmu seharusnya bisa mengantarkan kita untuk mencapai kepentingan dunia sekaligus akhirat, yakni ilmu yang ada dalam hati.
Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam (SAW) bersabda,"Ilmu itu ada dua macam. Ilmu yang ada dalam hati, inilah ilmu yang bermanfaat, dan ilmu yang ada di lisan, dan inilah yang menjadi bahan hujjah (gugatan) Allah terhadap anak Adam." (Riwayat Ibnu Abu Syaibah dan Al-Khatib)
Ilmu Sejati
Kita memang harus memiliki perhatian (concern) kepada semua ilmu. Namun ilmu hati dan ilmu yang mengandungi kebaikan bagi hati itulah yang seharusnya lebih kita prioritaskan.
Mengapa demikian? Karena ilmu hati akan menghasilkan khasya rasa takut kepada Allah SWT. Orang-orang yang mempunyai ilmu hati yang membuahkan khasyah itulah yang disebut ulama. Sedang yang tidak berbuah khasyah, tak pantas menyandang gelar ulama, sekalipun mereka itu ahli tafsir, hadits, fiqih, dan ahli ilmu-ilmu agama lainnya.
Sekalipun mereka terhimpun di majelis ulama, atau menjadi pengurus intinya, tapi jika mereka tidak takut kepada Allah SWT, sesungguhnya mereka bukan ulama.
Sebaliknya, orang-orang yang menguasai ilmu matematika, kimia, fisika, dan biologi yang dengannya lahir khasyah, rasa takut yang sebenar-benarnya kepaa Allah SWT, mereka bisa disebut ulama.
Allah SWT Berfirman:
"...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu)..."(QS. Fathir [35]: 28)
Dengan demikian, ilmu apapun tidak dianggap memberi manfaat jika tidak mengantarkan pemiliknya untuk sekadar "tahu" kulitnya saja, tidak sampai menghantarkannya pada khasyah, maka ilmu tersebut hanya sekadar memberi keuntungan duniawi. ilmu tersebut tidak mendalam, bahkan dalam banyak hal bisa disalahgunakan.
Allah SWT Mengingatkan:
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُون
"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai."(QS. Ar Ruum (30): 7)
Suara Hidayatullah | April 2012/Jumadil Awwal 1433, Hal 12-13
"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai."(QS. Ar Ruum (30): 7)
Sebagai contoh, ilmu kedokteran. Ilmu ini akan berbahaya jika tidak membuahkan rasa takut kepada Allah SWT.
Banyak dokter yang paham bahaya seks bebas, namun karena mereka tidak takut kepada allah SWT, mereka justru menawarkan kondom sebagai solusi untuk mengatasi bahaya yang ditimbulkan akibat seks bebas. Mereka bahkan berpromosi terang-terangan dengan membagi-bagikannya secara gratis.
Orang yang berilmu, yang ilmunya tidak mendatangkan rasa takut kepada Allah SWT, akan sangat berbahaya, melebihi bahaya orang yang bodoh.
Hari-hari ini kita menyaksikan betapa banyaknya orang-orang yang terlibat dalam korupsi. Pertanyaannya, siapakah mereka? Apakah mereka itu orang-orang yang tidak berilmu?
Tidak. Mereka bahkan ada yang sudah sarjana S1, S2, dan S3, bahkan ada yang bergelar profesor.
Oleh karenanya, menjadi penting pertanyaan besar yang diajukan Allah SWT dalam Al Qur'an di bawah ini:
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata". (QS.Az Zumar [39]:22)
Bervisi Akhirat
Puncak ilmu dalam Islam adalah ilmu yang dapat menumbuhkan keinginan untuk kembali ke kampung keabadian, yakni akhirat. Itulah ilmu yang bisa mencampakkan negeri "tipuan" (dunia), dan mengingatkan kita pada kematian.
Ilmu itu tidak lain adalah Kitab dan Sunnah. Rasulullah SAW, suatu ketika bersabda; "Jika cahaya masuk menerobos ke dalam hati, maka ia menjadi lapang dan terbuka."
Para sahabat bertanya, "Apakah hal itu memiliki tanda-tanda yang bisa diketahui?"
Rasulullah SAW menjawab, "Tandanya adalah kembali ke kampung keabadian (akhirat), berpaling dari kampung tipuan (dunia), dan bersiap-siap untuk mati sebelum datangnya kematian tersebut." (Riwayat Ibnu Jarir dan Hakim)
Orang yang mendapatkan ilmu seperti itu akan memancar cahaya dalam dadanya, sehingga dadanya menjadi lapang. Ibarat seorang pilot yang membawa Pesawat Boeing, pandangannya tak terhalangi oleh kabut sehingga ia dapat terbang dengan kecepatan maksimal.
Lalu bagaimana agar bashirah, mata hati kita, berpancar dan bersinar seperti itu? Allah SWT telah memberi bimbingan kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa ingin dekat kepada-Nya.
Cara praktisnya adalah dengan memperbanyak ibadah, terutama shalat malam. Dalam malam-malam yang sepi itulah mereka berdiri, duduk, dan bersujud kepada Allah SWT. Mereka juga berzikir, membaca al Qur'an, dan tak lupa berdoa dan bermunajat kepada-Nya.
Orang-orang yang ingin memiliki kecerdasan ruhani seperti itu sangat besar kerinduannya untuk senantiasa beribadah. Mereka mengharapkan rahmat Allah SWT dengan penuh rasa cinta. Itulah sebabnya, mereka bangun di tengah malam, di saat-saat sepi seorang diri, mengarungi samudera batin, melaksanakan shalat tahajjud.
Dalam al Qur'an surah Az Zumar [39] ayat 9, Allah SWT secara tegas mengatakan bahwa orang yang berilmu adalah orang yang diliputi perasaan takut kepada Allah SWT dan mengharapkan rahmat dari-Nya. Mereka wujudkan perasaan itu dalam bentuk beribadah di malam hari, yakni menjalankan shalat tahajjud.
Sedangkan orang-orang yang tidak berpengetahuan, alias bodoh, ilmunya hanya sebatas dunia, tak sampai mengembus akhirat. Hatinya gelap tanpa cahaya, lagi sempit.
Mereka habiskan waktu malamnya hanya untuk tidur. Bahkan lebih jahat lagi, mereka gunakan waktu-waktu malamnya untuk berbuat maksiat kepada Allah SWT.
Wallahu a'alam bish shawab.
Suara Hidayatullah | April 2012/Jumadil Awwal 1433, Hal 12-13
No comments