Breaking News

Rasul Menyeru Agar Bertauhid

Rasul Menyeru Agar Bertauhid
Senin, 04 Mei 2015 / 15 Rajab 1436 H


   Beriman kepada para Rasul berarti membenarkan dengan sepenuh hati bahwa Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He)  mengutus pada setiap umat seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang mengajak mereka untuk berbadah kepada Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) sekaligus mengingkari segala sembahan selain-Nya.

Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) Berfirman;

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

  "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut..." (Qs. An Nahl [16]: 36)

   Semua Rasul, sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad mendapat tugas yang sama, yaitu menyeru manusia agar bertauhid kepada Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) tanpa menyekutukanNya dengan apapun.

  Adapun syirik merupakan perkara besar yang sangat berbahaya dalam ajaran Islam. Bahkan syirik dijadikan musuh bersama semua Nabi dan Rasul.

  Semua peperangan yang terjadi pada setiap Rasul adalah peperangan melawan kekafiran dan kemusyrikan. Dalam syariat Islam, kemusyrikan adalah kezaliman, dan sepantasnya semua jenis kezaliman dilenyapan dari muka bumi.

Tak Ada Tawar Menawar

   Semua Rasul bersikap tegas dan keras terhadap kemusyrikan dan kekafran. Mereka tidak mengenal toleransi dalam masalah ini.

   Orang-orang yang menghalang-halangi penyiaran ajaran tauhid dilawan dan diperangi, tak peduli dengan kekuatan sebesar apapun. Bagi mereka, yang memiliki kekuatan dan kekuasaan hanya Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He).

   Contohnya Fir'aun. Dia satu-satunya raja, pengendali kekuasaan politik, militer, dan pemegang otoritas keuangan. Bahkan dia mengaku dirinya sebagai tuhan.

   Justru kekuasaan absolut seperti ini menjadi tantangan yang utuh dan tekad yang bulat, atas perintah Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He), Musa raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) tampil menghadapi Fir'aun.

    Demikian juga para Rasul yang lain, mereka merupakan pejuang tauhid sejati. Mereka siap mengorbankan apa saja yang dimilikinya, termasuk nyawa satu-satunya, demi ajaran tauhid.

Dalam soal tauhid ini, ajaran mereka terang benderang. Sikap mereka tegas dan keras.

Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) Berfirman:


مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ 

   "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dan bekas sujud..."(Qs. Al Fath [48]: 29)

   Masalah tauhid ini tidak bisa ditawar-tawar. Ini prinsip, ajaran pokok para Rasul dari yang pertama hingga yang terakhir.

  Soal syariat yang dibawa para Rasul, antara yang satu dengan yang lain bisa jadi berbeda, disesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Bisa jad satu amalan ibadah diwajibkan atas suatu kaum dan satu masa, namun tidak atas kaum lain pada masa yang lain.

Tantangan dan Mukjizat

   Beriman kepada para Rasul berarti juga meyakini bahwa mereka adalah orang yang benar dan dibenarkan, orang yang baik, lurus, mulia, bertakwa, dan terpercaya.

  Mereka juga membawa petunjuk dan mendapatkan petunjuk yang didukung dengan bukti-bukti nyata dan ayat-ayat yang jelas dari Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He).

  Dalam dakwahnya, setiap Nabi dan Rasul pasti menghadapi orang-orang yang mengingkarinya, baik orang-orang kafir, musyrik, maupun munafik. Rekam jejak yang baik saja tidak cukup untuk meyakinkan umatnya akan kebenaran.

   Mereka juga perlu bukti-bukti yang lebih nyata. Demikian juga kebenaran ajarannya saja masih dirasa kurang untuk menangkal logika kaum yang menyimpang. Oleh sebab itu Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) membekali para Rasul Mukjizat.

   Mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang hanya diberikan kepada para Rasul untuk mengatasi tantangan yang dihadapi umatnya masing-masing.

  Misalnya, keluarnya unta dari batu, berubahnya tongkat menjadi ular, dan benda-benda mati yang mendadak bisa berbicara.

   Nabi Muhammad selain diberi mukjizat hissiyah (kasat mata), juga mukjizat yang bersifat maknawiyah, yaitu al Qur'an.

   Jika mukjizat hissiyah hanya berlaku pada saat beliau masih hidup sebagaimana yang diberikan kepada para Nabi yang lain, maka mukjizat maknawiyah bersifat lebih kekal, tidak akan habis keajaibannya.

   Seandainya tongkat Nabi Musa raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) saat ini ditemukan kembali, maka tongkat itu tidak bisa berubah menjadi ular sekalipun semua orang melemparkannya, termasuk orang paling suci.

   Mukjizat itu hanya berlaku pada masa Nabi Musa raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) ketika ia masih hidup untuk menghadapi tantangan kaumnya yang ahli sihir.

   Berbeda dengan Al Qur'an, mukjizat yang satu ini bersifat kekal, selamanya. Keindahan bahasa dan. Otensitasnya merupakan bukti nyata yang tidak bisa dibantah oleh siapapun.

   Tak ada satu kitab atau tulisan apapun yang umurnya bisa bertahan 14 abad tanpa perubahan, pengurangan, dan penambahan sedikitpun. Al Qur'an juga dibaca setiap hari oleh jutaan manusia, bahkan ribuan manusia menghafalnya secara utuh.

    Seandainya Mushaf Al Qur'an yang ada di dunia ini dibakar semua hari ini, besok pasti sudah ada Al Qur'an yang sama, yang tidak ada perubahan walau satu titikpun.

   Inilah Mukjizat Al Qur'an. Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) sering membuat tantangan kepada orang-orang yang masih meragukannya:

فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِّثْلِهِ إِن كَانُوا صَادِقِينَ

"Maka cobalah mereka membuat kalimat yang semisal Al Qur'an itu jiika mereka orang-orang yang benar." (Qs. Ath Thur [52]: 34)

   Beriman kepada para Rasul juga meliputi keyakinan bahwa mereka menyampaikan semua ajaran yang diperintahkan untuk disampaikan kepada manusia dengan benar, tanpa ada yang disembunyikan, atau diubah menurut selera (hawa nafsunya) sendiri.

   Berbeda dengan para Muballigh dan dai pada umumnya, para Nabi berdakwah membawa pesan dari Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He).

  Mereka tidak memilih materi dakwah sesuai dengan seleranya sendiri, juga bukan karena permintaan "pengundangnya". Tema dan isi materi dakwahnya secara keseluruhan adalah kebenaran dari Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He).

   Ada beberapa ayat Al Qur'an yang justru diturunkan sebagai kritik atas perbuatan Nabi Muhammad yang keliru, seperti yang terdapat dalam Surah at Tahrim ayat pertama.

   Meskipun demikian beliau tidak menyembunyikannya. Beliau tetap menyampaikannya kepada umatnya secara utuh, tanpa penambahan dan pengurangan sedikit pun.

Kesaksian Risalah

  Menjelang wafatnya, dalam peristiwa khutbatul wada', di tengah ribuan jamaah haji, Rasulullah mengecek tugas risalahnya.

   Beliau bertanya langsung kepada para Sahabat apakah beliau telah menyampaikan pokok-pokok ajaran Islam? Para Sahabat saat itu menjawab; "Ya, engkau telah menyampaikannya."

  Peristiwa ini menggambarkan bahwa Rasulullah telah menyampaikan pertanggungjawabannya di hadapan manusia sebelum menyampaikan pertanggungjawaban kepada Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) tentang tugas risalahnya. Khutbah terakhir ini juga memberi isyarat bahwa tugasnya sebagai Rasul telah selesai dan paripurna.

   Tugas kita sekarang, terutama para Ulama' yang menjadi waratsatu anbiya (pewaris para Nabi), adalah menjaga kemurnian agama dari segala bentuk penyimpangan, baik penyesatan, pemalsuan, penambahan (bid'ah) maupun pengurangan. Gerakan tajdid (pembaruan, edt) sepanjang masa adalah upaya untuk memurnikan kembali ajaran agama pada ajaran aslinya.

   Mengimani para Rasul juga berarti meyakini bahwa mereka memiliki otoritas mutlak dalam menterjemahkan dan mempraktkkan syariat Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) dalam kehidupan nyata.

   Dengan demikian maka tafsir yang paling benar terhadapa kalamullah, Al Qur'an adalah Hadits Nabi. Karenanya pula, jika ingin selamat maka kita harus berpegang kepada keduanya.

Wallahu a'lam bish-Shawab.

Suara Hidayatullah Edisi 05 | XXV | September 2012 | Syawal 1433, Hal 12 - 13

Baca juga: Ikutilah Jejak Para Penuntun Kebenaran

No comments